Solidaritas Kemanusiaan yang Keblablasan

Solidaritas Kemanusiaan yang Keblablasan

- in Narasi
1009
3
Solidaritas Kemanusiaan yang Keblablasan

Konflik sektarian di Rohingya dan di India, juga lainnya, telah menjadi perhatian masyarakat internasional terlebih ketika gelombang konflik mengecamuk hingga merenggut banyak nyawa dan sampai pada memutuskan untuk mengungsi, ada yang mencari suaka ke negara tertentu ada juga yang masih bertahan di wilayah konflik.

Konflik sektarian di India misalnya yang masih hangat, semakin mendapatkan simpati dan empati masyarakat internasional seperti Indonesia, terlebih ketika penanganan konflik tersebut belum menemukan titik terang karena sikap pemerintahan India yang cenderung mengabaikan konflik, alias belum ada ketegasan yang nampak dari pemerintah. Bahkan ada sebagian kalangan menilai bahwa konflik tersebut sudah menjurus pada konflik struktural, dimana pemerintah sebagai dalang dibalik semua itu.

Konflik antara sayap kanan kelompok Hindu dengan minoritas Muslim di India, yang kemudian dikenal dengan konflik sektarian itu, identitas menjadi salah satu faktor terjadinya kekerasan horizontal. Dan dalam kondisi demikian, identitas—terutama identitas agama—selalu menjadi konstruksi utama terjadinya diskriminasi dan represi dan seringkali menjadi pembenaran atas tindakan yang dilayangkan oleh kelompok identitas lain (Taufik Hidayat, dkk., 2018:17).

Atas kondisi yang terjadi di India dan beberapa belahan dunia lain seperi Palestina, dan lainnya, terutama konflik yang mengecamuk itu menimpa orang Muslim, telah memantik emosi, empati dan simpati segenap orang Muslim lainnya, dalam hal ini Muslim Indonesia untuk melakukan berbagai cara.

Ada yang dilakukan dalam bentuk menggalang dana sebagai upaya meringankan saudaranya dalam segi materi karena di wilayah konflik, mereka tidak bisa mencari kerja karena hari-harinya dilalui dengan kekerasan yang tentu saja menguras tenaga dan membuat harta benda hilang. Pada situasi ini, bantuan dari pihak luar sangat dibutuhkan. Dan berkaca pada kondisi inilah, aksi galang donasi korban konflik marak dilakukan di sudut-sudut dan pinggir jalan sebagai bentuk aksi solidaritas kemanusiaan.

Baca Juga : Problem India, Nasionalisme dan Upaya Mengukuhkan Solidaritas Kemanusiaan

Ada pula yang menempuh jalur berbeda, yakni dengan menggalang massa untuk melakukan aksi protes di depan pemangku kepentingan. Dalam konteks Indonesia, aksi protes dilakukan di depan kedutaan besar negara yang bersangkutan yang ada di Indonesia. Misalnya dalam beberapa hari lalu, aksi protes yang bertajuk aksi solidaritas kemanusiaan untuk Muslim India digelar di depan kedutaan besar India yang berada di Indonesia.

Keblablasan

Secara yuridis, dua bentuk aksi solidaritas tersebut sejalan dengan amanat undang-undang, baik yang berlaku di Indonesia maupun di dunia internasional. Khusus dunia Intermasional, kita mengetahui ada Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 PBB pasal 15, dimana dalam ketentuan ini menjelaskan bahwa hakikat negara adalah untuk melindungi setiap warganegaranya secara keseluruhan tanpa memandang agama, golongan dan lain sebagai. Jika ia tercatat sebagai warga negara India misalnya, maka pemerintah India berhak melindungi semua warga negara tanpa memandang apakah ia warganegara Hindu, Muslim, Kristen dan lain sebagainya.

Namun, kita sayangkan aksi solidaritas kemanusiaan digelar dengan tanpa menjunjung tinggi nilai-nilai keadaban. Alpanya keadaban dalam seluruh gelaran di dunia ini, termasuk aksi solidaritas kemanusiaan, akan mencemari kesucian aksi tersebut. Kita bisa menyimak, baik melalui media televisi maupun media sosial, betapa aksi solidaritas kemanusiaan yang digelar beberapa waktu lalu sungguh memilukan karena dilaksanakan dengan cara-cara yang jaduh dari nilai-nilai keadaban.

Solidaritas kemanusiaan yang memiliki misi suci dan positif, berubah menjadi aksi saling hujat, menyakiti, dan diekspresikan dengan rasa benci. Ironis memang, namun itulah kondisi yang terjadi di lapangan. Tentu kita tidak mengecam aksi solidaritas kemanusiaan yang digelar, namun yang kita kecam adalah cara mengekspresikan aksi solidaritas yang jauh dari keadaban atau aksi solidaritas tersebut sudah keblablasan, sehingga menjadi kesempatan untuk meluapkan kebencian dan balas dendam.

Semakin Menjauh dari Nilai-nilai Islam

Islam bukanlah agama yang keras, bar-bar dan brutal. Islam adalah agama damai, ramah dan menjunjung tinggi keadaban. Bahkan kedadaban ini mendapat perhatian khusus dari pembawa agama ini, yakni Nabi Muhammad Saw. Dalam sebauh hadis yang masyhur, dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad Saw bersabda: ‘Sesunggunya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia’.

Ini baru dasar ajaran dan sesuatu yang sudah hampir menjadi pengetahuan umum bagi umat Islam, sejatinya masih banyak lagi nilai-nilai mulia tentang bagaimana menyampaikan pendapat dalam Islam dan lain sebagainya. Namun, kita mengetahui bahwa dalam aksi solidaritas kemanusian berkali-kali terlontar kata-kata yang mengarah pada penghinaan, cacian, dan sejenisnya.

Cara mereka menyampaikan isi otak dalam orasi di ruang publik seringkali kurang etis. Semua ini bukan dalam rangka membangun framming sehingga ada yang berpendapat bahwa kenapa yang disorot bukanlah subtansi dari tuntutan aksi, namun orasi-orasi. Baiklah. Tentu saja kita sepakat bahwa sesuatu yang baik harus disampaikan dengan cara yang baik pula, bukan?

Inilah pentingnya memahami ajaran Islam dengan maksimal dan sampai tuntas, tidak hanya dalam tataran belajar, namun juga pada tataran yang lebih dalam lagi, yakni dalam praktek. Untuk itu, marilah junjung tinggi solidaritas kemanusiaan untuk keadaban bangsa, jangan gunakan cara-cara yang mengarah pada semakin menjauhnya nilai-nilai Islam dalam kegiatan yang membawa nama Islam.

Facebook Comments