Di saat manusia kehilangan arah, bercerai-berai, antar kelompok satu dengan lainnya saling menaruh curiga dan gemar menebar fitnah, kehidupan di dunia ini tidak akan bisa optimal, tinggal menunggu menuju jurang kehancuran. Dalam kondisi inilah, agama sudah sepapututnya hadir sebagai solusi atas beberapa persoalan yang terjadi.
Sejarah agama Islam dengan gamblang memberikan tuntunan bahwa hal utama yang dilakukan Nabi Muhammad SAW sesampai di kota Madinah, adalah mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshor. Manusia nomor satu yang memiliki pengaruh sepanjang sejarah dunia itu hendak mengatakan pada dunia bahwa persaudaraan adalah hal pertama dalam membangun tatanan yang harmonis dan produktif.
Persaudaraan menjadi asas pertama yang dibangun Rasulullah kala itu sebelum Madinah maju dan memiliki peradaban tinggi pada kala itu. Apa yang ditempuh Nabi bukanlah sesuatu yang kebetulan, melainkan berdasarkan tuntunan agama.
Dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad bersabda: “Salah seorang diantara kamu tidak dapat dikatakan beriman sempurna sehingga mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri”. (HR. Bukhori Muslim).
Nasih Ulwan (1989), menjelaskan bahwa Ukhuwah Islamiyah merupakan kekuatan iman dan spiritual serta sosial menjadi pondasi dalam menapaki kehidupan sehari-hari di relung komunikasi dan interaksi antar sesama. Lebih lanjut, ia mengingatkan; manakala ukhuwah lepas dari kendali, maka lepas pula arti dari persatuan dan kesatuan, bahkan sirna juga keharmonisan. Jelaslah umat manusia akan porak-poranda dikarena ukhuwah telah musnah.
Faktor Penyebab
Fitnah menjadi faktor penyebab ukhuwah (persaudaraan) menjadi punah. Umumnya, fitnah itu muncul, salah satunya karena ta’asub dan fanatisme berlebihan terhadap kelompoknya sendiri dan cenderung meremehkan dan menjatuhkan kelompok yang lain.
Baca Juga :Resolusi Tahun 2020: Menyemarakkan Toleransi dan Anti Radikalisme
Benar. Kehidupan beragama dan berbangsa saat ini dijejaki oleh fitnah. Celakanya, fitnah itu terjadi dalam antar tubuh umat atau kelompok Islam sendiri, namun berbeda pandangan dan ideologi serta pilihan politik.
Ketahuilah umat Islam, sesungguhnya fitnah, yang menjadikan umat Islam terpecah-belah, berbenturan, dan akhirnya saling bermusuhan adalah tiou daya setan dan musuh-musuh Islam.
Nabi Muhammad SAW bersabda: “Siapa yang keluar dari ketaatan dan memecah-belah jamaah (umat Islam), lalu mati, dia mati dalam keadaan mati jahiliyah. Siapa yang terbunuh di bawah panji buta, dia marah untuk kelompok dan berperang untuk kelompok, dia bukan bagian dari umatku. Siapa saja yang keluar dari umatku untuk memerangi umatku, memerangi orang baik dan jahatnya, serta tidak takut akibat perbuatannya atas orang Mukmin dan tidak memenuhi perjanjiannya, dia bukanlah bagian dari golonganku.”(HR Muslim).
Ber-ukhuwah di Zaman Penuh Fitnah
Iswandi Syahputra, Guru Besar Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar dalam bidang Ilmu komunikasi menjelaskan betapa era saat ini adalah era penuh dengan ujaran kebencian. Ia lalu merinci empat lingkar spiral kebencian yang menyebar di media sosial. Spiral pertama, kebencian masih bersifat personal, tersimpan dan tgerpendam. Pada tahap ini, kebencian muncul karena adanya penerimaan, penyerapan, atau internalisasi berbagai informasi yang beredar di media sosial.
Lingkar spiral kedua, kebencian muncul sebagai akibat saling berbagi informasi tertentu pada suatu kelompok yang memiliki karakteristik yang sama, sehingga kebencian dalam posisi ini menjadi kebencian bersama yang sekaligus dapat mengokohkan pandangan anggota kelompok yang sejenis.
Lingkar spiral ketiga, kebencian sudah merampah pada ranah yang luas; di sosial media lintas kelompok netizen. “Pada lingkar spiral ini, informasi bukan lagi sekedar informasi, melainkan menjadi agenda atau isu publik, ungkap Iswandi sebagaimana dikutip dari jateng.sindonews.com (10/11).
Pada lingkar spiral keempat, kebencian meledak sebagai ujaran kebencian yang tersampaikan di media sosial karena meraih dukungan kelompok komunal.
Dari lingkarang spiral kebencian inilah ada unsur materi fitnah. Sehingga menjadi ancaman persaudaraan yang telah susah payah dan lama dibangun oleh para founding fathers kita.
Di tengah derasnya ujaran kebencian, fitnah, agitasi dan semacamnya, maka ber-ukhuwah menjadi solusi yang penerapannya tidak bisa ditawar lagi. Mantan Rais Aam PBNU, KH. Ahmad Shiddiq, pada suatu ketika sedang menjelaskan konsep ukhuwah (persaudaraan). Menurutnya, ada tiga macam ukhuwah.
Pertama, ukhuwah islamiyah (persaudaraan antar umat Islam). Dalam konsep ini, persaudaraan dijalin atasdasar kesamaan iman, sama-sama memeluk Islam. Lingkup bersaudaraan ini memang terbatas pada ranah agama. Namun demikian, teritorial, geografis, ekonomi dan lainnya tidak menjadi penghalang, sehingga dalam konsep ini, seluruh umat Islam seluruh dunia bersaudara. Muslim Palestina misalnya, mereka adalah saudara.
Kedua, ukhuwah wathaniyah (persaudaraan bangsa). Lain halnya dengan konsep pertama yang dibatasi pada aspek keyakinan, ranah kedua ini jangkauannya lebih luas; lintas suku, agama, suku, golongan, dan komunitas. Hemat kata, seorang bersaudara didasari atas kesamaan bangsa. Apapun pilihan politik, agama, dan lainnya, asalkan masih menghirup udara Indonesia secara gratis, maka harus bersaudara; menjaga dan membangun Indonesia bersama.
Ketiga, ukhuwah basyariyah/insaniyah (persaudaraan umat manusia). Persaudaraan model ini tidak dibatasi sekat-sekat primordial-teritorial. Semua manusia pada dasarnya adalah saudara. Inilah paradigma ukhuwah basyariyah, bersaudara didasari karena sebagai manusia. Kita hendak bergaul, menolong dan kerjasama tidak memandang identitas, agama, suku dan lainnya.
Tiga konsep persaudaraan sebagaimana diuraian di atas, penulis yakini menjadi solusi atas segala persoalan yang terjadi selama ini, seperti maraknya ujaran kebencian, saling melaporkan atas dasar rasa persaingan, memfitnah dan lain sebagainya.