Corona, Hoaks dan Kecemasan Publik

Corona, Hoaks dan Kecemasan Publik

- in Narasi
2092
1
Corona, Hoaks dan Kecemasan Publik

Gelombang penyebaran virus Covid 19 atau Coronavirus akhirnya sampai di kawasan Asia Tenggara, salah satunya Indonesia. Data per-Minggu (23/03/2020) setidaknya 514 orang di Indonesia dinyatakan positif Covid-19, 48 meninggal dan 29 orang dinyatakan sembuh. Di awal masa penyebaran Corona di Wuhan, China, pemerintah Indonesia dan juga negara di seluruh dunia barangkali tidak mengira penyebaran Covid-19 akan semasif sekarang. Namun, banyak negara termasuk Indonesia pun kini telah berbenah dan mempersiapkan kemungkinan paling buruk.

Sebagian besar negara di kawasan Eropa yang dilanda pandemik Corona mengambil langkah lockdown, yakni menutup akses masuk dan keluar negara tersebut. Sebagian lainnya memilih opsi nonlockdown, yakni dengan melakukan tes massal pada warga dan menerapkan kebijakan social distancing alias jaga jarak, yakni membatasi interaksi fisik antarwarga. Indonesia memilih opsi kedua, yakni tidak menutup akses keluar-masuk negara, namun membatasi pergerakan masyarakat agar penyebaran Corona tidak kian masif.

Selain itu, pemerintah juga giat meningkatkan kesiapan tenaga medis, alat-alat kesehatan serta rumah sakit khusus pasien Corona. Pada Senin (22/03/2020) Presiden Jokowi meresmikan rumah sakit khusus isolasi pasien Corona yang menempati gedung wisma atlet Asian Games. Di hari yang sama, pesawat Hercules TNI yang mengangkut bantuan obat-obatan dan alat medis dari China juga tiba di Indonesia. Sebuah kabar yang tentu menggembirakan sekaligus menerbitkan harapan.

Sebaran Hoaks

Namun, di tengah perang global melawan pandemik Corona, ada saja pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang dengan menyebarkan berita-berita palsu (hoax) seputar Covid-19. Berbagai narasi menyesatkan lalu lalang hampir setiap hari linimasa media sosial kita tentang isu seputar Corona. Dan, sebagian besar di antaranya merupakan berita palsu yang tidak jelas asal-usul apalagi kebenarannya. Berbagai berita palsu seputar Corona itu ada yang berkaitan dengan isu agama dan ada pula yang berkaitan dengan isu politik global.

Baca Juga : Corona dan Egosektoral Kita

Misalnya, kabar yang mengatakan bahwa virus Corona sengaja diciptakan oleh negara tertentu untuk menghancurkan ekonomi dunia dan akhirnya memudahkan negara tersebut menguasai dunia. Ada pula yang mengaitkan penyebaran Corona dengan isu keagamaan, yakni virus Corona diciptakan untuk mengancurkan negara-negara Islam. Selain berita-berita hoaks menyesatkan itu, fenomena penyebaran Corona juga diwarnai oleh penyebaran berita simpang-siur tentang penularan Covid-19 dan obat-obatan yang dikaim bisa menyembuhkan Corona padahal belum teruji sepeneuhnya. Hoaks ini berkembang masif di dunia maya, terutama media sosial seperti Facebook, Twitter, dan media sosial lainnya.

Di tengah perkembangan dunia teknologi dan komunikasi seperti saat ini, isu besar apalagi seperti pandemi Corona memang rawan ditunggangi oleh berbagai kepentingan. Ada kepentingan besar, seperti media-media massa mainstream yang berharap menangguk untung dari pemberitaan yang sensasional dan bernuansa clickbite.Selain itu ada pula kepentingan pihak tertentu yang sengaja memanfaatkan situasi ketidakpastian dengan menarasikan berita-berita palsu. Salah satu tujuannya ialah mendelegitimasi kinerja pemerintah yang telah berupaya keras melawan pandemi Corona.

Masifnya penyebaran berita hoaks tentang Corona yang tidak kalah masif dengan penularan virus tersebut sudah barang tentu menimbulkan dampak negatif, terutama pada masyarakat. Secara psikologis, semburan berita yang belum terkonfirmasi kebenarannya itu kian membuat publik bersikap panik dan ujungnya banyak melakukan hal-hal di luar akal sehat. Isu tentang lockdown misalnya yang belum diputuskan secara resmi oleh masyarakat membuat publik berspekulasi dengan memborong bahan makanan di supermarket.

Selain itu, secara psikologis masifnya berita hoaks seputar Corona juga sedikit banyak juga berpengaruh pada menurunnya stamina masyarakat. Seperti kita tahu, hoaks yang terus-menerus dikonsumsi oleh masyarakat akan menyerang salah satu bagian otak yang disebut Amygdala, yakni bagian otak yang berfungsi mendeteksi ancaman. Lantaran diserang terus-terusan oleh berita hoaks yang menimbulkan ketakutan, amygdala pun bereaksi secara berlebihan dan berakibat pada menurunnya stamina dan daya tahan tubuh. Kondisi ini tentu berbahaya karena salah satu senjata melawan pandemi Corona ialah dengan menjaga stamina dan daya tahan tubuh agar imun kita tetap terjaga.

Langkah Cerdas

Di titik ini harus kita akui bahwa saat ini ia berperang dengan dua musuh sekaligus, yakni Covid-19 yang sebarannya kian tidak terkendali serta penyebaran berita palsu tentang Corona yang juga telah menimbulkan kecemasan publik. Dua hal itu menjadi musuh bersama yang harus kita lawan. Sebagai masyarakat awam, perang terhadap Corona bisa kita lakukan dengan mengikuti anjuran pemerintah mengenai social distancing yakni menjaga jarak satu sama lain ketika berada di tempat umum, menjaga kesehatan serta kebersihan lingkungan agar virus Corona tidak mudah berkembang biak dan menyebar. Namun, dalam melawan hoaks terhadap isu Corona kita tentu berperan aktif.

Langkah pertama yang harus dilakukan ialah tidak mengakses dan menyebarkan berita tentang Corona kecuali bersumber dari pihak-pihak yang otoritatif, baik itu media massa mainstream maupun sumber pemerintah yang terpercaya lainnya. Badan kesehatan dunia, World Health Organisation (WHO) sebenarnya telah menjalin kerjasama dengan WhatsApp dengan membentuk untuk melayani pertanyaan publik tentang seputar Corona melalui chatbot. Saluran itu kiranya bisa menjadi kanal informasi publik yang valid dan terpercaya mengenai Covid-19.

Langkah kedua, untuk menganggulangi kecemasan publik, kita juga perlu mengurangi intensitas kita membagikan berita dan informasi tentang Corona yang bernuansa menakut-nakuti atau membuat panik. Sekali lagi ditekankan bahwa kondisi psikologis yang stabil penting di masa-masa krisis seperti ini. Kian meningkat kecemasan publik, berpotensi menimbulkan kekacauan sosial yang lebih besar.

Terakhir, namun tidak pentingnya ialah menyebarluaskan informasi dan berita yang membangun optimisme publik bahwa kita bisa memenangkan perang melawan Corona sekaligus melewati masa-masa sulit ini. Di tengah ketidakpastian dan kekalutan publik, berita dan informasi yang bernilai positif akan berdampak signifikan, setidaknya dalam memberikan kekuatan pada masyarakat agar tetap patuh pada anjuran pemerintah dan lembaga otoritatif lainnya. Sebagai manusia biasa, ketakutan dalam menghadapi situasi krisis yang penuh ketidakpastian adalah hal yang lumrah. Fitrah dasar manusia memang ditakdirkan untuk bisa merasakan ketakutan, keterasingan dan kecemasan. Namun, jangan sampai kecemasan itu dibiarkan berlarut, apalagi dibumbui dengan berita hoaks dan informasi menyesatkan lainnya yang tidak bertanggung jawab. Perang melawan pandemi Corona ini adalah perang total bersama yang niscaya bisa kita menangkan dengan kesadaran dan partisipasi aktif semua elemen masyarakat.

Facebook Comments