Wabah Corona membuat semua orang cemas dan takut. Ketakutan ini muncul selain dari ganasnya serangan virus yang berbahaya itu, juga akibat dari gambaran media sosial yang tidak terkontrol dalam menanggapi Corona. Bahkan dalam realitanya, gambaran media sosial tentang Corona lebih menakutkan ketimbang Corona itu sendiri.
Dalam menanggulangi virus yang berbahaya ini, pemerintah sudah menyatakan perlunya social distancing, penjarakan sosial. Artinya kita perlu menjaga jarak –minimal 1 meter –antara satu dengan yang lain untuk meminimalisir penyebaran virus. Meskipun WHO sendiri dalam beberapa minggu ini sudah meralat istilah itu dengan phsycal distancing, penjarakan fisik. Sebab penekanannya lebih kepada penjarakan fisik, bukan sosialnya.
Gambaran Corona yang sangat menakutkan yang dibuat oleh media sosial menurut beberapa ahli bisa membuat imunitas tubuh manusia menurun. Penurunan daya tahan tubuh otomatis akan lebih mudah dihinggapi oleh virus.
Dalam konteks inilah saya kira, melakukansocial distancing belum cukup, tetapi kita juga perlu melakukan social media distancing. Maksud yang terakhir ini adalah penjarakan manusia dalam menggunakan dan mengkonsumsi informasi dari sosial media.
Penggunaan media sosial yang berlebihan, apalagi saban hari kita disuguhi berita Corona yang mengerikan –kadang kita tak tahu lagi mana fakta dan mana opini –akan memperlambat kita dalam menanggulangi pandemi berbahaya ini.
Baca Juga : Sya’ban, Social Distancing, dan Keselamatan Bangsa
Kita sering terjebak pada lingkaran ketakutan yang kita ciptakan sendiri. Corona memang menakutkan, tetapi membuat gambaran yang sangat berlebihan apalagi dengan judul bombastis, kita sering masuk dalam perangkat ketakutan yang kita buat sendiri.
Kini saatnya kita perlu social media distancing, dengan cara mengurangi durasi bersosial media kita, mengontrol smartphone kita untuk lebih bisa mengakses hal-hal yang membuat kita bangkit dan ada rasa optimisme, dan menjauhi berita-berita yang bisa menurunkan daya imunitas tubuh kita.
Berita-berita clickbait perlu dihindari, antara judul dengan isi jauh beda, perlu dihindari. Postingan provokatif apalagi hoax harus dibuang. Dan, pada saat yang sama, kita juga harus menahan diri dari postingan yang membuat orang lain cemas dan takut.
Yang perlu kita tekankan justru postingan-postingan yang membuat kita optimis dan menjadikan kita lebih bersemangat lagi. Motivasi itu penting diviralkan di sosial media. Kalau negara atau wilayah lain –semisal Wuhan (Cina) umpamanya –bisa keluar dari pandemi ini, mengapa kita tidak.
Meski kita melakukan penjarakan di dunia nyata itu bukan berarti membuat kita untuk tidak saling menguatkan, saling bahu-membahu, dan saling memotivasi satu-sama lain. Penjarakan di media sosial maksudnya adalah menjauhkan diri di dunia maya kita dari segala hal yang membuat imunitas tubuh semakin berkurang.
Terkadang kita sibuk melakukan agar tubuh kita tidak kena virus itu di dunia nyata, tetapi hal yang sama tidak kita lakukan di dunia maya. Otak kita masih disusupi berita dan postingan-postingan yang membuat kita cemas dan takut.
Kecemasan publik akibat dari postingan hoax atau postingan yang menggambarkan Corona dengan cara menakutkan perlu diamankan oleh pemerintah. Postingan yang sengaja membuat masyarakat takut, atau sengat menakut-nakuti perlu segera ditertibkan. Ketahanan daya fisik itu perlu, tetapi menjaga kesehatan psikis dan otak itu juga sangat urgen. Jangan sampai fisik kita terus-menerus kita jaga agar tidak kena virus berbahaya ini, tetapi pada saat yang sama kita abai akan kesehatan mental, psikis, dan otak kita dari ulah sosial media yang membuat kita ketakutan. Kinilah saatnya kita perlu melakukan social media distancing.