Bulan Sya’ban kembali menyapa kaum muslim di seluruh dunia, di tengah kemelut pandemi Covid-19. Termasuk di Indonesia, kehadiran bulan Sya’ban kali ini juga di tengah situasi penuh keprihatinan. Indonesia menjadi negara yang juga terjangkit Covid-19. Sampai hari ini, sebagaimana laporan Kompas, jumlah total pasien positif virus corona mencapai 790 orang. Berdasarkan tabel data harian perkembangan pasien Covid-19, hingga 25 Maret sebaran penularan Covid-19 terjadi di 24 provinsi. Dari seluruh provinsi yang tercatat ada penularan, DKI Jakarta masih mencatat jumlah penularan tertinggi yakni sebanyak 463 kasus.
Walaupun di tengah badai virus corona, kehadiran bulan Sya’ban semestinya tetap bisa dimaksimalkan oleh kaum muslimin untuk terus mengoptimalkan ibadah. Apalagi bulan Sya’ban merupakan bulan yang menjadi penghubung dengan bulan Ramadhan. Bulan Sya’ban ini juga memiliki keistimewaan, karena pada bulan inilah amal manusia terangkat. Keistimewaan bulan Sya’ban juga bisa dilihat dari makna Sya’ban itu sendiri.
Menurut Al-Imam ‘Abdurraḥman As-Shafury dalam Nuzhatul Majalis wa Muntakhabun Nafa’is, mengatakan bahwa kata Sya’ban merupakan singkatan dari huruf syin yang berarti kemuliaan atau syaraf. Huruf ‘ain yang berarti derajat dan kedudukan yang tinggi yang terhormat atau ‘uluwwu. Huruf ba’ yang berarti kebaikan atau birru. Huruf alif yang berarti kasih sayang atau ulfah. Huruf nun yang berarti cahaya atau nur. Dari definisi ini, nampak jelas bahwa bulan ini memang memiliki keistimewaan yang tidak boleh diabaikan oleh kaum muslimin.
Kebijakan Lockdown dan Keselamatan Bangsa
Keistimewaan bulan Sya’ban memang akan terasa jika dimaksimalkan untuk beribadah. Untuk Sya’ban tahun ini, memang terasa berbeda karena adanya kebijakan social distancing atau physical distance yang diterapkan pemerintah. Kebijakan menuntut jaga jarak dan menghindari kerumunan. Pilihan berada di rumah dilakukan sebagai ikhtiyar menekan laju penyebaran Covid-19 di Indonesia.
Baca Juga : Wabah Corona dan Pentingnya Jurnalisme Empati
Kebijakan social distancing yang diterapkan pemerintah, semestinya justru menambah gairah ibadah kaum muslim di bulan Sya’ban ini. Hal ini karena kaum muslimin bisa fokus di rumah masing-masing sehingga bisa maksimal dalam beribadah. Ada dua bentuk ibadah yang bisa dilakukan di masa-masa seperti ini.
Pertama, ibadah yang berkaitan dengan Allah atau hablum minallah. Di bulan Sya’ban, banyak amalan-amalan ibadah yang bisa dilakukan di rumah. Amalan pokok tentu saja berpuasa. Dahulu Nabi saw banyak berpuasa pada bulan Sya’ban. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan pengakuan Aisyah, bahwa Rasulullah SAW tidak pernah berpuasa (sunnah) lebih banyak daripada ketika bulan Sya’ban.
Selain berpuasa, pada bulan ini umat Islam juga dianjurkan untuk memperbanyak berdzikir dan meminta ampunan serta pertolongan dari Allah Swt. Apalagi pada bulan ini, Allah banyak sekali menurunkan kebaikan-kebaikan berupasyafaat (pertolongan), maghfirah (ampunan), dan itqun min adzabin naar (pembebasan dari siksaan api neraka). Pada bulan ini juga terdapat malam nishfu sya’ban, dimana kaum muslimin dianjurkan untuk menghidupkannya dengan amalan kebaikan. Menghidupkan malam nishfu sya’ban pun bisa dilakukan di rumah, mengingat kondisi sedang darurat Covid-19.
Kedua, ibadah yang berkaitan dengan manusia atau hablum minannas. Pada bulan Sya’ban kaum berusaha memuliakannya dengan mengadakan shodaqoh dan menjalin silaturrahim. Kaum muslim di Nusantara malah menyambut keistimewaan bulan Sya’ban ini dengan mempererat silaturrahim melalui pengiriman oleh-oleh yang berupa makanan kepada para kerabat, sanak famili dan kolega kerja mereka. Sehingga terciptalah tradisi saling mengirim oleh-oleh diantara umat Islam.
Karena bulan Sya’ban tahun ini berbarengan dengan kondisi darurat Covid-19, tentu kegiatan di atas tidak bisa dilakukan. Justru memilih ‘berdiam diri’ di rumah itulah yang menjadi ibadah penting saat ini. Dengan berdiam diri di rumah, artinya kaum muslim berusaha memutus rantai penyebaran Covid-19. Disinilah makna pentingnya ibadah hablum minannas, yakni menjamin keselamatan orang lain.
Dalam skala yang lebih besar, dengan kaum muslimin memilih berdiam diri di rumah dan fokus beribadah di rumah, artinya kaum muslim berusaha menyelamatkan bangsanya dari pandemi corona yang mematikan. Tentu ini menjadi sikap yang mulia dan menunjukkan bahwa rasa cinta tanah air masih mengalir di hati kaum muslimin. Mereka tidak rela jika bangsanya hancur karena virus corona terus menyebar. Semoga saja gerakan ini bisa dilakukan oleh seluruh komponen bangsa, bukan hanya terbatas pada kaum muslimin semata. Sehingga upaya penyelamatan bangsa akan jauh lebih mudah dan lebih efektif.