ISIS Masih Tebar Pesona Teror di Filipina, Indonesia Harus Apa?

ISIS Masih Tebar Pesona Teror di Filipina, Indonesia Harus Apa?

- in Faktual
28
0
ISIS Masih Tebar Pesona Teror di Filipina, Indonesia Harus Apa?

Sebuah bom meledak di tengah pelaksanaan Misa Katolik di gimnasium Universitas Negeri Mindanao di Marawi, Filipina Selatan pada Minggu (3/12) pagi. Akibatnya, dilaporkan empat orang tewas dan 50 lainnya mengalami luka-luka.

Kelompok teroris ISIS dengan sergap mengklaim sebagai dalang dari serangan tersebut. Dalam keterangannya yang dikirim melalui telegram : “Tentara kekhalifahan meledakkan alat peledak di sebuah pertemuan besar umat Kristen… di kota Marawi,” diberitakan AFP, Minggu (3/12).

Beberapa waktu yang lalu, memang militer Filipina melancarkan serangan udara yang menewaskan 11 militan Islam dari organisasi Dawlah Islamiah-Filipina di Mindanao. Bisa jadi, serangan ini adalah bagian dari balas dendam atas serangan sebelumnya yang dilancarkan militer Filipina.

Logika balas dendam memang kerap menjadi salah satu motivasi besar dalam aksi terorisme di mana pun. Balas dendam akhirnya dilakukan secara acak dengan mengorbankan orang yang tidak bersalah. Kenapa orang tidak bersalah sebagai korban?

Itulah aksi terorisme. Terorisme adalah panggung kekerasan dengan tujuan motif politik yang kuat. Tebar pesona teror adalah untuk menggaet atensi pemerintah dan munculnya ketakutan publik. Berperang melawan teror sejatinya juga berperang melawan mindset untuk tidak mau tunduk dengan logika keterancaman dan ketakutan yang ditebar melalui aksinya.

Persoalan kedua adalah pengukuhan eksistensi. Terorisme menjadi ajang tebar pesona eksistensi kelompok teror yang masih ada. ISIS porak poranda di Irak-Suriah dalam waktu yang tidak cukup lama saat menikmati bulan madu impian khilafahnya. Namun, eksistensi ideologis dan jaringan simpatisannya di berbagai negara tidak pernah mati.

Tebar eksistensi ini bisa menularkan pengaruh dan mendorong keberanian sel-sel tidur terorisme di beberapa negara lain. Bom yang mengguncang Paris secara beruntun, misalnya, direplika dengan cukup berani oleh sel teror di Indonesia melalui komando Bahrun Naim dari Suriah dengan beraksi di jalanan Thamrin, Jakarta pada tahun 2016 silam.

Tanpa menafikan faktor dinamika dalam negeri Filipina dengan ancaman separatisme di Mindanao, Bom di tengah Misa Katolik itu juga patut menjadi bahan kewaspadaan kita bersama di dalam negeri. ISIS masih ada secara jaringan, ideologi dan gerakannya. Termasuk di Indonesia.

Kelengahan, keabaian, dan hiruk pikuk dinamika dalam negeri yang menomorduakan keamanan akan menjadi celah bagi munculnya pamer dan tebar pesona ISIS khususnya menjelang akhir tahun. Jangan berikan peluang sedikit pun bagi kelompok teror untuk melancarkan aksinya.

Penguatan preventive strike yang masih ampuh dilakukan aparat penegak hukum dalam mengamputasi rencana aksi harus ditingkatkan. Namun, terpenting pula sistem deteksi dini berbasis komunitas dan masyarakat harus digalakkan untuk tidak memberikan kenyamanan sel-sel mereka hidup subur di tengah masyarakat.

Pada akhirnya, kita harus terus berkomitmen menjaga kerukunan dan toleransi di negeri ini. Penyakit benci terhadap perbedaan dan rasa paling berhak untuk menjadi paling benar adalah celah rentan dari serangan virus kekerasan dan terorisme di tengah masyarakat.

Daya tahan masyarakat (community resilience) penting untuk selalui dikuatkan dengan pandangan toleransi dan moderasi. Kepedulian masyarakat (public awareness) pun harus disemarakkan. Kegagalan kelompok terorisme adalah ketika mereka menyadari tidak ada satupun masyarakat yang bersimpati terhadap narasi mereka yang cenderung memecah belah persatuan dan mengajak kekerasan.

Masyarakat harus menciptakan panggung alternatif melawan panggung kekerasan terorisme. Panggung sosial yang harus dibangun dilatari dengan basis ketahanan ideologi dan cerita rukun, guyub dan gotong royong masyarakat dalam pentas kisah nusantara yang harmoni.

Facebook Comments