Larangan Menyakiti Hati Penerima Zakat

Larangan Menyakiti Hati Penerima Zakat

- in Narasi
1998
0
Larangan Menyakiti Hati Penerima Zakat

Keadilan sosial tidak selamanya menuntut setiap orang memiliki harta sepadan. Namun, keadilan sosial menuntut setiap orang merasa nyaman dengan keadaan masing-masing serta menuntut adanya kesetaraan dalam mendapatkan hak-hak hidup. Dalam keadilan sosial, mestinya perbedaan strata ekonomi tidak menghalangi seseorang untuk bisa mendapatkan hak makan, minum, tempat tinggal, hingga pendidikan. Meski ada yang kaya, ada yang miskin, semua memiliki hak hidup sama.

Dalam hidup bermasyarakat, keadilan sosial akan terwujud manakala si kaya suka berderma kepada si miskin. Dan, dalam agama Islam terdapat perintah sedekat ataupun zakat sehingga kepemilikan seseorang dapat dimanfaatkan oleh orang lain. Allah SWT berfirman, “Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah [2] : 110).

Dalam ayat yang lain, Allah SWT juga berfirman, “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah [2] : 177).

Yang menjadi persoalan sekarang adalah, banyak dari muzakki (orang yang memberikan zakat) kita harus menyertai perkataan tidak nyaman kepada mustahiq (orang yang berhak mendapatkan zakat). Muzakki kita harus memberikan wejangan ataupun petuah yang intinya merendahkan mustahiq. Inti dari perkataan muzakki adalah mengatakan bahwa mustahiq bisa “begini” atau “begitu” sebab bantuanya. Tanpa bantuanya, ia mengklaim orang lain tidak bisa apa-apa.

Perbuatan menyakiti hati mustahiq zakat atau penerima sedekah semacam ini merupakan larangan agama. Bahkan, pahala seseorang yang melakukan hal demikian akan disirnakan. Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena ria kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Baqarah [2]: 164).

Tak cukup dengan penghapusan pahala, seseorang yang mengungkit pemberian kepada orang lain akan mendapatkan siksa dari Allah SWT. nabi Muhammad SAW bersabda, “Tiga orang yang tidak akan diajak bicara, tidak dilihat, dan tidak disucikan oleh Allah; sedangkan bagi mereka siksa yang pedih: yakni musbil (memanjangkan kain sampai di bawah mata kaki karena sombong), al-mannan (orang yang mengungkit-ungkit/menyebut-nyebut pemberian) dan yang melariskan barang dagangannya dengan sumpah palsu.” (HR. Muslim).

Bermula dari sinilah, muzakki meski menata niat yang baik. Jangan sampai harta benda yang mereka berikan justru menjadi bahan ketidaknyamanan hati orang miskin. Selain itu, jangan sampai seseorang telah menginfakkan hartanya namun tidak mendapat balasan pahala, justru murka Allah SWT. Jika setiap muzakki telah mendasari perbuatannya dengan laku ikhlas, insyaallah si miskin akan menerima harta dengan hati senang dan muzakki pun akan medapatkan pahala berlipat dari Allah SWT.

Wallahu a’lam.

Facebook Comments