Penumpang Gelap Aksi Demonstrasi dan Pentingnya Tabayun Kebangsaan

Penumpang Gelap Aksi Demonstrasi dan Pentingnya Tabayun Kebangsaan

- in Narasi
47
0

Kelompok radikal memiliki strategi sangat piawai dalam upaya memuluskan niat untuk menguasai NKRI. Setiap momen dimanfaatkan secara baik. Demonstrasi sebagai medium penyampai aspirasi dalam negara demokrasi, tak luput dijadikan kesempatan untuk menciptakan situasi buruk sehingga timbul kebencian di hati masyarakat terhadap negara. Supaya masyarakat menganggap “negara tak beradab”.

Kita masih ingat sinyalemen adanya penumpang gelap dalam gerakan mahasiswa yang menuntut pembatalan revisi UU KPK dan menolak sejumlah pengesahan RUU tahun 2019 silam. Penumpang gelap yang dimaksud adalah kelompok konservatif yang mengeskploitasi emosi keagamaan. Telah maklum kala itu, kelompok ini paling bersemangat mengkritik negara secara pedas, giat menyuarakan pergantian rezim, penegakan khilafah dan paling dekat dengan kelompok teroris yang mengatasnamakan Islam.

Demikian pula demonstrasi beberapa hari lalu menyoal RUU Pilkada oleh DPR yang terindikasi menciderai demokrasi sebab berpotensi menganulir keputusan MK. Sebagaimana pengalaman yang telah terjadi, aksi demo ini pun tak luput dari pantauan kelompok radikal untuk memancing di air keruh. Propaganda berbau khilafah bermunculan di media sosial. Sejurus kemudian mereka membuat stigma “negara tak beradab” dengan adanya demontrasi tersebut.

Memang, demontrasi menyoal RUU Pilkada oleh DPR dapat dibenarkan mengingat kehadiran Mahkamah Konstitusi (MK) memang dimaksudkan untuk memperkuat mekanisme cheks and balances dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Untuk memproteksi agar presiden bersama DPR tidak membentuk Undang-undang yang bertentangan dengan UUD 45. Hal ini sah-sah saja dikritik untuk menjaga kedaulatan demokrasi di negara kita sebagaimana diatur dalam pasal 28 UUD 45 yang menjamin kemerdekaan mengeluarkan pikiran secara lisan dan tulisan.

Namun, persoalannya menjadi berbeda manakala aksi demonstrasi ditunggangi oleh sekelompok orang tak bertanggung jawab. Aksi demonstrasi sebagai kanal menyampaikan aspirasi bisa berubah menjadi gerakan yang meninggalkan noda demokrasi dalam wujud keributan, anarkis serta bentrokan kelompok pro dan kontra, bahkan bentrok rakyat dengan negara.

Propaganda negara tak beradab oleh kelompok ekstremis bisa memicu konflik berkepanjangan. Demikian pula propaganda berbau khilafah berpotensi menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap negara. Sehingga, solusi dari semua itu tidak lain adalah negara khilafah. Akibatnya, pemberontakan tidak mustahil terjadi. Minimal, gerakan dan aksi-aksi terorisme akan menggeliat kembali sebagai akibat dari provokasi dan propaganda kelompok radikal tersebut.

Penumpang gelap yang pelakunya adalah kelompok ekstremis dalam sebuah aksi demonstrasi selalu berusaha mengikis kepercayaan publik pada demokrasi. Banyaknya tagar penegakan khilafah di media sosial jika tidak segera diantisipasi dapat menjadi ancaman demokrasi dan pluralisme di negara ini. Medsos yang sejatinya sebagai medium silaturahmi kebangsaan bagi masyarakat untuk kebaikan yang bermuara pada kedewasaan berdemokrasi, justru berbalik menjadi senjata yang mampu mempengaruhi situasi politik. Menjadi bara yang menghancurkan NKRI.

Tidak bisa dipungkiri, atmosfer media sosial menjelang pesta demokrasi seperti Pilkada dari hari ke hari kian menghangat. Ini pengalaman yang selalu terjadi di Indonesia. Perang opini dan perang tagar semakin massif menjelang pesta demokrasi untuk memenangi pertarungan politik.

Kelompok teroris selalu ambil bagian memperkeruh suasana media sosial. Namun, tujuannya bukan untuk pemenangan melainkan keributan. Supaya masyarakat antipati terhadap negara dan menilai negara demokrasi tidak sesuai sebagai sistem pemerintahan di Indonesia. Kemudian mereka menyuarakan: “penegakan khilafah adalah satu-satunya solusi”.

Sangat berbahaya. Karenanya, sterilisasi aksi demonstrasi dari penumpang gelap adalah suatu kewajiban. Tokoh agama, elit politik dan berbagai elemen masyarakat seharusnya mampu membaca situasi demikian dan memberikan pencerahan terhadap masyarakat untuk tetap menjaga pondasi persatuan Indonesia.

Tabayun Langkah Strategis Antisipasi Penumpang Gelap

Mantra media sosial kelompok radikal tidak akan efektif manakala masyarakat memiliki kesadaran untuk memproses informasi yang datang dari aneka jenis platform. Tumbuh suatu kesadaran bahwa media sosial bisa mencerahkan, membantu dan berguna dalam kehidupan namun juga bisa merusak.

Kita semua, sudah saatnya mengembalikan peran dan fungsi media media sosial sebagai sarana komunikasi dan silaturahmi, bukan sebagai alat memproduksi hoaks dan menyebarkannya. Media sosial hendaknya menghasilkan sesuatu yang produktif, bukan negatif. Apalagi terjatuh dalam perangkap kelompok radikal yang menjadi penumpang gelap dalam situasi seperti demonstrasi.

Teknologi mutakhir seperti media sosial adalah nikmat yang diberikan Tuhan kepada manusia sebagai sesuatu yang mencerahkan dan daya jangkau yang luas. Kita bisa saling mengenal dan berbagi pengetahuan serta pengalaman. Manusia terhubung oleh media sosial bukan untuk saling menghasut, memprovokasi dan adu domba. Melainkan, untuk ta’aruf atau saling mengenal.

Karenanya, tabayun atau klarifikasi sangat penting dilakukan saat ini, terutama menjelang digelarnya pesta demokrasi, yakni Pilkada. Bahwa, selalu ada kelompok yang menginginkan negara ini kacau dan hancur adalah nyata dan harus disadari dan diantisipasi oleh semua elemen bangsa.

Pesta demokrasi sejatinya adalah kegembiraan yang harus kita rayakan tanpa membangun jurang perbedaan. Pilihan politik merupakan bumbu-bumbu demokrasi untuk memilih pemimpin terbaik menurut pandangan khalayak ramai. Beda pilihan tidak dimaksudkan untuk membangun tembok pertentangan, apalagi pertikaian.

Facebook Comments