Rabu, 11 September 2024, Presiden Joko Widodo secara resmi melantik Inspektur Jenderal Polisi (Irjen Pol) Eddy Hartono sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), menggantikan Komisaris Jenderal Polisi (Komjen Pol) Rycko Amelza Dahniel yang memasuki masa purna tugasnya sebagai kepala BNPT 2023-2024.
Pelantikan ini berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 124/TPA, yang menandai era baru dalam kepemimpinan BNPT, lembaga strategis yang bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan dan melaksanakan upaya penanggulangan terorisme di Indonesia. Perubahan pimpinan ini bukan sekadar regenerasi di tubuh BNPT, tetapi juga membawa harapan baru dalam memerangi dan menanggulangi terorisme di era yang semakin kompleks, terutama dengan kemajuan teknologi yang pesat, termasuk di era kecerdasan buatan (AI).
Teknologi ini telah menjadi pedang bermata dua; di satu sisi, AI memberikan banyak manfaat dalam berbagai bidang, termasuk keamanan. Namun, di sisi lain, AI juga telah dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok teroris untuk menyebarkan propaganda, merekrut anggota, dan bahkan merencanakan serangan teror yang lebih canggih. Karena itu, tantangan bagi BNPT di bawah kepemimpinan Eddy adalah bagaimana memanfaatkan AI untuk menanggulangi terorisme, sambil mencegah teknologi ini dimanfaatkan kelompok radikal.
BNPT sebagai lembaga penanggulangan terorisme di Indonesia memiliki mandat yang luas, mulai dari pencegahan, perlindungan, deradikalisasi, hingga penindakan. Namun, dalam konteks kemajuan teknologi saat ini, khususnya AI, pendekatan-pendekatan konvensional tidak lagi cukup. Eddy Hartono diharapkan dapat membawa perubahan signifikan dengan memaksimalkan penggunaan teknologi dalam setiap aspek penanggulangan terorisme.
Penggunaan AI dalam penanggulangan terorisme bukanlah hal yang baru di tingkat global, tetapi di Indonesia, hal ini masih memerlukan perhatian lebih untuk diimplementasikan secara masif dan komprehensif. Salah satu area yang sangat potensial untuk dioptimalkan dengan AI adalah dalam hal pengumpulan intelijen. AI dapat digunakan untuk menganalisis data besar (big data) yang berasal dari berbagai sumber, seperti di media sosial (medsos).
AI mampu menemukan pola-pola yang mencurigakan dengan lebih cepat dan akurat dibandingkan manusia. Hal ini tentunya akan sangat membantu BNPT dalam mengidentifikasi ancaman terorisme sedini mungkin. Di era di mana kelompok-kelompok teroris semakin cerdas dalam menyembunyikan jejak digital mereka, penggunaan AI untuk mendeteksi pola-pola tersembunyi menjadi krusial. Teknologi ini dapat membantu menganalisis jaringan komunikasi yang kompleks serta aktivitas online yang bersifat tersembunyi, yang sering digunakan oleh kelompok teroris untuk berkoordinasi dan menyebarkan propaganda radikal-terorisme.
Namun, tantangan utama dalam penggunaan AI untuk penanggulangan terorisme perlu didukung oleh kesiapan infrastruktur dan sumber daya manusia yang memahami teknologi ini dengan mendalam. Di bawah kepemimpinan Eddy Hartono, BNPT perlu melakukan investasi yang signifikan dalam pengembangan infrastruktur teknologi serta pelatihan yang memadai.
Untuk itu, BNPT perlu bekerja sama dengan para ahli teknologi dari berbagai lembaga, termasuk universitas dan sektor swasta, akan menjadi langkah strategis untuk mengembangkan sistem AI yang dapat diandalkan dalam memerangi terorisme. Selain itu, BNPT juga harus memastikan bahwa penggunaan AI dilakukan dengan tetap mematuhi prinsip-prinsip hukum dan hak asasi manusia, agar tidak terjadi pelanggaran privasi dan kebebasan individu.
Agenda lain yang perlu diperkuat oleh Eddy Hartono adalah dalam hal pencegahan radikalisasi, yang juga bisa dioptimalkan dengan AI. Radikalisasi, terutama melalui internet, telah menjadi ancaman nyata yang sulit dikendalikan tanpa bantuan teknologi. Algoritma AI dapat digunakan untuk memonitor konten-konten di media sosial yang berpotensi mengarah pada penyebaran paham radikal dan terorisme secara intens dan massif di media sosial.
Dengan pendekatan yang lebih proaktif, BNPT dapat menandai akun-akun atau kelompok-kelompok yang menyebarkan narasi radikal sebelum mereka berhasil merekrut anggota baru. Dalam hal ini, kerja sama dengan platform media sosial dan penyedia layanan internet menjadi kunci keberhasilan. Pemerintah harus mendorong kebijakan yang lebih tegas dalam menangani konten-konten yang berhubungan dengan terorisme dan radikalisasi.
Dengan bantuan AI, BNPT dapat menciptakan program-program yang lebih terarah, menggunakan analisis data untuk memahami psikologi individu yang terlibat dalam terorisme. AI dapat membantu mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi proses radikalisasi, serta menawarkan pendekatan yang lebih personal dan efektif dalam upaya deradikalisasi. Misalnya, dengan mempelajari pola perilaku dan interaksi sosial seorang individu melalui analisis data, BNPT dapat merancang program rehabilitasi yang lebih komprehensif.