“Not to break is better than to mend”
(Mencegah lebih baik dari pada mengobati)
Kata bijak di atas memang simpel, tetapi penuh makna. Bagaimana pun juga, tindakan pencegahan itu lebih baik dari pada pengobatan. Pencegahan mengindikasikan sebagai sikap kewaspadaan, sementara pengobatan menandakan penyakit sudah menjalar. Pencegahan lebih efektif untuk menghentikan suatu persoalan, dari pada penyembuhan yang kadang membutuhkan usaha yang ekstra berat dan melelahkan.
Pencegahan dibutuhkan bukan hanya dalam soal kesehatan, tetapi juga dalam berbagai persoalan. Seperti pencegahan terhadap konten-konten radikal dan hoax di dunia maya, juga harus dilakukan. Adanya siskamling media sosial merupakan agenda penting untuk mengontrol konten-konten dan isu yang terus bertebaran. Jangan sampai konten-konten tersebut menjalar menjadi penyakit, yakni mempengaruhi publik untuk bertindak radikal.
Tindakan radikal ini bermula dari sikap yang tidak terkontrol di medsos. Dari aksi saling membully, menebar fitnah, menghina pihak lain, hingga saling mengancam. Jika terpantik emosi sedikit saja, maka tidak menutup kemungkinan bisa berujung pada kekerasan fisik. Jika terus membesar, bisa terjadi kekerasan antar golongan, bahkan perang saudara.
Pengaruh media sosial terhadap tingkah laku masyarakat memang signifikan. Sebagaimana penelitian Alzahrani dan Bach (2014) menyebutkan bahwa medsos bisa meningkatkan kecemasan dan depresi. Hal ini karena interaksi di dunia maya kadang tidak terkontrol, penuh emosional, dan mengaduk kejiwaan. Dalam kondisi labil seperti ini, jika seseorang terdoktrin dengan paham-paham radikal, maka dengan mudahnya perilaku orang tersebut menjadi radikal.
Contoh kasus adalah Suliyono, pelaku kekerasan terhadap jemaat Gereja St. Lidwina, Yogyakarta, beberapa waktu lalu. Menurut keterangan dari Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Suliyono tidak terlibat dalam jejaring teroris manapun, tetapi ia mempelajari aksi kekerasan dari internet. Ini baru satu Suliyono, bagaimana jika di luar sana juga banyak orang-orang yang setipe dengan Suliyono? Mereka mempelajari konten kekerasan bukan langsung dari kelompok teroris, tapi dari internet.
Karena itu, betapa pentingnya posisi siskamling medsos untuk mengontrol konten-konten di internet. Apalagi saat ini, konten terorisme semakin meningkat. Sebagaimana dilaporkan dalam penelitian Gabriel Weimann berjudul Terrorism in Cyberspace: The Next Generation, menunjukkan ada peningkatan muatan-muatan terorisme di internet secara signifikan sejak 1998. Pada 1998, jumlah situs yang berisi materi teroris baru 12, akan tetapi pada 2003 sudah berlipat ganda menjadi 2.650 situs web. Pada September 2015, jumlahnya beranak pinak hingga mencapai 9.800.
Sungguh data yang cukup mengkhawatirkan. Jika tidak dilakukan upaya pencegahan sejak dini, bukan tidak mungkin peningkatan konten terorisme di internet akan semakin tinggi. Produksi teror di dunia nyata pun otomatis akan meningkat karena publik begitu mudah mengakses konten teror tersebut.
Pencegahan
Banyak hal yang bisa dilakukan untuk mencegah penyebaran konten-konten radikal dan teroris di dunia maya. Pertama, siskamling mandiri. Patroli cyber kita lakukan sendiri, yakni dengan memilih dan memilah konten-konten di internet. Ketika kita berselancar di dunia maya, saat itulah kita sembari mengamati konten-konten yang ada. Jika terdapat konten yang mengandung unsur radikal, teror, hoax, maka sudah semestinya kita tinggalkan dan jangan dishare ke publik.
Sudah pasti kita sendiri harus memiliki kecerdasan digital, yakni cerdas dalam memilih konten. Jangan sampai malah kita yang terpengaruh oleh konten-konten tersebut. Karenanya, dibutuhkan analisa yang kritis ketika kita membaca konten di internet.
Kedua, siskamling berjejaring. Yakni kita bersama rekan atau orang-orang terdekat sama-sama melakukan patroli cyber. Jika diantara kita menemukan konten bernada radikal dan teror, maka segera sampaikan kepada orang-orang terdekat agar mereka tidak mengakses dan tidak men-share ke publik. Begitu juga ketika jejaring yang kita miliki menyebarkan konten radikal, segera tegur dan klarifikasi agar tidak menjalar luas.
Itulah beberapa langkah sistemik yang bisa kita lakukan di dalam mengontrol medsos. Dengan langkah-langkah siskamling tersebut, kita tentu berharap agar medsos yang kita gunakan bisa menjadi jalan keselamatan dalam hidup. Bukan sekedar keselamatan pribadi, tetapi lebih luas lagi yakni keselamatan berbangsa dan bernegara.