Membangun Solidaritas Nasional Melalui Komunitas

Membangun Solidaritas Nasional Melalui Komunitas

- in Narasi
1817
0

Solidaritas yang tinggi bisa kita temukan dalam berbagai komunitas. Mulai dari komunitas anak perantauan, tenaga kerja Indonesia di luar negeri, sampai dengan komunitas pecinta klub sepakbola. Modal solidaritas inilah yang kemudian menumbuhkan rasa senasib sepenanggungan. Ada rasa saling memiliki antar anggota komunitas. Satu saja anggota komunitas yang terbelit masalah, yang lainnya siap pasang badan untuk membantu menyelesaikannya.

Akan tetapi, jika solidaritas yang telah terbentuk dalam komunitas-komunitas kecil tidak dikelola dengan baik, bisa menimbulkan konflik. Tidak sulit untuk menemukan fenomena konflik terbuka yang menempatkan antar komunitas berhadap-hadapan. Sebutlah konflik yang kerap terjadi di kalangan pendukung sepakbola.

Sejumlah kejadian bisa menjadi bukti, bahwa konflik dalam dunia sepakbola bukanlah perkara yang remeh. Jiwa seseorang bisa melayang begitu saja lantaran diamuk massa yang tidak terima klub kesayangannya kalah. Bahkan konflik tersebut bisa meluas dengan melakukan sweeping plat nomor kendaraan sasaran. Seseorang yang tidak tahu apa-apa, tapi secara kebetulan memiliki plat nomor kendaraan sama, kerap menjadi korban.

Konflik antar pendukung klub sepakbola bisa menjadi cerminan dalam hidup bermasyarakat. Bahwa banyak orang yang mati-matian membela kelompoknya, tanpa melihat apakah ia berada di posisi yang benar atau salah. Ukurannya bukan benar dan salah, melainkan solidaritas kelompok, atau dengan istilah lain ‘nasionalisme sempit’. Lebih-lebih karakter masyarakat yang mudah terprovokasi –apalagi menyingung isu agama-, tentu semakin memperkeruh suasana.

Solidaritas Nasional

Agaknya kita perlu mengindahkan pesan Bung Karno, yaitu jangan sekali-kali melupakan sejarah. Sebuah bangsa akan besar ketika bisa belajar dari sejarah, untuk membangun peradaban masa depan. Apalagi sejarah Indonesia, yang selalu menarik untuk dipelajari dan direfleksikan. Kaitannya dengan solidaritas pun, Indonesia memiliki sejarahnya yang unik.

Indonesia hari ini merupakan hasil dari perjuangan panjang rakyat-rakyatnya. Mereka mulanya terpanggil untuk bersama-sama berjuang dari komunitas-komunitas atau organisasi-organisasi kecil. Meski jalan perjuangan mereka berbeda, tapi semangat yang diusung sama, yaitu mengusir penjajah dari tanah air Indonesia. Ada -untuk menyebut beberapa- yang berjuang melalui jalur politik seperti Serikat Islam, ada pula jalur sosial-keagamaan semacam Muhammadiyah. Jalan boleh berbeda, tapi tujuan tetaplah sama; merdeka!

Inilah yang mesti diteladani komunitas atau organisasi yang muncul belakangan. Bahwa jalan yang ditempuh boleh berbeda, tetapi semangat yang diusung sama, yaitu menjaga kesatuan dan persatuan Indonesia. Persinggungan dengan komunitas lain juga akan melatih kedewasaan kita, karena selalu berinteraksi dengan perbedaan. Sehingga, komunitas yang menjamur belakangan ini bukan malah meresahkan masyarakat, melainkan saling bahu membahu membangun Indonesia.

Cak Nun, dalam sebuah kesempatan pernah mengatakan bahwa Indonesia merupakan ‘bangsa semut’. Dalam koloni semut, hal terpenting adalah kerjasama atau gotong royong. Hal ini sesuai dengan semangat masyarakat Indonesia, yang sebenarnya mengedepankan gotong royong. Namun sayangnya, akhir-akhir ini, budaya gotong royong kian ditinggalkan. Terlebih di masa yang seakan-akan segala hal bisa diukur dengan uang, individualisme kian tumbuh subur.

Artinya, komunitas-komintas yang telah ada mestinya menyadari tugas masing-masing. Setiap bidang yang menjadi concern komunitas, mesti diarahkan kepada semangat kebangsaan, untuk memperjuangkan kesejahteraan sosial dan persatuan Indonesia. Baik itu komunitas (atau organisasi) politik, lingkungan hidup, sosial-kemasyarakatan, bahkan organisasi buruh sekalipun.

Masyarakat telah lama dibuat bingung oleh beberapa elite politik yang tak henti-hentinya bertikai. Ditambah lagi aksi teror yang kerap meletus di tempat dan waktu yang tak pernah diduga. Korban pun banyak yang berjatuhan, dan seketika itu juga masyarakat dibuat trauma. Karenanya, siapa pun yang telah bersolidaritas dalam komunitas, sudah sepantasnya ikut andil dalam mempertahankan kedamaian Indonesia. Sehingga, masyarakat bisa hidup tenang tanpa ancaman, dan dapat menjalankan aktivitas seperti biasanya.

Maka bukan saatnya lagi solidaritas hanya digunakan untuk menguatkan kelompok tertentu saja. Lebih dari itu, ada cita-cita yang mesti menjadi tujuan bersama. Cita-cita apalagi selain menjaga persatuan Indonesia, sembari coba untuk menyejahterakan masyarakat sesuai bidangnya masing-masing. Sehingga, yang awalnya sebatas kelompok, solidaritas tersebut bisa meluas, menjadi solidaritas nasional. Sekat antar komunitas menjadi tidak ada artinya sama sekali, ketimbang cita-cita bersama yang ingin agar Indonesia tetap damai dan bersatu.

Facebook Comments