Agama Untuk Para Pemula

Agama Untuk Para Pemula

- in Narasi
6097
1

Setelah mereka belajar agama dari sisi etika, maka ‘level’ pembelajaran dapat ditingkatkan pada tema ritual. Mengapa baru mengajarkan ritual setelah belajar etika? Bukankah mengajarkan ritual sangat penting? Tentu, ritual agama memang sangat penting, namun bagi anak-anak, cara mengajari ritual keagamaan cukup diberikan melalui contoh nyata saja terlebih dahulu. Seperti membiasakan anak menyaksikan orang tuanya beribadah, sambil sesekali mengajak mereka untuk melakukan hal yang sama. Namun perlu diingat, pelajaran tentang ritual -termasuk rukun wudhu, rukun sholat, najis, dll (bagi muslim)—sebaiknya diberikan setelah anak-anak selesai mempelajari etika.

Karena jika anak-anak terlebih dahulu diajari tentang “Begini sholat yang benar”, “Begini wudlu yang benar” sebelum mereka belajar tentang etika, dikhawatirkan anak-anak akan memiliki pemahaman agama yang kaku. Sehingga ketika mereka menyaksikan orang lain beribadah tidak sama dengan “Begini sholat yang benar” versi orang tuanya, anak tersebut sangat mungkin untuk langsung mencap orang tersebut sebagai orang yang ‘berbeda’.

Namun jika anak-anak terlebih dahulu diajari tentang agama dari sisi etika, mereka akan memiliki kesadaran pada perbedaan. Sehingga mereka tidak akan mudah mencap orang lain ‘berbeda’ hanya karena beberapa perbedaan kecil dalam tata cara ritualnya.

Oleh karenanya anak-anak harus memiliki ilmu agama yang tidak hanya fokus pada urusan ibadah ritual, tetapi juga ibadah sosial. Karenanya, tahapan belajar agama (islam) yang baik menurut saya adalah diawali dengan belajar tentang nilai-nilai dibalik alasan mengapa Islam itu ada, kemudian belajar tentang sejarahnya, lalu belajar tentang hal-hal yang berkaitan dengan urusan sosial, seperti; bagaimana adab kepada tetangga, bagaimana hak muslim terhadap muslim yang lain, bagaimana cara seorang muslim menghargai umat beragama yang lain. Fase ini diharapkan dapat membuat anak-anak mengerti “Oh iya, Islam ternyata diturunkan untuk membawa kabar gembira tentang kasih Tuhan”, “Oh iya, ternyata Islam diturunkan agar manusia memiliki akhlak yang mulia”, dan seterusnya.

Setelah fase ini selesai, baru kemudian anak-anak diajak belajar tentang tema-tema fikih, menyangkut hal-hal yang sifatnya ritual, yaknti tentang tuntunan sholat yang benar, puasa yang benar, zakat yang benar, dan seterusnya.
Jikapun ternyata –karena suatu hal—anak-anak harus berhenti sementara dari belajar agama sebelum sempat belajar tema ritual, paling tidak mereka telah memiliki bekal pengetahuan tentang nilai-nilai utama dan semangat agama. sehingga kelak, ketika mereka memiliki kesempatan untuk meneruskan belajar agama, mereka telah menjadi seseorang yang tidak kaku dalam memahami agama. hal ini tentu berbeda dengan anak yang mempelajari agama dari sisi ritual terlebih dahulu, ketika –karena suatu hal—mereka harus berhenti sementara dari belajar agama sebelum sempat belajar etika, maka mereka hanya akan memahami agama sebatas pelaksanaan ritual. Sehingga dikhawatirkan mereka akan tumbuh menjadi pribadi yang eksklusif dan terlalu menganggungkan ibadah ritual saja. Tulisan ini bukan sama sekali bermaksud menggampangkan pendidikan Islam.

Bagaimanapun, idealnya belajar Islam adalah dalam waktu yg panjang. Belajar Islam harus menjadi priorits. Bersabar dengan proses belajar yg lama (tuluzzaman) adalah saran dari para ulama juga tuntunan Rasulullah.Semoga si bapak, yang sedari tadi berdiri mendengar penjelasan saya, dan kita semua dapat selalu mengamalkan dan mengajarkan agama yang menjunjung tinggi perdamaian dan cinta kasih. Semoga!

Facebook Comments