Hari Pendidikan Nasional yang akan diperingati pada tanggal 2 Mei 2024 menjadi momentum penting untuk membersihkan dunia pendidikan dari intoleransi, perundungan, dan kekerasan. Tindakan preventif dan intervensi perlu dilakukan oleh masyarakat di satuan pendidikan untuk mewujudkan lingkungan pendidikan yang inklusif dan aman.
Terdapat beberapa kasus di mana tenaga pengajar maupun murid dengan tega membully hingga perilaku mereka sempat viral di media sosial. Contohnya, di SMPN 75 Jakarta Barat, terdapat kasus di mana seorang murid dipaksa menggunakan jilbab, yang kemudian mendapatkan sindiran dari seorang guru di sekolah tersebut. Di SMKN 6 Jakarta Selatan, pada Juli 2022, murid-murid dipaksa mengikuti mata pelajaran Kristen Protestan, meskipun mereka beragama Hindu dan Buddha. Dan tentu masih banyak kasus lain.
Kejadian yang baru-baru ini terjadi menunjukkan betapa pentingnya upaya pencegahan terhadap intoleransi dan kekerasan. Sebuah video viral menampilkan dua pria di Bandung sedang merundung seorang remaja secara brutal, dengan korban dicaci maki dan kepala korban dipukul dengan botol hingga menangis kesakitan. Pelaku juga mengaku bahwa dirinya merupakan keponakan seorang Jendral. Tindakan seperti ini mencerminkan budaya kekerasan dan intoleransi yang perlu ditangani secara serius baik oleh masyarakat maupun institusi pendidikan.
Upaya untuk membersihkan dunia pendidikan dari perilaku intoleransi dan kekerasan membutuhkan kerja sama dari berbagai pihak. Kepala Sekolah, Guru dan staf sekolah harus dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan untuk mendeteksi dan mengatasi kasus-kasus intoleransi dan kekerasan di sekolah. Selain itu, perlu adanya kebijakan yang jelas dan tegas terkait dengan penanganan kasus-kasus intoleransi dan kekerasan, serta penguatan pendidikan tentang toleransi dan penghargaan terhadap perbedaan.
Terdapat langkah-langkah yang bisa diambil untuk mengatasi perilaku intoleransi, bullying dan kekerasan, tidak hanya di kalangan siswa tetapi juga di antara para guru kepada muridnya:
1. Pendidikan dan Pelatihan: Pelatihan bagi para guru tentang pengenalan, pencegahan, dan penanggulangan intoleransi, bullying dan kekerasan sangat penting untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan inklusif. Dalam pelatihan ini, guru akan diajarkan untuk mengenali tanda-tanda perilaku intoleransi, bullying dan kekerasan bullying, baik secara verbal maupun non-verbal, agar mereka dapat merespons secara efektif ketika kasus bullying terjadi.
Selain memahami tanda-tanda dan dampak dari intoleransi, bullying dan kekerasan, para guru juga perlu belajar strategi untuk mengatasi kasus-kasus dengan efektif. Ini termasuk pembelajaran tentang bagaimana mengelola konflik di antara siswa, bagaimana mendukung korban, dan bagaimana menangani pelaku dengan tindakan yang sesuai dan konstruktif. Dengan memiliki keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk menghadapi kasus tersebut, para guru akan menjadi agen perubahan yang kuat dalam membangun budaya sekolah yang lebih baik dan lebih aman bagi semua siswa.
2. Kebijakan dan Prosedur: Sekolah harus memiliki kebijakan yang jelas dan tegas terkait dengan intoleransi, bullying dan kekerasan, termasuk prosedur untuk melaporkan dan menangani kasus-kasus tersebut. Hal ini mencakup aturan yang jelas dan tegas tentang apa yang dianggap sebagai perilaku intoleransi, bullying dan kekerasan, serta langkah-langkah yang harus diambil jika kasus-kasus semacam itu terjadi.
Guru juga harus diberikan pemahaman yang kuat tentang kebijakan dan prosedur tersebut, serta tindakan yang harus diambil jika mereka mengetahui adanya kasus intoleransi, bullying dan kekerasan. Langkah-langkah konkret harus dijelaskan kepada guru, termasuk bagaimana melaporkan kasus, kepada siapa melapor, dan apa tindakan yang akan diambil oleh pihak sekolah setelah menerima laporan.
3. Penguatan Budaya Sekolah: Penguatan Budaya Sekolah merupakan upaya guru untuk menciptakan lingkungan belajar yang positif dan inklusif bagi semua siswa. Ini mencakup mengajarkan nilai-nilai seperti menghargai keberagaman dan menghormati perbedaan, di mana setiap individu dihargai atas identitas dan latar belakangnya. Guru berperan sebagai contoh dan pemimpin dalam menerapkan nilai-nilai ini dalam kehidupan sehari-hari di sekolah, baik melalui tindakan maupun perkataan. Mereka memberikan teladan tentang bagaimana berkomunikasi secara efektif dan empati, sehingga menciptakan iklim yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan siswa secara menyeluruh.
Guru wajib membimbing siswa dalam mengatasi konflik secara damai, mempromosikan kerja sama, dan membangun hubungan yang positif antara sesama siswa. Dengan demikian, penguatan budaya sekolah oleh guru bukan hanya menciptakan atmosfer belajar yang kondusif, tetapi juga membentuk karakter siswa yang peduli dan bertanggung jawab dalam menjaga keamanan dan kesejahteraan bersama di sekolah.
Melalui penerapan langkah-langkah preventif, intervensi yang efektif, serta pemantauan dan evaluasi yang terus-menerus, kita dapat memastikan bahwa setiap individu di sekolah merasa didukung, dihargai, dan diperlakukan dengan adil. Mari kita terus berupaya untuk menjaga momentum ini, menjadikan Hari Pendidikan Nasional sebagai panggilan untuk bersama-sama membersihkan dunia pendidikan dari segala bentuk perilaku yang merugikan dan memastikan bahwa setiap anak memiliki kesempatan untuk belajar dan tumbuh dengan baik di lingkungan yang aman dan mendukung. Bersama, kita bisa menciptakan masa depan pendidikan yang lebih baik untuk generasi mendatang.