Jangan (Berhenti) Belajar Agama di Internet

Jangan (Berhenti) Belajar Agama di Internet

- in Narasi
1748
0

Dewasa ini, ada dua kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia, yakni agama dan internet. Agama merupakan sebuah kebutuhan ruhani seseorang agar diri ini tidak dalam kekosongan dan mudah galau dalam menjalankan hidup. Sedangkan Internet merupakan salah satu pusat informasi pengetahuan, bisa dikatakan “tuhannya pengetahuan”.

Terlepas itu kebutuhan sekunder atau primer, agama dan internet saat ini menjadi dua komponen yang tidak bisa dilepaskan. Keduanya memiliki peran masing-masing dalam kehidupan manusia sehingga membentuk kesatuan yang tidak dapat dilepaskan. Terlebih kepada manusia yang menginginkan mendapatkan agama dalam waktu yang singkat, maka internet menjadi pilihan utama.

Dalam internet, hanya menggerakkan jemari sudah mendapatkan informasi sesuai dengan keinginan dan harapan. Internet adalah salah satu sumber informasi yang paling praktis dan paling mudah digunakan. Tidak hanya itu saja, fiturnya yang responsif (tanya-jawab) berupa diskusi yang amat menarik bagi kebanyakan orang yang mungkin di dunia nyata tidak banyak bicara.

Tetapi di sisi lain, internet merupakan paling mudah untuk menipu bahkan menyebarkan ajaran-ajaran yang tidak humanis. Sebab, di dunia internet –dunia maya, semua orang dapat menjadi pusat informasi. Semua orang dapat mengunggah informasi apapun, informasi baik atau buruk.

Kebebasan ini kemudian dipergunakan untuk belajar agama secara autodidak, maka hal ini akan sangat berbahaya. Sebab dalam mendapatkan informasi, terutama informasi agama, tidak dapat membedakan ajaran mana agama yang benar-benar baik dan buruk. Sebab dalam belajar agama, tidak hanya mengenal tetapi harus mengalami sendiri.

Orang yang mempelajari agama harus setia, sabar dan tekun menjalaninya. Sebab berhenti di tengah jalan dan mengetahui nilai-nilai agama sebagian justru dapat menyesatkan diri sendiri. Sebab dalam Kitab Suci terdapat rangkaian cerita yang intinya hanya ada satu. Kesimpulan inilah yang kemudian dijelaskan secara lebih detail tentang bagaimana meraihnya, bagaimana menjalaninya, bagaimana caranya agar tetap bahagia melakukannya dan bagaimana caranya membahagiakan orang lain dengan itu.

Tempo dulu, orang-orang yang mempelajari agama tidak hanya berhenti di jari, tetapi semua komponen dalam diri ikut berperan dalam menangkap nilai-nilai agama. Maka, para ustadz-ustadz dulu mempelajari agama harus berguru tidak hanya satu guru, tetapi beberapa guru. Tindak ini, untuk membuka wawasan kepada dirinya agar tidak mudah menerima kebenaran yang disampaikan satu pihak.

Tindak hanya itu, tindakan ini juga mencari makna dalam kita suci yang humanis dan benar. Sebab dalam kata yang tertulis dalam kitab suci tidak menunjukkan arti sebenarnya (konotasi) melainkan terdapat maksud-maksud yang tersembunyi dibalik semua kata-kata yang tertulis di dalamnya. Rangkaian cerita dalam buku tua ini juga menandakan adanya hubungan antar bab yang sangat erat kaitannya. Mempelajarinya sendiri-sendiri akan membuat kita bingung sendiri bahkan bisa menimbulkan pikiran sesat (sesat pikir) yang akan melemahkan keyakinan sendiri dan juga berpotensi menyesatkan orang lain.

Dari uraian tersebut, bukan berarti ajaran-ajaran agama yang tersebar di internet adalah benar atau semuanya salah. Sebab bisa saja tulisan-tulisan di sana disusupi informasi yang salah yang dari luarnya tampak bagus akan tetapi isi dan ajakannya sangat provokatif dan bersifat merusak. Oleh karena itu jadilah orang yang senantiasa berhati-hati dan selektif di dunia maya.

Jika kita sibuk dan keinginan untuk memperbaiki agama, setidaknya kita belajar agama tidak hanya berhenti di internet. Kita bisa memilah dan memilih konten yang ada di internet yang baik dengan cara melihat siapa yang memiliki akun. Dengan cara sedikit “kepo” riwayat suatu akun atau web, maka akan memperkecil kesalahan dalam memahami agama.

Setelah mengetahui semua itu, kita harus meluangkan waktu untuk silaturahmi kepada ustadz-ustadz yang kita anggap memiliki ilmu yang mumpuni. Tindakan ini untuk meluruskan bagaimana pandangan-pandangan yang telah kita dapat dari internet. Dengan cara ini, kita akan melek terhadap perbedaan dan memahami suatu kebenaran ajaran agama.

Sebab, kebenaran akan selalu sama dalam mata siapapun dan bisa diterima kepada siapa pun. Tetapi yang perlu diperhatikan, bahwa kebenaran bukanlah semata-mata kesesuaian dengan kenyataan, kendati itu juga hal yang paling mendasar, tetapi lebih dari itu semua. Kebenaran mengejawantahkan dalam dimensi spiritual. Kebenaran disyaratkan kepada spiritual dan transendensi. Seseorang yang mencintai kebenaran sebagai nilai, ia tidak akan puas dengan kebenaran itu. Ia akan selalu mengembangkan kebenaran itu bagaimana baiknya. Jadi kebenaran memiliki dimensi kesempurnaan spiritual.

Untuk menutup artikel pendek ini, dengan pepatah yang lama yang mengatakan, bahwa belajar agama dari kita lahir hingga kita masuk dalam liang lahat. Hal ini mengajarkan bahwa belajar agama memerlukan waktu dan tenaga. Kebenaran agama tidak hanya didapat dengan waktu yang singkat.

Facebook Comments