Jihad Santri Zaman Now: Impelementasi Resolusi Jihad Kekinian

Jihad Santri Zaman Now: Impelementasi Resolusi Jihad Kekinian

- in Narasi
426
0
Jihad Santri Zaman Now: Impelementasi Resolusi Jihad Kekinian

Hari Santri Nasional (HSN) yang diperingati setiap tanggal 22 Oktober merupakan bentuk apresiasi terhadap perjuangan santri-ulama di era penjajahan. Kala itu jihad yang paling tepat adalah jihad fisik berperang melawan kolonialisme, memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan mempertahankan NKRI dari ancaman pendudukan kembali tentara sekutu Belanda dan Inggris (NICA).

Kondisi itu mengharuskan adanya gerakan perlawanan untuk menghindari Indonesia dijajah kembali. Karenanya, para ulama, dalam hal ini diwakili oleh KH. Hasyim Asy’ari mengeluarkan sebuah Fatwa Jihad bahwa perjuangan membela Tanah Air adalah jihad fi sabilillah.

Fatwa jihad itulah yang kemudian mendorong para ulama NU untuk mengeluarkan Resolusi Jihad di Hoofd Bestuur Nahdlatoel Oelama Surabaya pada tanggal 22 Oktober 1945. Resolusi Jihad tersebut membangkitkan semangat jihad kaum santri, ulama dan seluruh elemen bangsa untuk melawan upaya penjajahan kembali di tanah air. Perjuangan santri, ulama dan seluruh komponen bangsa terjadi pada tanggal 10 November 1945 di Surabaya, kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan.

Begitulah bentuk jihad kebangsaan santri kala itu, yakni berperang melawan penjajah untuk mempertahankan tanah air. Sehingga NKRI selamat dari upaya penjajahan kembali setelah proklamasi kemerdekaan dikumandangkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Jihad kebangsaan kaum santri menjadi kekuatan luar biasa penanaman semangat cinta tanah air, sekalipun dengan tetesan darah dan hilangnya nyawa.

Sebagai bentuk penghargaan terhadap perjuangan santri tersebut, pemerintah melalui Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 2015 menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional (HSN). Sekalipun dikhususkan untuk santri, HSN tidak berarti eksklusif. Hal itu hadir sebagai bentuk apresiasi publik terhadap peran santri di antara peran-peran komponen bangsa yang lain dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

HSN adalah suatu upaya penguatan keragaman yang ada dalam tubuh NKRI. Santri bersama seluruh elemen bangsa bersatu padu untuk mempertahankan NKRI dari penjajah yang ingin menjajah kembali Indonesia. Santri mengambil peran yang cukup baik melalui Resolusi Jihad. Perang melawan penjajah demi NKRI adalah suatu kewajiban kala itu. Jihad fi sabilillah sebagai salah satu dari makna jihad harus dilakukan karena memang kondisi menuntut untuk hal demikian.

Namun demikian, jihad dengan arti perang fisik bukan satu-satunya makna jihad seperti yang banyak dipahami oleh sebagian kalangan saat ini. Demikian pula jihad tidak bermakna memerangi mereka yang berbeda agama dan keyakinan, apalagi hanya perbedaan madhab dan aliran. Sehingga harus ada reaktualisasi makna jihad supaya jihad tidak keluar dari maknanya yang benar.

Reaktualisasi Makna Jihad bagi Santri Masa Kini.

Semangat jihad kaum santri harus tetap bergelora sepanjang masa, dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Kaum santri harus menemukan daya juangnya hari ini, tentu dengan konsep jihad yang berbeda. Sebab jihad tidak selalu identik dengan perang. “Isy kariiman aw mut syahidan”, hidup mulia atau mati syahid, tidak hanya dengan cara berperang. Lebih dari itu, cakupan maknanya sangat luas dan dalam konteks seperti hari ini, di mana tidak ada lagi penjajahan, mencurahkan segala kemampuan memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan adalah lebih tepat.

Santri harus bisa mengambil peran terbaik dalam mengisi kemerdekaan, menghargai perbedaan dan mengendapkan toleransi untuk menciptakan negara Indonesia menjadi sebuah bangsa yang maju. Untuk mewujudkan hal tersebut satu agenda penting bagi santri yakni mensterilkan publik supaya bersih dari geliat-geliat gerakan yang mengancam keutuhan dan kesatuan NKRI dengan propaganda-propaganda memecah belah. Santri harus memberikan kontribusi signifikan tanpa harus tersandera dengan narasi provokatif yang tidak produktif.

Santri hari ini harus memainkan perannya dalam gerakan sosial kritis, uatamya di media sosial yang sering diisi dengan informasi dan berita-berita bohong. Demikian pula informasi keagamaan yang kerap kali disajikan tanpa adanya validitas sumber yang bisa dipertanggungjawabkan.

Setidaknya, santri hari ini harus memiliki dua spirit untuk meneguhkan semangat jihad. Sebuah daya dorong yang memposisikan santri mampu memainkan peran signifikan untuk agama, bangsa dan negara.

Pertama, spirit berasimilasi sebagai basis pembauran pandangan maupun tindakan di ruang publik. Santri yang secara genealogis lahir dari epistemologi kenusantaraan, yaitu kumpulan individu dari berbagai kalangan dan tingkatan masyarakat bertemu dalam suatu ruang kesadaran religiusitas melahirkan semangat kebersamaan. Semangat kebersamaan itulah yang menimbulkan kesadaran dan keterbukaan untuk merangkai persaudaraan sebangsa untuk memperjuangkan bangsa dari segala upaya yang mengancam NKRI. Tanpa mempersoalkan dari agama dan suku apa.

Karakter seperti ini sejatinya telah dimiliki oleh kaum santri sejak awal mereka berada dalam suatu ruang religiusitas yang mengedepankan semangat kebersamaan di pesantren tempat mereka di didik. Perbedaan pendapat dalam fikih yang mereka pelajari dari Kiai/ustad menempa mereka menjadi seorang individu yang memahami, bahwa setiap perbedaan yang ada tidak untuk dipertentangkan melainkan suatu rahmat.

Kedua, spirit merespon situasi dan kondisi yang mengancam stabilitas, baik agama maupun negara. Seperti suburnya pandangan ekstrem dan radikal yang di usung oleh sebagian kelompok muslim. Di media sosial dan berbagai platform digital jamak diketemukan berita yang berisi informasi pengetahuan keagamaan yang melenceng jauh dari sumber aslinya.

Pada segmen ini jihad santri harus di aktualisasikan dalam bentuk verifikasi terhadap informasi pengetahuan keagamaan yang menyimpang tersebut. Selain untuk menjaga marwah agama juga untuk kepentingan bangsa dan negara. Sebab tidak jarang informasi keagamaan yang beredar menyudutkan kelompok lain yang tidak sepemahaman dan menuding negara Indonesia sebagai negara kafir dan sebagainya.

Santri hari ini selayaknya menggaungkan semangat saling menghargai dan saling mendengar antar berbagai kelompok tanpa mendiskreditkan satu kelompok dengan kelompok lain dengan tindakan menyalahkan pengetahuan kelompok lain dan membenarkan secara final pengetahuan dirinya sendiri.

Perdamaian adalah misi penting untuk diperjuangkan oleh santri, sebab di antara tujuan syariat Islam (maqayid syariah) adalah menciptakan perdamaian di dunia. Jihad santri hari ini adalah menghimpun semangat persatuan dalam ikatan nasionalisme yang menghubungkan semua kelompok dalam satu ikatan yang berkeadilan.

Dua hal di atas, merupakan pemaknaan jihad yang tepat untuk saat ini. Adu domba yang menggiring keretakan ikatan nasionalisme adalah suatu kesalahan. Agama, suku dan perbedaan apapun tidak bisa dijadikan alasan atau dalil melakukan kekerasan. Agama Islam melarang umatnya melakukan tindakan kekerasan yang tidak manusia. Karenanya, kalau ada kelompok muslim yang provokatif dan menyulut api permusuhan mereka justru menjadi perusak agama dan menodai agama Islam itu sendiri.

Facebook Comments