Benarkah Islam Agama yang Toleran?

Benarkah Islam Agama yang Toleran?

- in Pustaka
4628
0

“Mukmin sejati adalah yang bisa menjaga keselamatan

orang lain, baik darah maupun hartanya”. (HR. Al-Tirmidzi).

Benarkan Islam agama yang toleran? Pertanyaan ini muncul menyusul lahirnya faham-faham agama yang cendrung mengumbar unsur kekerasan, sebut saja gerakan radikal teroris ISIS. Rasanya toleransi semakin sesak dan kehabisan nafas untuk dibumikan dalam suasana harmonis dan penuh perdamaaian dalam ragam keyakinan. Lalu apa makna toleransi itu sendiri?

Dalam bahasa Yunani, toleransi disebut dengan istilah “sophrosyne” yang artinya moderasi (moderation) atau mengambil jalan tengah. Sedangkan kata ‘toleransi’ sendiri diambil bahasa Latin “tolerantia” yang artinya “menahan”. Dengan demikian, bila dikaji dari sisi kebahasaan, maka toleransi adalah sebuah sikap yang menahan dari hal-hal negatif. Kemudian bila dikaitkan dengan perbedaan pendapat dan keyakinan, toleransi berarti menahan diri untuk tidak melakukan kekerasan, tetapi menyikapinya dengan bijaksana.

Agama sejatinya selalu terbuka dan toleran terhadap orang lain. Tetapi, di tangan kelompok radikal, agama ditafsirkan secara tertutup dan intoleran, cenderung kaku dan tidak berorientasi pada kemaslahatan umat. Maka tidak heran kiranya jika kita menyaksikan kelompok-kelompok ini melakukan berbagai tindak kekerasan –terutama pada kelompok minoritas- dengan dalih untuk melindungi kesakralan atas nama iman dan agama.

Dari sinilah kesakralan dan keimanan dipaksakan untuk berperan sebagai pembenaran terhadap tindakan-tindakan yang dapat memakan korban. Kalau sudah begitu, kekerasan atas nama agama sulit dihindari. Penulis buku ini (Irwan Masduqi) berusaha untuk secara seimbang menyuguhkan toleransi dalam berbagai persefektif. Sebagai seorang akademisi, ia mencoba memetakan akar-akar pemikiran toleransi dari barat dan timur.

Para pemikir seperti; Mohammed Arkoun, Hassan Hanafi, Muhammad Shahrour, Yusuf al-Qardhawi, Abdurraman Wahid, John L. Esposito, dan lain-lain dipetakan gagasannya satu persatu dengan tetap melihat bingkai keindonesiaan.

Annemerie Schimmel (fenomolog agama) menyatakan bahwa Islam merupakan agama yang berorientasikan cinta kasih, namun Islam biasanya diperlakukan dengan agak buruk dan sembrono, karena sebagian besar sejarawan agama dan mayoritas orang pada umumnya lebih melihatnya sebagai agama primitif yang melulu berhubungan dengan hukum. Islam terkadang ditafsirkan tidak sampai pada akarnya. Sehingga dampaknya, tidak sedikit “ulama-ulama” yang bersikap eklusif, intoleran, dan gigih menyebarkan teologi kebencian.

Jika benar Islam agama toleran, mengapa masih ada sebagian dari umatnya yang melakukan kekerasan? Jika Islam menjamin kebebasan beragama, mengapa masih ada umaat Muslim yang melakukan serangan terhadap gereja? Jika benar Islam membawa rahmat bagi semua, mengapa masih ada sebagian faksi Muslim yang melakukan bom bunuh diri? Jangan-jangan toleransi hanya konsep asing yang diekspor peradaban Barat yang sekuler dan liberal? Temukan jawaban dan solusinya dalam buku ini, karena buku adalah guru yang tak pernah marah. Selamat membaca!

Facebook Comments