Hari Kesetiakawanan Sosial untuk Memupuk Keharmonisan Masyarakat

Hari Kesetiakawanan Sosial untuk Memupuk Keharmonisan Masyarakat

- in Faktual
12
0
Hari Kesetiakawanan Sosial untuk Memupuk Keharmonisan Masyarakat

Hari Kesetiakawanan Sosial (HKS) yang diperingati setiap tanggal 20 Desember merupakan upaya membangun keharmonisan interaksi seluruh masyarakat Indonesia. Hari nasional ini sangatlah sesuai dengan karakter masyarakat Indonesia. Di mana masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang plural namun senang melakukan tolong-menolong dalam hal apapun.

Pluralitas masyarakat sebenarnya merupakan kondisi di mana masing-masing individu dan kelompok memiliki perbedaan mencolok dengan individu/kelompok lain. Perbedaan ini akan memiliki dampak yang besar, sesuai dengan pengelolaannya. Perbedaan akan menjadi sumber pertikaian manakala tidak dikelola dengan baik. Sementara, apabila pengelolaannya baik, maka perbedaan akan menjadi modal kekuatan yang luar biasa.

Negara Indonesia bisa merdeka adalah bukti bahwa perbedaan dikelola dengan baik. Para tokoh lintas agama memiliki semangat kemerdekaan yang tinggi. Masyarakat tidak mempermasalahkan perbedaan namun berfokus pada persatuan demi tujuan yang sama, kemerdekaan. Justru perbedaan yang ada disatukan sehingga menjadi kekuatan yang dapat memukul lawan mundur ke belakang.

Hubungan yang berbeda antara individu/kelompok yang berbeda bukan dianggap sebagai musuh namun sebagai kawan. Kondisi ini menjadikan satu individu/kelompok dengan yang lain yang berbeda saling melengkapi dan menutupi kekurangan. Sebagai sebuah kawan individu/kelompok lain yang membutuhkan pertolongan akan mendapat pertolongan dengan baik.

Kesetiakawanan yang menelorkan keharmonisan tentu adalah kesetiakawanan yang positif. Individu/kelompok berkawan dengan individu/kelompok lain yang memiliki tujuan positif. Kesetiakawanan seperti inilah yang akan menjadikan keharmonisan masyarakat. Sebaliknya, kesetiakawanan hanya akan menjadi momok dalam kehidupan masyarakat manakala individu/kelompok saling bahu membahu dalam kemungkaran.

Yang perlu menjadi perhatian bersama adalah akhir-akhir ini tidak hanya individu/kelompok yang memiliki tujuan baik saja yang melakukan tolong menolong dengan yang lainnya. Namun tak sedikit individu/kelompok yang bahu-membahu dalam melakukan aksi kekerasan bagi kelompok masyarakat lain.

Beberapa aksi kekerasan yang dilakukan oleh kelompok radikal merupakan hasil dari proses panjang “kesetiakawanan” negatif kelompok radikal. Mereka yang memiliki motif tertentu memiliki tujuan yang pasti dan bahu-membahu menjaring masyarakat agar mau menjadi bagian darinya. Mereka mengumpulkan kekuatan dari beragam orang yang memiliki kemampuan berbeda-beda sehingga mampu memiliki kekuatan untuk melancarkan tujuannya. Dan terbukti dari segerombolan orang-orang ini, mereka mampu menguasai media sehingga mampu memprovokasi masyarakat untuk duyun-duyun membantunya. Alhasil, masyarakat yang terkena bujuk rayu tidak enggan untuk menghibahkan harta, benda, keluarga, bahkan nyawa demi tujuan kelompok. Negatifnya, mereka rela melepaskan kawan lama untuk mendapatkan kawan baru.

Di sinilah kesetiakawanan tidak selamanya baik. Kesetiakawanan akan membawa kebaikan dan keharmonisan manakala dilakukan dalam hal kebaikan. Sebaliknya, kesetiakawanan dalam perkara negatif justru akan menjadi masalah yang besar. Kelompok radikal merupakan salah satu potret kelompok yang menjalankan kesetiakawanan hanya dalam kelompoknya saja untuk melakukan aksi kekerasan pada kelompok lain merupakan kesetiakawanan yang justru akan menjadi persoalan tersendiri.

Agama mengajarkan tolong menolong dalam kebaikan saja, bukan dalam kejahatan. Allah SWT berfirman, “Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya.” (QS. Al-Ma’idah [5]: 2).

Ayat ini merupakan salah satu dasar betapa tolong menolong hanya dilakukan dalam kebaikan. Masih banyak dasar yang lain, baik yang bersumber dari ajaran agama Islam atau agama-agama lain. Sehingga dari sini sangat disayangkan manakala terdapat kelompok masyarakat yang justru melakukan tolong-menolong dalam kejahatan. Lebih-lebih mereka melakukan dengan berkedok agama. padahal jelas-jelas agama melarang melakukan tolong-menolong dalam kejahatan.

Tolong menolong dalam kejahatan hanya akan memberikan kemudharatan bagi diri sendiri dan orang lain. Lihatlah betapa kelompok radikal yang bahu-membahu melakukan aksi kekerasan hanya akan menerima kerugian. Dalam keluarga, mereka tidak bisa harmonis dengan orang tua dan saudara. Dalam masyarakat, mereka tidak bisa berleluasa melakukan interaksi sosial. Dengan pemerintah, mereka tidak bisa menjadi warga yang baik. Bahkan terhadap diri sendiri, mereka akan mengorbankan jiwa tanpa mendapatkan kompensasi positif apapun. Justru mereka hanya menjadi korban dari ‘atasan’ yang telah memperdayanya.

Untuk itulah, hari kesetiakawanan sosial yang diperingati setiap tanggal 20 Desember harus mampu memupuk semangat kebersamaan untuk menggapai keharmonisan. Mari kita pupuk bersama semangat kebersamaan dalam kebaikan. Budaya ketimuran yang turun temurun menjadi warisan bangsa jangan sampai kita tinggalkan. Mari wujudkan keharmonisan dengan saling tolong menolong dalam kebaikan dimulai dari diri sendiri, keluarga, lingkungan, dan masyarakat luas.

Wallahu a’lam.

Facebook Comments