Jaminan Hukum Kebebasan Beragama bisa Menjamin Toleransi?

Jaminan Hukum Kebebasan Beragama bisa Menjamin Toleransi?

- in Narasi
131
0
Jaminan Hukum Kebebasan Beragama bisa Menjamin Toleransi?

Indonesia, dengan kekayaan budaya, agama, dan kepercayaan yang beragam, seharusnya menjadi contoh harmoni antar umat beragama dan berbagai kepercayaan. Seperti yang kita ketahui, kebebasan beragama di Indonesia dijamin oleh Negara. Pasal 28E ayat 1 UUD NRI 1945 menegaskan bahwa setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya. Begitu juga Pasal 29 ayat 2 yang menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing, dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Namun, meskipun Negara telah memberikan jaminan atas kebebasan beragama, dan cita-cita Pancasila akan kehidupan beragama harmonis dan saling menghargai, tantangan tidak serta-merta sirna. Intoleransi masih tumbuh dan berkembang dengan subur dalam kehidupan beragama di Indonesia.

Kita tentu sudah sering mendengar berbagai kasus konflik berlatar belakang agama, seperti di Poso, Ambon, Tolikara, dan banyak lagi. Bahkan, media juga tak henti melaporkan kasus pelarangan ibadah kelompok umat agama tertentu oleh kelompok lainnya.

Kasus-kasus intoleransi yang terjadi meliputi berbagai bentuk diskriminasi dan penindasan terhadap kelompok agama minoritas. Pembakaran tempat ibadah, serangan terhadap individu berbeda keyakinan, serta perundungan terhadap kelompok tertentu menjadi bukti bahwa upaya membangun pengertian dan toleransi masih jauh dari optimal.

Tak hanya antar umat beragama yang berbeda, intoleransi juga merajalela di dalam satu aliran agama. Contohnya, kasus konflik antara kelompok Sunni dan Syiah di Sampang, Madura, yang menunjukkan betapa masifnya dampak intoleransi dalam kehidupan sehari-hari.

Ini menegaskan bahwa meskipun secara hukum kita memiliki kebebasan beragama, namun tantangan nyata tetap ada dalam mewujudkan harmoni antarumat beragama di Indonesia. Dengan menyadari kompleksitas tantangan ini, kita perlu bersama-sama mencari solusi untuk memastikan bahwa kebebasan beragama benar-benar dihargai dan dilindungi, dan bahwa setiap individu bisa menjalankan keyakinannya tanpa takut menjadi korban intoleransi.

Upaya untuk mengatasi intoleransi tidak dapat hanya bergantung pada landasan dan penegakan hukum semata, terutama mengingat kompleksitas masalah yang sering melibatkan isu-isu agama dan massa yang sensitif. Pada saat penegakan hukum terjadi, aksi intoleransi biasanya sudah mencapai tingkat yang mengganggu ketertiban masyarakat, sehingga pencegahan menjadi kunci utama dalam mengatasi masalah ini.

Salah satu pendekatan yang sangat penting adalah melalui edukasi tentang pentingnya toleransi. Peningkatan toleransi terhadap agama lain dapat dimulai dengan meningkatkan pemahaman beragama dari setiap pemeluk agama. Faktanya, tidak ada agama yang mengajarkan intoleransi. Semua agama yang ada di Indonesia menekankan pentingnya saling menghormati dan menghargai keyakinan pemeluk agama lain, serta tidak mengganggu pelaksanaan ibadah mereka.

Intoleransi sering kali muncul akibat kurangnya pemahaman akan ajaran agama sendiri, sehingga membuat anggota komunitas agama melihat kelompok lain sebagai “musuh” yang harus dijauhi dan dilawan. Pentingnya peran penting tokoh agama untuk memberikan tafsir yang inklusif melalui dakwah dan pendidikan menjadi krusial.

Dakwah dan penanaman agama bukan hanya berbicara tentang penguatan internal keimanan, tetapi juga persoalan ekstrenal keamanan masyarakat. Iman dan aman adalah dua kata yang tidak boleh dipisahkan dalam kehidupan beragama. Menanamkan keimanan juga menuntut umat beragama untuk menjamin keamanan bagi yang lain.

Para pemuka agama dapat berperan sebagai agen penyebar perdamaian dengan menyebarkan pemahaman yang benar tentang ajaran agama, mengedukasi umatnya untuk menghormati perbedaan, dan membangun jembatan komunikasi antarumat beragama. Tokoh agama adalah peredam bukan justru menjadi sumbu dari merebaknya kebencian antar umat.

Facebook Comments