Menutup Ruang Gerak Ekstremisme Melalui Perpres RAN PE

Menutup Ruang Gerak Ekstremisme Melalui Perpres RAN PE

- in Narasi
1371
0
Menutup Ruang Gerak Ekstremisme Melalui Perpres RAN PE

Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme berbasis kekerasan (RAN PE) yang mengarah pada tindakan terorisme pada tahun 2020-2024. Perpres tersebut ditandatangani Joko Widodo, pada 6 Januari 2021 dan resmi diundangkan sehari setelahnya. Kebijakan ini dilakukan oleh pemerintah sebagai upaya serius untuk menutup akses serta ruang gerak ektremisme berbasis kekerasan di tengah masyarakat.

Meskipun penerbitan Perpres RAN PE menimbulkan pro dan kontra, akan tetapi harus disadari bahwa pembentukan Perpres tersebut tentunya tidak muncul secara tiba-tiba. Sebab, semakin berkembangnya ektremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme, serta terciptanya kondisi rawan yang mengancam hak atas rasa aman dan stabilitas keamanan masyarakat. Dalam hal ini, dipandang perlunya memperkuat ketahanan dan keamanan nasional.

Kiranya, fenomena ektremisme, tepatnya ektremisme kekerasan (violent ekstremisme)memang telah menjadi isu global. Namun, Dalam sejarah teror sebelumnya di Indonesia, kelompok ekstremis cenderung lebih menyasar “musuh jauh”. Dalam hal ini Amerika Serikat dan sekutunya serta simbol-simbol Barat. Rangkaian serangan teror yang merepresentasikan hal itu, antara lain serangan Bom Bali I (2002), Bom Bali II (2005), Bom JW Marriot (2003), Bom Kedubes Australia (2004), Bom Kuningan (2009), dan sederet aksi terorisme lainnya.

Namun demikian, konsep ini berubah terutama sejak sepuluh tahun terakhir, dari menarget “musuh jauh” menjadi “musuh dekat”, yakni simbol-simbol negara seperti aparat keamanan dan pejabat pemerintah. Sejumlah aksi di atas, dilakukan oleh individu atau kelompok kecil yang melibatkan keluarga, perempuan, dan sebagian besar menyasar aparat dan simbol negara.

Taktik mandiri ini paling memungkinkan dilakukan oleh pelaku jihad individual (atau kelompok kecil) yang kapasitasnya masih rendah untuk melakukan serangan teror besar. Hal ini lah, yang melatarbelakangi pemerintah untuk dapat mencegah ektremisme di Indonesia. Artinya, pemerintah lebih banyak melakukan tindakan mencegah dengan membentengi dari pemikiran ektrem yang mendorong masyarakat untuk melakukan tindakan kekerasan bahkan terorisme.

Langkah kongkrit dan jelas yang dilakukan oleh pemerintah dalam mencegah ektremisme di negeri ini, tentunya harus di apresiasi. Bagaimana pun juga, Dalam Perpres tersebut dijelaskan mengenai serangkaian rencana pemerintah dalam mencegah dan menanggulangi ekstremisme yang melibatkan sejumlah pihak, mulai dari sinergi lembaga dan partisipasi masyarakat dalam pencegahan ektemisme, pendekatan komperhensif dalam multi-faktor, hingga jaminan pelaksanaan yang transparan dan akuntabilitas dalam rencana aksi yang melibatkan tokoh agama, influencer hingga para civitas akademika.

Adapun lima poin penting dalam Perpres RAN PE untuk dapat menutup ruang gerak ektremisme di negeri ini, diantaranya pertama kurikulum sekolah dan pelatihan pengajar. Melalui Perpres Nomor 7 Tahun 2021, pemerintah juga berencana menambahkan materi tentang pencegahan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme ke dalam kurikulum pendidikan formal. Upaya ini dilakukan karena pemerintah menilai materi tentang pencegahan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme belum diadopsi dalam kurikulum pendidikan formal dan kegiatan kemahasiswaan.

Selain itu, kurikulum pendidikan formal juga dianggap belum menggunakan metodologi pembelajaran dengan cara berpikir kritis. Materi pencegahan ekstremisme yang dilakukan nantinya tidak hanya ditambahkan ke dalam kurikulum pendidikan dasar, menengah, dan perguruan tinggi saja, tetapi juga pendidikan formal agama. Dengan adanya langkah ini, kiranya proses belajar mengajar di pendidikan formal mengadopsi materi pencegahan ekstremisme dan menstimulasi cara berpikir kritis peserta didik.

Selain penambahan materi untuk peserta didik, pemerintah juga berencana memberikan pelatihan pada guru, dosen, dan dosen agama pendidikan formal tingkat dasar, menengah, hingga perguruan tinggi tentang metode dan materi pembelajaran pencegahan ekstremisme. Sebab, tak dapat dimungkiri bahwa para penganjar rentan memberikan informasi atau pembelajaran kepada murid dengan pemahaman-pemahaman yang radikal dan ektrem.

Kedua, pelatihan pemolisian bagi masyarakat. Dalam hal ini upaya pemerintah juga ingin meningkatkan efektivitas pemolisian masyarakat dalam mencegah ekstremisme. Berdasarkan definisi yang tercantum dalam Peraturan Kapolri Nomor 3 Tahun 2015, pemolisian masyarakat (community policing)yang selanjutnya disingkat Polmas adalah suatu kegiatan untuk mengajak masyarakat melalui kemitraan anggota Polri dan masyarakat. Dalam hal ini tentunya, bertujuan untuk dapat mendeteksi dan mengidentifikasi permasalahan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) di lingkungan serta menemukan pemecahan masalahnya.

Selain itu, Pelatihan pemolisian masyarakat yang mendukung upaya pencegahan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme, bertujuan untuk dapat memberikan pemahaman serta keterampilan polisi dan masyarakat dalam mencegah ekstremisme yang terus meningkat dan berkembang.

Ketiga, adanya unit pengaduan khusus bagi masyarakat. Melalui Perpres RAN PE, pemerintah pun bakal membentuk unit aduan khusus dugaan tindak pidana terorisme di lembaga penegak hukum seperti Polri dan Kejaksaan. Di sisi lain, pemerintah sendiri telah menilai bahwa sampai saat ini belum tersedia unit aduan khusus tersebut sehingga masyarakat masih kesulitan dalam melaporkan dugaan tindak pidana terorisme di sekitar lingkungan mereka tinggal.

Tentunya, dengan adanya unit aduan khusus ini bertujuan agar masyarakat tak kesulitan lagi dalam melaporkan dugaan tindak pidana terorisme yang mereka temui di lingkungan sekitar. Lagi-lagi, pelibatan masyarakat dalam penanggulangan ektremisme sejatinya merupakan upaya pemerintah dalam memberikan penyadaran terkait dengan terorisme yang menjadi problem besar negeri ini.

Keempat, pelatihan yang ditunjukkan bagi para penceramah, dai, dan ustadz. Tak dapat dimungkiri, keterlibatan penceramah, dai, dan ustadz sangat berperan dalam menumbuhkan bibit-bibit pemahaman ektremisme di masyrakat, dan hanya sedikit para penceramah yang mendorong pemahaman terkait dengan moderasi beragama, cinta Tanah Air, dan Toleransi beragama di setiap isi ceramahnya. Selain itu, upaya ini juga bertujuan untuk menciptakan suasana rumah ibadah yang cepat tanggap dalam mengantisipasi kemunculan ekstremisme.

Kelima, keterlibatan influencer. Salah satu yang menjadi fokus pemerintah dalam penanggulangan ektremisme, yaitu peningkatan efektivitas kampanye dan sosialisasi pencegahan ekstremisme di kalangan kelompok rentan (kontra-radikalisasi). Dalam upaya ini, pemerintah melibatkan sejumlah kalangan, mulai dari tokoh pemuda, agama, tokoh adat, tokoh perempuan, media massa, hingga influencer media sosial. Alasannya tentu pelibatan pihak-pihak ini yakni belum optimalnya partisipasi tokoh pemuda hingga influencerdi media sosial, termasuk mantan terpidana teroris dalam menyampaikan pesan pencegahan ekstremisme.

Pihak-pihak tersebut nantinya akan ikut menyampaikan pesan pencegahan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme, baik melalui produksi konten internet maupun kampanye kreatif daring dan luring. Dalam pelibatan pihak-pihak tersebut, nantinya dapat meningkatkan kesadaran keluarga, guru, komunitas lokal, WNI di luar negeri, buruh migran, dan pelajar di luar negeri mengenai pencegahan ekstremisme di Indonesia.

Dengan demikian, diterbitkannya Perpres Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme berbasis kekerasan (RAN PE), sejatinya memang dapat menutup gerakan ektremisme di negeri ini, akan tetapi yang perlu dicatat keterlibatan masyarakat dalam mencegah ektremisme memang sangat penting dan butuhkan. Oleh karena itu, sinergi dan kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat harus saling menguatkan dan mendukung.

Facebook Comments