Relawan Literasi Digital: Cerdaskan Milenial Bermedia Sosial

Relawan Literasi Digital: Cerdaskan Milenial Bermedia Sosial

- in Narasi
3025
2
Relawan Literasi Digital: Cerdaskan Milenial Bermedia Sosial

Serba-serbi kehidupan yang instan menjadi ciri khas pola perilaku dan kehidupan manusia masa kini. Batasan ruang telah ditembus oleh internet, menciptakan universe baru bernama dunia maya. Komunikasi, jual-beli, transaksi transportasi dan kemudahan lainnya dapat diakses hanya dengan sentuhan jari. Itulah gambaran zaman yang sudah berada di bibir revolusi industri 4.0, keadaan yang memaksa manusia turut berkembang mengikuti pola dan budaya yang muncul di era industri digital.

Masyarakat di tanah air pun tak luput dari perubahan yang mengubah pola interkasi konvensional. Interaksi tatap muka secara langsung sudah tergantikan dengan adanya internet, yang memungkinkan penggunanya berintekasi tanpa batasan ruang. Dikutip dari kompas.com, hasil riset eMarketer (2017) pengguna internet di Indonesia sudah mencapai 112 juta orang dan sangat mungkin untuk bertambah. Hal ini didukung status indonesia yang masih tergolong negara berkembang. Potensi ini yang sepatutnya dijadikan tindakan persiapan untuk membekali masyarakat agar paham dan melek internet.

Dilansir dari tribunlampung.com, Direktur Pemberdaya Informatika Kominfo, Septriana Tangkari menyebutkan, baru 51,8 persen penduduk Indonesia yang melek internet. Artinya setengah penduduk Indonesia masih belum memahami betul internet dan fungsinya, sekadar tahu, bahkan dimungkinkan ada masyarakat yang belum mengenal internet sama sekali. Penetrasi edukasi tentang internet perlu digalakkan, guna menciptakan generasi cerdas dan bijak dalam mengakses internet.

Baca juga :Merajut Aktivisme Digital Pengawal Pancasila

Penetrasi edukasi internet atau yang lebih mengerucut tentang penggunaan media sosial, menjadi poros dalam mencetak generasi yang cerdas dan bijak dalam bermedsos. Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara memberi penjelasan “Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti (karakter,kekuatan batin), pikiran (intelektual) dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan masyarakatnya” (diwarta.com). Pendapat beliau dapat dikontekstualisasikan bahwa edukasi berperan dalam mengawal anak-anak (masyarakat) menuju kecerdasan dan kebijaksanaan dalam pemafaatan alam (dunia maya).

Gerakan edukasi penggunaan media sosial harus giat dilancarkan. Melihat cepatnya arus informasi yang hilir mudik, dari dalam ke luar maupun sebaliknya, pengetahuan yang utuh tentang internet dan media sosial perlu dimiliki penggunanya. Ruang maya yang bebas menjadikan batasan-batasan perlu dibuat, agar pengguna tidak melakukan hal yang dapat melanggar norma di dunia nyata. Fungsi edukasilah yang menjadi norma, membatasi gerak dan aktivitas pengguna agar bijak dalam bermain di lingkungan maya.

Mengikuti hiruk pikuk modernisme, edukasi dapat disampaikan dalam bentuk literasi digital. Menumbuhkembangkan budaya literasi digital akan mempermudah akses dan penyebaran edukasi internet. Layaknya menyelem sambil minum air, melalui narasi di media sosial, artikel dan e-book, para pengguna internet dapat belajar dan memanfaatkan internet untuk memberi asupan nutrisi bagi otak dan menambah relasi melalui intraksi di media sosial. Dengan memahami internet dan media sosial secara utuh, kecerdasan akan direngkuh. Kecerdasan yang ada akan menjadi pintu kebijaksanaan pengguna dalam bermedia sosial.

Budaya literasi digital dapat berkembang menjadi langkah untuk mencetak generasi yang memiliki rasa persatuan dan cinta perdamaian. Membaca narasi bernada cinta kasih, nasionalisme, dan anti diskriminasi menjadi modal bagi terciptanya suasana damai dunia maya. Menggaungkan ‘Cinta Damai’ di media sosial merupakan hal kecil yang berimbas besar, karena didukung luasnya dimensi dunia maya. Relawan literasi digital yang menyebar benih-benih perdamaian dan terus menggalakkan budaya literasi digital, menjadi langkah nyata membawa generasi milenial cerdas dan bijak bermedia sosial.

Facebook Comments