Radikalisme dan ekstremisme kekerasan terus menjadi ancaman nyata bagi keamanan nasional Indonesia. Dalam menghadapi tantangan ini, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) telah mengembangkan tiga strategi utama untuk mencegah penyebaran ideologi radikal. Tiga strategi utama yang diimplementasikan oleh BNPT itu meliputi preemptive strike, preemptive strike take down, dan serta restorative strike.
Ketiga strategi itu dirancang untuk meredam radikalisme sejak dini dan mencegahnya berkembang menjadi tindakan terorisme yang mengancam kedaulatan bangsa dan negara. Selain itu, dalam upaya deradikalisasi, BNPT menekankan pentingnya menggandeng ulama sebagai mitra strategis untuk memastikan pendekatan yang komprehensif dan efektif.
Preemptive Strike: Mengantisipasi Ancaman Sebelum Terjadi
Strategi preemptive strike bertujuan untuk mengidentifikasi dan menetralisir ancaman sebelum mereka dapat mengeksekusi tindakan kekerasan. Pendekatan ini melibatkan pengumpulan intelijen yang intensif, analisis data, dan pemantauan terhadap individu atau kelompok yang terindikasi terlibat dalam kegiatan radikal.
Melalui preemptive strike, BNPT bekerja sama dengan berbagai lembaga keamanan untuk melakukan penindakan preventif terhadap mereka yang terlibat dalam perekrutan, pelatihan, atau penyebaran ideologi radikal.
Penindakan ini tidak hanya mencakup penangkapan, tetapi juga upaya mengganggu jaringan komunikasi dan logistik yang digunakan oleh kelompok radikal. Tujuannya adalah untuk memutus rantai penyebaran ideologi radikal sebelum berkembang lebih jauh dan mengarah pada tindakan terorisme.
Preemptive Strike Take Down: Memutus Propaganda dan Rekrutmen Radikal
Preemptive take down adalah strategi yang fokus pada penghentian propaganda dan proses rekrutmen yang dilakukan oleh kelompok radikal. Di era digital, internet dan media sosial telah menjadi alat utama bagi kelompok radikal untuk menyebarkan ideologi mereka dan merekrut anggota baru.
BNPT, dalam strategi ini, melakukan pemantauan dan penutupan terhadap situs web, akun media sosial, dan platform lainnya yang digunakan untuk tujuan tersebut. Selain itu, preemptive take down juga melibatkan kampanye kontra-narasi yang bertujuan untuk melawan propaganda radikal dengan pesan-pesan positif yang mendukung perdamaian dan toleransi. Melalui kerja sama dengan penyedia layanan internet dan platform media sosial, BNPT berusaha untuk menciptakan lingkungan digital yang lebih aman dari pengaruh radikal.
Restorative Strike: Pendekatan Deradikalisasi dan Rehabilitasi
Restorative strike adalah strategi yang menekankan pada upaya deradikalisasi dan rehabilitasi terhadap individu yang telah terpapar ideologi radikal. Pendekatan ini berbeda dari dua strategi sebelumnya karena lebih berfokus pada pemulihan dan reintegrasi daripada penindakan preventif.
BNPT mengembangkan program deradikalisasi yang mencakup berbagai kegiatan seperti konseling psikologis, pelatihan keterampilan, dan kegiatan sosial yang bertujuan untuk mengubah pola pikir radikal menjadi pemahaman yang lebih moderat dan damai.
Restorative strike juga melibatkan komunitas dan keluarga dalam proses rehabilitasi, dengan harapan bahwa dukungan sosial dapat mempercepat pemulihan dan mencegah kembalinya individu ke dalam jaringan radikal.
Urgensi Menggandeng Ulama sebagai Mitra Deradikalisasi
Namun, terlepas dari tiga strategi deradikalisasi di atas, rasanya kurang pas bila strategi itu tidak dibarengi dengan menggandeng ulama sebagai mitra deradikalisasi. Ulama memiliki pengaruh besar dalam komunitas Muslim dan dapat menjadi agen perubahan yang efektif dalam melawan ideologi radikal.
Kerjasama dengan ulama penting karena mereka memiliki otoritas moral dan keagamaan yang dapat digunakan untuk memberikan pemahaman yang benar tentang ajaran Islam, yang sering disalahgunakan oleh kelompok radikal untuk membenarkan tindakan kekerasan. Dengan melibatkan ulama, BNPT dapat memastikan bahwa pesan-pesan deradikalisasi disampaikan dengan cara yang lebih diterima dan dihormati oleh masyarakat.
Para ulama dapat berperan dalam beberapa aspek penting dalam deradikalisasi. Pertama, mereka dapat memberikan klarifikasi teologis dan meluruskan ajaran yang disalahartikan oleh kelompok radikal. Hal ini penting untuk menghilangkan justifikasi agama yang digunakan oleh kelompok radikal untuk menarik simpati dan dukungan.
Kedua, ulama dapat berpartisipasi dalam program-program deradikalisasi dengan memberikan ceramah, diskusi, dan konseling kepada mantan teroris atau individu yang rentan terhadap radikalisasi. Ketiga, ulama dapat membantu mengembangkan dan menyebarkan narasi alternatif yang menekankan pentingnya perdamaian dan toleransi dalam Islam.
Kerjasama antara BNPT dan ulama juga dapat memperkuat kampanye kontra-narasi di media sosial dan platform digital lainnya. Ulama yang memiliki pengikut besar di media sosial dapat menyebarkan pesan-pesan positif yang menentang ideologi radikal dan mengedukasi masyarakat tentang bahaya radikalisme. Dengan dukungan ulama, kampanye ini dapat mencapai audiens yang lebih luas dan lebih efektif dalam menangkal propaganda radikal.
Dengan menggandeng ulama sebagai mitra deradikalisasi, BNPT dapat memperkuat upaya pencegahan radikalisme dan menciptakan masyarakat yang lebih damai dan harmonis. Ulama, dengan otoritas moral dan keagamaan mereka, dapat memainkan peran kunci dalam meluruskan pemahaman agama yang benar, memberikan dukungan spiritual, dan mempromosikan nilai-nilai perdamaian dan toleransi dalam komunitas Muslim.