13 Tahun BNPT; Tantangan Bonus Demografi dan Evolusi Gerakan Terorisme

13 Tahun BNPT; Tantangan Bonus Demografi dan Evolusi Gerakan Terorisme

- in Narasi
389
0
13 Tahun BNPT; Tantangan Bonus Demografi dan Evolusi Gerakan Terorisme

Tahun ini Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) berusia 13 tahun. BNPT selama ini dikenal sebagai lembaga yang mengatasi persoalan terkait terorisme dan ekstremisme kekerasan dengan pendekatan lunak atau soft approach.

Peran BNPT ini berbeda dengan Densus 88 yang memberantas terorisme dengan pendekatan keras (hard approach). Jika Densus 88 bekerja di di level penindakan, BNPT lebih ke aspek preventif. Pencegahan terorisme di level hulu ini terbilang kompleks. Mengingat harus berhadapan dengan penyebaran radikalisme dan ekstremisme yang dinamis.

Dalam beberapa dekade ini, penyebaran paham radikal-ekstrem mengalami evolusi dan transformasi. Awalnya, paham keagamaan radikal-ekstrem disebar melalui forum khusus yang tertutup.

Dalam perkembangannya, penyebaran paham radikal-ekstrem kian berevolusi. Mereka mulai menyusup ke lembaga keagamaan maupun pendidikan. Mereka juga memanfaatkan media digital sebagai sarana menyebarkan paham radikal-ekstrem.

Penyebaran paham radikal-ekstrem kini ada di fase baru. Terutama pasca kekalahan ISIS di Timur Tengah dan dibubarkannya ormas-ormas radikal di Indonesia seperti HTI dan FPI. Sekarang, setiap individu bisa saja terpapar radikalisme dan ekstremisme tanpa tergabung dengan kelompok atau organisasi apa pun.

Fenomena Self-Radicalization yang Mengancam Generasi Muda

Masifnya penyebaran konten bernuansa radikal di media sosial melahirkan fenomena yang disebut self-radicalisation alias swaradikalisasi. Yakni ketika seseorang meradikalisasi dirinya tanpa sadar karena menonton atau mendengarkan konten-konten yang mengarah pada radikalisme-ekstremisme.

Ironisnya, fenomena self-radicalization ini marak di kalangan anak muda dan remaja. Inilah tantangan bangsa ini ke depan, yakni bagaimana virus radikalisme dan ekstremisme yang menyebar melalui kanal-kanal media digital. Ditambah Indonesia akan mengalami ledakan bonus digital dimana penduduk usia produktif jumlahnya akan mencapai sekitar 80 persen dari total populasi.

Bonus demografi merupakan peluang sekaligus ancaman. Jika berhasil membangun sumber daya yang berkualitas, ledakan penduduk usia produktif itu akan menjadi insentif atawa stimulus penting kemajuan bangsa. Sebaliknya, jika kita gagal membangun SDM yang berkualitas, ledakan penduduk usia produktif akan menimbulkan beragam persoalan.

Di usianya yang menginjak ke-13 tahun dan di tengah kian melandainya kasus terorisme di Indonesia, fokus BNPT ke depan adalah bagaimana menjaga harmoni bangsa di tengah keragaman demi menyongsong Indonesia Emas 2045. Di titik ini, peran BNPT idealnya dikerucutkan ke dalam setidaknya lima isu.

Peran BNPT di Tengah Fenomena Bonus Demografi

Pertama, melanjutkan program deradikalisasi bagi para mantan anggota atau simpatisan gerakan radikal-teroris. Program deradikalisasi ala BNPT yang memadukan multipendekatan selama ini harus diakui efektif.

Kedua, memperkuat narasi kontra-ekstremisme terutama di media sosial dengan melibatkan seluruh kalangan masyarakat. Mulai akademisi, tokoh agama, pemengaruh (influencer) hingga masyarakat umum. BNPT perlu menyadari bahwa arena pertempuran wacana hari ini lebih banyak terjadi di ranah digital.

Maka, penting kiranya BNPT membangun kanal-kanal digital yang fungsinya adalah menyebarkan gagasan-gagasan kebangsaan seperti toleransi, inklusivisme, pluralisme, dan sebagainya.

Ketiga, memperkuat sinergi lintas-sektor untuk membangun jejaring anti-radikalisme dan ekstremisme. Di titik ini, BNPT perlu mengintensifkan relasi dengan lembaga pendidikan seperti sekolah, universitas, atau pondok pesantren. Tujuannya untuk membangun sistem deteksi dini radikalisme dan ekstremisme.

Keempat, BNPT perlu ikut andil dalam mengampanyekan moderasi beragama. Yakni keberagamaan yang toleran, nasionalis, anti-kekerasan dan adaptif terhadap kebudayaan lokal. Moderasi beragama ialah vaksin ampuh untuk menangkal bahaya laten intoleransi, radikalisme, dan ekstremisme.

Terakhir, dalam konteks jangka panjang penting kiranya BNPT menyusun semacam petajalan (roadmap) bagaimana melahirkan generasi yang kebal dari virus radikal-ekstrem. Di titik ini, BNPT harus memainkan peran dalam edukasi anti-radikalisme kepada anak-anak, remaja, dan anak muda.

Arkian, kita patut menyadari bahwa di era modern ini, modal utama membangun bangsa sebenarnya bukanlah kekayaan alam. Banyak negara yang tidak memiliki kekayaan alam berhasil menjadi negara maju. Sebut saja Singapura.

Kunci membangun negara maju di era sekarang adalah kualitas sumber daya manusia dan kondisi negara yang aman dan kondusif. Kekayaan alam yang melimpah, tidak akan bermakna apa-apa, bahkan acapkali justru menjadi sumber konflik manakala SDM di negara tersebut rendah.

Kekayaan sumber daya alam juga tidak akan berdampak bagi kemajuan negara, manakala kondisi sosial-politiknya tidak kondusif. Dalam konteks Indonesia, kita patut bersyukur dikarunia kekayaan alam yang melimpah.

Pekerjaan rumah terbesar kita sekarang dan ke depan adalah bagaimana membangun SDM yang berkualitas. Serta mengelola keragaman agama, suku, dan budaya agar situasi sosial-politik tetap kondusif. Jika itu terlaksana, maka kita patut optimistis agenda Indonesia Emas 2045 akan terwujud.

Facebook Comments