Nasionalisme mesti tumbuh dan dipupuk dalam diri setiap warga negara. Salah satunya spirit bela negara. Hal ini sebagai kebutuhan dalam rangka mempertahankan kehidupan berbangsa dan bernegara yang menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan. Disinilah urgensi terus menggelorakan bela negara, khususnya kepada generasi muda.
Jarak yang semakin jauh dari masa perjuangan kemerdekaan tidak dipungkiri bias berpengaruh kepada nasionalisme yang semakin rapuh. Belum ditambah dengan masuknya budaya dan ideologi luar yang kontra produktif bagi nasionalisme. Generasi muda berpotensi menjauh dari internalisasi dan aktualisasi nasionalisme melalui bela negara.
Sudah lama pemerintah melalui Kementarian Pertahanan (Kemenhan) merencanakan program bela negara. Program tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kedisiplinan generasi muda di Indonesia. Bela negara strategis sebagai upaya memperkokoh dan menjaga kesatuan nasional. Tetapi hingga kini belum terealisasi.
Bela negara secara formal boleh belum jalan, namun secara substansial harus segera diaktualisasikan secara nyata, baik melalui jalur informal maupun non formal. Salah satunya melalui media dunia maya. Aktifitass dunia maya sudah menjadi keniscayaan di era modernitas saat ini. Hal ini strategis untuk dikelola dan didominasi hal-hal positif. Salah satunya menjadi media menggelorakan spirit dan implementasi bela negara.
(Rencana) Bela Negara
Bela negara pada hakikatnya merupakan kewajiban seluruh warga negara Indonesia, tanpa batasan profesi dan usia. Sumber daya manusia yang siap membela negara merupakan salah satu unsur dalam nilai kekuatan perlawanan bangsa (Kemenhan, 2015).
Faisal (2015) memaparkan bahwa program bela negara yang selama ini direncakan pemerintah memiliki landasan UUD 1945 dan UU No 3 tentang pertahanan. Program membentuk kader bela negara sebanyak 100 juta kader akan dilakukan melalui program ketahanan negara di setiap kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Pada tahun ini, akan dimulai di 47 kabupaten/kota yang berada di 11 Kodam. Pendidikan merupakan kombinasi dari TNI, Polri, dan instruktur keilmuan lainnya.
Konsep bela negara tidak ada batasan umur. Bagi warga yang umurnya 50 tahun ke atas atau ke bawah akan disesuaikan porsi latihannya. Pemerintah memastikan bahwa program Bela Negara berbeda dengan program wajib militer. Menhan menandaskan bahwa jika masyarakat tidak ikut serta dalam bela negara, maka dipersilakan untuk angkat kaki dari Indonesia.
Pemerintah penting melakukan kajian mendalam agar optimal. Sosialisasi dan jaring aspirasi penting penting ditempuh. Beberapa hal dapat dilakukan pemerintah guna menguatkan program ke depannya.
Pertama, kejelasan skema pembiayaan. Program-program pertahanan selama ini masih jauh dari harapan terkait kemampuan penganggaran. Misalnya terkait alutsita, sarana TNI lainnya, dan kesejahteraan prajurit TNI. Pemerintah mesti membahas secara rinci dengan DPR terkait pembiayaan, apalagi program ini sifatnya berkelanjutan setiap tahun.
Kedua, integrasi dan sinergisitas dengan kurikulum pendidikan yang ada. Kemenhan merencanakan program bela negara masuk dalam kurikulum pendidikan. Integrasi penting agar tidak menambah beban Kemendiknas dan peserta didik. Penambahan kurikulum penting dihindari dan sebaiknya memasukkan dan kurikulum yang ada dan relevan.
Ketiga, penyediaan sarana dan prasarana penunjang. Selama ini sarana dan prasarana TNI di daerah-daerah masih memperihatinkan, apalagi jika dibandingkan dengan Polri. Sarana dan prasarana ini penting disediakan secara layak terlebih dahulu agar optimal. Fasilitas penting juga menggunakan Polri, pemerintahan, dan lainnya tanpa mengganggu instansi tersebut. Jaminan berupa asuransi juga penting diberikan kepada peserta kader bela negara mulai dari pendidikan hingga pelaksanaan.
Keempat, kejelasan regulasi serta konsep kurikulum dan pelatihan. Payung hukum berupa UU Bela Negara penting disiapkan pemerintah dan DPR. UU Pertahanan belum cukup untuk menyusuna peraturan teknis terkait bela negara, baik PP hingga Keppres. Konsep kurikulum juga mesti dimatangkan dan tidak terkesan asal jadi kejar tayang. Tim Pakar dan praktisi pertahanan penting dilibatkan.
Kelima, sinkronisasi dengan sektor terdampak dan terkait. Usia produktif dipastikan paling banyak menjadi target perekrutan kader bela negara. Untuk itu penting dilakukan koordinasi dan sinkronisasi agar tidak menimbulkan gejolak sosial ekonomi. Misalkan saja terkait sektor ekonomi. Pertanyaan yang mesti dijawab adalah bagaimana dengan kerja jika terlibat pendidikan dan pelatihan.
Optimalisasi Dunia Maya
Aktualisasi bela negara tidak boleh menunggu kebijakan formal di atas. Jalur lain yaitu non formal dan informal mesti segera dioptimalkan. Selain strategis, jalur ini lebih sederhana dan tidak membutuhkan mekanisme yang diatur. Dunia maya layak dilirik menjadi prioritas media mengkampanyekan spirit bela negara.
Pertama, perlu mengkonsolidasikan pegiat maupun komunitas dunia maya. Mereka potensial dijadikan juru kampanye bela negara. Substansi bela negara dapat diberikan oleh pemerintah atau instansi terkait. Fasilitasi pemerintah dibutuhkan terkait operasional dan sinergi lintas pihak.
Kedua, instansi terkait bela negara dapat langsung menggunakan akun formalnya dalam melakukan kampanye. Bahasany penting disesuaikan dengan karakter market tanpa mengurangi substansi dan spirit bela negara.
Ketiga, pertemuan langsung atau offline penting dilakukan. Pendekatannya melalui kegiatan yang disuka anak muda, seperti olahraga, musik, outbond, pelatihan dan lainnya. Tujuannya selain konsolidasi juga menguatkan kapasitas yang tidak atau belum memungkinkan disampaikan melalui dunia maya.
Setiap peserta atau target otomatis menjadi agen kampanye bela negara. Jika hal ini terus dilakukan, maka dalam sekian waktu akan terbangun jejaring yang bisa mewarnai dunia maya dengan konten bela negara.
Bela negara secara konseptual adalah kebutuhan penting yang tidak terbantahkan dan mendesak dijalankan. Dunia maya memberikan ruang luas dan tidak terbatas. Pendekatan zaman now dapat dioptimalkan guna mengkampanyekan bela negara.