Bagaimana Mengimplementasikan Pendidikan Akhlak di Era Pembelajaran Daring?

Bagaimana Mengimplementasikan Pendidikan Akhlak di Era Pembelajaran Daring?

- in Narasi
1557
0
Bagaimana Mengimplementasikan Pendidikan Akhlak di Era Pembelajaran Daring?

Pandemi yang tak kunjung usai membuat sistem pembelajaran jarak jauh via daring tetap berjalan. Banyak problematika yang muncul dari fenomena pendidikan daring. Mulai dari persoalan ketersediaan sarana dan fasilitas pendukung seperti gawai dan kuota internet, ketidaksabaran orang tua dalam mendampingi anaknya belajar daring, hingga persoalan bagaimana mengimplementasikan pendidikan akhlak dalam konteks pendidikan daring. Poin terakhir ini kiranya menjadi persoalan banyak orang, termasuk saya; bapak dari dua anak yang beranjak remaja dan membutuhkan perhatian penuh dari keluarga, sekolah dan lingkungan.

Di masa PJJ daring ini, nyaris sebagian besar waktu anak dihabiskan di rumah. Pergaulan sosial yang dibatasi memaksa mereka beralih ke teknologi. Internet kemudian menjadi pelarian utama mereka. Di saat yang sama, orang tua dan sekolah serta lingkungan sekitar tentu mustahil memberikan pengawasan terus-menerus. Hal ini telah menimbulkan residu persoalan yang tidak ringan. Berita tentang pernikahan anak usia dini, bahkan karena hamil di luar nikah, di masa pandemi ini nyaris kita baca setiap hari. Tidak berlebihan untuk menyebut bahwa PJJ daring di masa pandemi ini juga berpengaruh pada menurunnya akhlak peserta didik.

Dalam Islam, terminolog akhlak dimaknai sebagai sebuah sikap atau perbuatan baik seseorang yang lahir karena pembiasaan. Artinya, akhlak baik atau mulia tidak lahir begitu saja. Meski manusia terlahir fitrah dan memiliki kecenderungan baik, namun sifat mulia tidak lantas lahir begitu saja, melainkan diajarkan, ditanamkan, dipupuk dan dijaga setiap waktu. Dalam konteks manusia biasa yang bukan maksum layaknya Nabi, godaan untuk bersikap tidak baik pasti ada setiap waktu. Maka dari itu, pendidikan akhlak diperlukan agar kita tidak terjemurus ke dalam sifat dan sikap negatif.

Persoalannya ialah, pendidikan akhlak tidak bisa diajarkan secara teoretis, apalagi hanya dihafalkan secara konseptualistik. Pendidikan akhlak ialah pendidikan yang lebih banyak menitikberatkan pada praktik dan pembiasaan sehari-hari. Kita bisa ambil contoh, pendidikan militer yang dilaksanakan di akademi-akademi militer dipastikan akan membentuk sikap disiplin, tanggung jawab dan kesadaran yang tinggi. Bagaimana tidak? Nyaris 24 jam para taruna hidup di bawah sistem dan aturan yang didesain sedemikian rupa agar mereka patuh dan tidak melanggar aturan. Pendidikan militer bertahun-tahun itu akan membekas barangkali hingga akhir hayat.

Demikian pula dalam konteks pendidikan akhlak. Kita ambil contoh lagi, pendidikan yang dilaksanakan di pesantren misalnya, cenderung berhasil membentuk karakter relijius, santun dan mandiri bagi para santri. Itu lantaran mereka hidup di lingkungan yang memaksa mereka bersikap dan bertindak relijius, taat pada agama dan hormat pada kiai atau ustad serta melakukan pekerjaan sehari-hari dengan tangan sendiri. Hal yang sama tidak bisa dilakukan di masa PJJ daring. Tanpa pengawasan penuh pihak sekolah, guru dan orang tua, maka pendidikan akhlak akan tidak berjalan optimal. Kebiasaan disiplin, hormat pada guru, sayang pada kawan yang selama ini susah-payah dibangun melalui lembaga sekolah pun “ambyar” ketika anak kelamaan berada di rumah.

Situasi pandemi ini memang dilematis. Membuka kembali sekolah di tengah tren penularan yang belum menurun tentu beresiko. Namun, membiarkan anak kelamaan berada di bawah sistem yang longgar dan nyaris tanpa kontrol juga lebih beresiko lagi. Kita tentu tidak mau pandemi ini menghapus satu generasi berkualitas yang menjadi tumpuan harapan masa depan bangsa. Maka, jalan terakhir yang bisa kita upayakan ialah mengintensifkan peran orang tua, keluarga besar dan lingkungan masyarakat dalam melakukan pendidikan akhal secara intensif.

Orang tua, sebagai lingkaran terdekat anak idealnya bisa bertindak sebagai teladan bagi anak-anaknya dalam hal akhlak. Orang tua barangkali tidak perlu banyak berteori alih-alih memberikan contoh dan teladan yang baik tentang akhlak pada anak-anak kita. Bukan hal yang mudah memang, namun bisa jadi ini ialah kesempatan juga bagi orang tua untuk memperbaiki diri dalam hal akhlak. Tidak kalah penting ialah masyarakat atau lingkungan sekitar yang menjadi tempat bernaung dan tumbuh bagi anak-anak. Peran lingkungan sekitar dan masyarakat pendidikan akhlak di era PJJ daring ini sangat vital.

Lingkungan dan masyarakat dengan sistem dan mekanisme kontrol sosial yang baik merupakan kunci keberhasilan pendidikan akhlak di era PJJ daring. Pengawasan masyarakat diperlukan agar anak-anak tidak terjerumus ke dalam penyelewengan sosial, seperti pergaulan bebas, penyalahgunaan narkotika, dan sejenisnya. Masyarakat harus berperan aktif dalam mengawasi lingkungan sekitarnya. Jika sekiranya ada gejala-gejala penyelewengan, maka bisa diambil tindakan sedini mungkin.

Barangkali kita memang harus rela jika kualitas pendidikan kita menurun akibat pandemi dan pemberlakukan PJJ daring. Namun, kita tentu tidak bisa membiarkan penurunan kualitas itu terjadi dalam konteks pendidikan akhlak. Bagaimana pun juga, pendidikan akhlak ialah fondasi penting bagi kehidupan anak di masa depan dalam lingkup kecil dan modal penting membangun bangsa dalam konteks lebih luas. Maka, jangan sampai kualitas akhlak anak-anak kita direnggut oleh pandemi. Kita mungkin kesulitan mengajarkan mata pelajaran seperti matematika, fisika, atau ilmu lain ke anak-anak kita. Namun, dengan komitmen kuat dan tekad bulat, kita tentu mampu menjadi guru pendidikan akhlak bagi anak-anak kita.

Facebook Comments