Ibnu Hajar al-Asqolani sang Amirul Muhadditsin dalam kitab Badzlul Ma’un Fi Fadhilth Tha’un. memberikan satu pelajaran tentang kekeliruan seseorang di dalam beragama tanpa akal sehat. Dalam kitab tersebut diceritakan bahwa pernah terjadi suatu wabah di daerah Damaskus dan bertepatan pada bulan Rabi’ul awal. Sehingga masyarakat pada saat itu meyakini bahwa dengan melakukan perkumpulan spiritualitas. Seperti berdoa bersama-sama (Istighasah) agar wabah tersebut segera diangkat. Sambil membaca kitab shahih Bukhari dan dilanjutkan membaca Surat Nuh di Mihrab Sahabat sebanyak 3363 kali.
Namun apa yang terjadi justru semakin masif dan aktif penularan wabah tersebut dan bahkan bertambah ganas. Kemudian salah satu pemimpi doa membaca Qunut dan menganjurkan untuk puasa selama 3 hari. Begitu banyaknya orang-orang yang berkumpul di jalan-jalan berdoa sambil menangis dan ber-tawajjuh diri agar wabah tersebut bisa segera hilang. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Semakin banyak orang yang meninggal. Kondisi terus semakin memburuk. Hingga memakan korban dengan skala besar. Kurang lebih ada seribu orang yang meninggal tiap harinya.
Makna di balik kisah tersebut kita ketahui betapa pentingnya mengamalkan agama dengan ilmu. Karena agama tanpa ilmu akan membawa kita ke jalan yang sesat. Bagaimana letak fungsionalisme spiritualitas seperti membaca kitab Shahih Bukhari, membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an dan bahkan bermujahadah yang dilakukan masyarakat tersebut bukan sebuah kesalahan. Akan tetapi lebih kepada di luar konteks pemahaman dan fungsinya.
Karena bagi beliau untuk persoalan wabah kita harus mengikuti anjuran dokter (orang secara medis yang ahli dalam kesehatan) seperti halnya menganjurkan kita untuk melakukan physical distancing atau isolasi diri di rumah untuk sementara demi memutuskan mata rantai penularan wabah tersebut.
Interpretasi Ibn Hajar Tentang Doa Bersama di Tengah Wabah
Ibnu Hajar Al-Asqolani melakukan karantina secara mandiri. Bagaimana beliau benar-benar mempraktikkan apa yang telah menjadi ikhtiar kita bersama-sama yaitu memutus mata rantai penularan dengan melaksanakan dengan penuh kesadaran bersama yaitu Physical Distancing jaga jarak secara fisik maupun kotak fisik. Serta menghindari fitnah yang sangat bahaya bagi beliau. Terutama saat ini seperti melakukan Media Distancing yaitu jaga jarak dengan informasi yang berbau negatif dan mengandung hoax yang membuat masyarakat resah.
Baca Juga : Totalitas dalam Perang Melawan Corona
Beliau merekonstruksi pemahaman keagamaan masyarakat yang keliru terkait istighasah bersama yang justru semakin membuat masif-nya penularan wabah virus tersebut. Tentu pemahaman yang semacam ini terkait istighasah bersama dan lantunan doa, puasa dengan berkumpul agar bisa menghilangkan virus tersebut itu tindakan yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW.
Karena kegiatan tersebut ketika melakukan perkumpulan ternyata justru banyak korban yang semakin berjatuhan dan proses penularan yang semakin masif. Karena secara ilmu kesehatan, virus yang mudah menular harus segera diantisipasi dengan melakukan sosial distancing tersebut atau jaga jarak secara fisik dan menjauhi segala kerumunan.
Karena beliau (Ibnu Hajar) adalah ulama yang selalu menolak dan berpendapat untuk melarang melakukan kegiatan perkumpulan tersebut. Karena lebih banyak kepada mudharatnya dari pada kebaikannya. Tentu dasar ini adalah pemahaman keagamaan yang menggunakan akal sehat. Bagaimana kita harus memahami konteks, batasan dan fungsi keagamaan tersebut dalam kehidupan sosial dengan memahami ranah yang telah diklasifikasikan terutama tentang “ikhtiar” sebelum tawakkal dan batasan tawakkal tentang pentingnya ikhtiar.
Oleh karena itu sangat penting kita bersama-sama melawan virus corona ini dengan kesadaran seperti yang telah dikisahkan oleh beliau dan telah dipraktikkan oleh beliau pula dengan tidak menghadiri kegiatan yang diselenggarakan oleh Muayyad Billah di Kairo yaitu melakukan isolasi diri di rumah dan menjaga jarak dan menghindari kerumunan terutama menghentikan kegiatan keagamaan yang mengundang banyak orang. Semoga kita selalu sehat dan dijauhkan dari segala penyakit terutama virus ini yang semakin hari memakan banyak korban di dunia.
Melawan Corona dengan Skill-nya Masing-Masing
Kita harus tahu betul bahwa untuk persoalan wabah kita wajib menyerahkan kepada ahlinya. Yaitu tenaga medis (dokter) yang siap di dalam memberikan pelayanan untuk ikhtiar mengobati penyakit tersebut. Tentu ini juga didasari kesadaran bersama bagaimana “mencegah lebih baik dari pada mengobati” adalah konsep mendasar yang perlu kita tumbuhkan. Dengan mengikuti instruksi bagaimana kita untuk sementara melakukan isolasi diri seperti menjaga jarak dan menghindari secara fisik yang berkaitan dengan kegiatan yang bersifat kerumunan.
Begitu juga sama halnya dengan urusan agama, mereka mengikuti apa yang di fatwa-kan oleh pemuka agama di Indonesia untuk sementara demi kemaslahatan bersama yaitu dengan memberhentikan shalat Jum’at digantikan dengan shalat Zhuhur.
Karena ulama memandang bahwa ijtihad semacam ini perlu untuk dilakukan. Karena secara medis dokter menjelaskan berdasarkan penelitian ilmiah dan berdasarkan perspektif analisis kesehatan. Bahwa virus ini gampang dan mudah menular ke setiap orang. Jika tidak segera diambil langkah maka wabah ini akan semakin berkecamuk. Sehingga pihak agamawan dan LSM baik di provinsi, kabupaten, kecamatan dan seluruh Kiyai desa harus bekerja sama dalam hal ini untuk melakukan sosialisasi. Pentingnya untuk menyadarkan masyarakat dari tiap-tiap lapisan untuk melawan corona ini. Biarlah tenaga medis yang mengobati dan mencari jalan keluar terkait wabah tersebut agar segera hilang. Tugas kita adalah ikhtiar, mengikuti instruksi yang telah diberikan dan bersama-sama hidup sehat dan menjauhi informasi-informasi yang menimbulkan fitnah dan ketakutan. Semoga kita semua selalu diberikan kesehatan dan dilindungi dari virus covid-19 ini.