Ekstrimisme, Kalah Sejak Dalam Pikiran

Ekstrimisme, Kalah Sejak Dalam Pikiran

- in Narasi
1758
0

Benarkah ada yang memusuhi Islam di Indonesia? Pertanyaan ini perting diajukan mengingat dalam setiap kegiatan atau keputusan pemerintah seringkali dituding sebagai langkah memusuhi Islam. Begitu santernya tudingan ini sehingga mampu melonjakkan amarah umat Islam di satu sisi dan kian kuatnya paham-paham ekstrimisme di sisi yang lain. Beberapa aksi bom bunuh diri yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia dari Bali hingga Kampung Melayu, selalu beralasan untuk balas dendam terhadap pemerintah karena telah memusuhi umat Islam. Di beberapa media juga tidak jarang menyematkan kalimat bahwa Islam benar-benar dimusuhi. Sehingga perlawanan terhadap pemerintahan yang sah dianggap wajar dan sah.

Perasaan di atas sebenarnya timbul akibat ketidakmampuan bersaing dengan orang lain dalam kehidupan nyata. Dalam kondisi seperti ini, pada umumnya orang akan lebih banyak menyalahkan orang lain atas kelalaian dan kekalahan dirinya dari pada melakukan intropeksi diri. Jiwa yang kalah dan takluk ini, pelan tapi pasti, akan menumbuhkan kebencian yang tidak berdasar terhadap orang lain. Umat agama lain lebih banyak dilihat dari aspek dosa daripada jasa. Akibatnya, sikap al ghulw atau ekstrim dalam beragama yang dilarang keras oleh Islam justru dilakukan dan menjadi pondasi keberimanannya.

Untuk memompa semangat kebencian dan ekstrim tersebut kemudian mereka menyebarkan berita-berita fitnah. Fitnah-fitnah tersebut tidak hanya tertuju kepada kelompok Barat yang diklaim sebagai biang kehancuran Islam tapi juga mengarah kepada tokoh-tokoh muslim yang tidak sealiran dengan mereka. Fitnah itu disebar melalui pengajian-pengajian dengan dalih kecintaan terhadap Islam. Atau, bisa juga melalui bisikan-bisikan lembut di dapur, kasur, dan sumur. Kasus seorang istri yang siap menjadi pelaku bom bunuh diri beberapa bulan yang lalu bisa dijadikan bukti betapa kampanye kebencian itu sangat masif dan tidak bisa disepelekan.

Penyebaran fitnah-fitnah itu pada akhirnya mencipta garis tegas antara yang suci secara agama dan penuh maksiat sekaligus antara yang bisa digolongkan sebagai saudara dan musuh. Parahnya, mereka yang sedang dalam kondisi kalah dalam beragama ini justru merasa paling suci dan paling benar sementara orang yang berbeda dianggap salah. Perasaan tersuci itu didukung dengan hadits atau dalil-dalil agama lainnya yang mereka kumpulkan untuk kemudian ditafsiri sesuai dengan jiwa kebencian dirinya. Tidak peduli apakah tafsir itu disepakati ulama atau tidak.

Ayat tentang perintah membunuh orang kafir dimana pun ditemui dalam QS;2:191 misalnya, mereka jadikan dasar untuk membunuh orang lain yang mereka anggap kafir tanpa memahami apa itu kafir dalam ayat tersebut. Begitu juga mereka tidak melihat kondisi apa yang membolehkan orang kafir. Mereka hanya memotong ayat-ayat al Qur’an tanpa memahaminya secara utuh. Karena kalau dipahami secara mendalam ayat dalam QS;2:191 ini berhubungan erat dengan suatu kondisi dan situasi. Yakni tidak boleh membunuh orang kafir yang tidak memusuhi umat Islam. sayangnya jiwa kalah dan takluk selalu memanfaatkan kondisi untuk mengalahkan orang lain.

Terus terang, semua ulama sepakat bahwa dalam kondisi damai seperti Indonesia ini sangat dilarang keras melakukan peperangan. Orang Nashrani, Yahudi, dan agama-agama lain di luar Islam yang berada di negri ini merupakan orang-orang yang harus dilindungi. Dalam “al Jihad wal Qital fil Siyasah al Syar’iyyah”, Muhammad Khair Haikal mengkalsifikasi orang-orang di luar Islam itu yang harus dilindungi terbagi menjadi empat; ahlul hadanah, ahl al shulh, ahl al ‘ahd, ahl al dimmah.

Yang pertama ini adalah orang beragama lain yang telah sepakat untuk bekerja sama dalam kedamaian baik melalui tebusan uang atau harta lainnya. Kedua, orang yang menjaminkan dirinya untuk kedamaian dan bahkan ikut membela dan berjuang menciptakan kedamaian. Ketiga, orang yang berjanji untuk tidak memerangi umat Islam. Dan keempat, agama lain yang berada di dalam wilayah dar al islam. Muhammad al Sarkhasy menambahkan dalam “al Siyar al Kabir” bahwa ahlul harb, orang-orang yang memusuhi umat Islam, sekalipun jika datang di negara kita untuk keamanan maka wajib dilindungi. Yajib al difa’ ahlil harb alladzi dakhalu darana biamanin.

Dari sini terlihat bahwa jiwa-jiwa ekstrimis yang kalah dan takluk sejak dalam pikiran itu pada hakekatnya tidak memiliki landasan dalam Islam untuk memusuhi dan membunuh orang lain sebeda apapun. Tafsir-tafsir dan pemahaman yang mereka kembangkan dari jiwa kebencian dan kekalahannya harus diperbaiki demi kebaikan Islam itu sendiri. Termasuk di dalamnya merasa paling suci secara agama. Karena “la tuzakku anfusakum” jangan merasa suci atas dirimu sendiri, demikian al Qur’an memerintahkan.

Yang pasti, Islam tidak pernah punya musuh. Yang dimusuhi Islam adalah kedhaliman, ketidak adilan, dan beberapa sifat buruk lainnya. Termasuk musuh Islam adalah al baghyu. Yakni orang-orang yang tidak taat pada pemerintahan. Atau al quttha’ al thariq. Yakni orang-orang yang menciptakan kekacauan dan permusuhan di negara damai seperti Indonesia ini. Wallahu a’lam.

Facebook Comments