Menyoal Ormas Paramiliter; Dari Perebutan Teritorial ke Ancaman Stabilitas Sosial

Menyoal Ormas Paramiliter; Dari Perebutan Teritorial ke Ancaman Stabilitas Sosial

- in Narasi
13
0
Menyoal Ormas Paramiliter; Dari Perebutan Teritorial ke Ancaman Stabilitas Sosial

Pasca Reformasi, kita dihadapkan pada gelombang kemunculan organisasi paramiliter. Ormas paramiliter merujuk pada organisasi kemasyarakatan yang bernuansa kemiliter-militeran. Mereka memakai seragam dan atribut menyerupai militer, minus senjata api, dan menjalankan organisasinya dengan mengadaptasi sistem hirarki ala militer. Ada panglima sebagai pemimpin dan pasukan sebagai anak buah. Untuk menjadi anggota ormas paramiliter ini pun harus melalui tahap seleksi fisik seperti seleksi masuk tentara.

Keberadaan ormas paramiliter kerap kali menjadi kepanjangan tangan ormas keagamaan atau yang lainnya. Namun, dalam perkembangannya, banyak muncul ormas paramiliter yang tidak berafiliasi dengan ormas keagamaan atau partai politik alias berdiri sendiri.

Keberadaan organisasi masyarakat yang bersifat paramiliter, terutama yang tidak terafiliasi ke ormas agama dan parpol harus diakui cenderung meresahkan. Kelompok paramiliter ini kerap menunjukkan cara-cara premanisme, dan kekerasan untuk membela kepentingannya.

Fatalnya, di lapangan kelompok paramiliter kerap terlibat bentrok, baik dengan aparat keamanan, sesama ormas, maupun pelaku usaha karena dilatari beragam motif. Yang paling sering adalah perebutan wilayah teroritorial dimana di dalamnya terdapat sumber-sumber ekonomi yang potensial. Maka, menjadi wajar jika ormas paramiliter biasanya tumbuh subur di wilayah atau kawasan industri.

Perebutan wilayah teritorial ini pun kerap diwarnai oleh bentrok fisik. Akibatnya, keamanan masyarakat pun terganggu. Stabilitas sosial terancam oleh keberadaan ormas paramiliter tersebut. Dan, yang lebih parahnya lagi, iklim investasi pun ikut-ikutan terganggu. Jika sudah demikian, kaberadaan ormas paramiliter lebih banyak mendatangkan mudarat ketimbang manfaat.

Kemunculan ormas paramiliter dalam sebuah negara demokrasi adalah hal yang anomalistik. Dalam struktur negara demokrasi, pembagian kekuasaan itu jelas antara eksekutif, yudikatif, dan legislatif. Di luar itu ada masyarakat sipil yang direpresentasikan oleh media massa, lembaga swadaya masyarakat, ormas agama, dan gerakan lainnya.

Sementara urusan pertahanan negara diserahkan sepenuhnya pada militer atau dalam hal ini adalah TNI. Keberadaan paramiliter ini absurd, lantaran mereka sbenernya sipil, tapi berlagak kayaknya tentara. Cilakanya, mereka kerap dipakai oleh pihak tertentu untuk mengintimidasi individu atau kelompok masyarakat.

Ormas paramiliter kerap dipakai sebagai alat penekan. Lebih parahnya lagi, ormas paramiliter kerap terlibat dalam aksi vigilantisme alias main hakim sendiri, bahkan terlihat gerakan mobokrasi, yakni pengerahan massa besar untuk mengintervensi kebijakan pemerintah. Pada titik tertentu, ormas paramiliter juga kerap mensuplai anggotanya menjadi bagian dari gerakan radikal terorisme.

Eksistensi ormas paramiliter yang berkarakter vigilantis patut dipersoalkan. Kita patut belajar dasi negara lain yang awalnya permisif pada kelompok paramiliter dan akhirnya dilanda konflik sosial politik. Konflik di Sudan Selatan misalnya, dilatari salah satunya oleh bentrok antar kelompok paramiliter. Hal yang sama bisa saja terjadi di Indonesia, jika ormas paramiliter dibiarkan menjamur.

Maka, kita perlu mengambil langkah pencegahan yang efektif. Diperlukan kolaborasi semua pihak untuk membendung arus gerakan ormas paramiliter yang kerap meresahkan publik ini. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menelusuri latar belakang mengapa kelompok paramiliter ini menjamur.

Jika merujuk pada analisis Ian Douglas Wilson, manjamurnya kelompok paramiliter tidak terlepas dari sulitnya akses masyarakat, terutama anak muda pada dunia pendidikan dan pekerjaan. Kesulitan anak muda dalam mengakses pendidikan dan pekerjaan membuat mereka bergabung ke dalam ormas paramiliter.

Wilson menyebutkan bahwa banyak anak muda urban dari kalangan bawah bergabung ke ormas paramiliter untuk mendapatkan pengakuan, status sosial, dan juga kebanggaan. Dengan bergabung ke ormas paramiliter mereka merasa eksistensinya diakui dan dihargai oleh masyarakat.

Di titik ini, kita bisa menyimpulkan bahwa ormas paramiliter kerap menjadi pelarian alias eskapisme bagi kaum muda urban kelas bawah, karena tidak mendapat akses dalam pendidikan dan pekerjaan. Maka, salah satu jalan mengatasi persoalan itu adalah dengan membuka seluasnya akses pada pendidikan dan pekerjaan. Pemerintah wajib memastikan anak muda mendapatkan haknya dalam pendidikan dan kemudahan dalam mencari pekerjaan.

Di saat yang sama, pemerintah juga harus menunjukkan komitmennya dalam menegakkan hukum bagi siapa pun pelaku kekerasan, vigilantisme, atau premanisme. Negara tidak boleh kalah dengan kelompok paramiliter.

Sebaliknya, negara harus memastikan bahwa kelompok paramiliter itu tidak mengambil alih wewenang militer dalam hal keamanan dan pertahanan negara. Negara juga wajib memastikan kelompok paramiliter tidak berkembang menjadi organisasi kriminal semacam mafia yang saling berebut klaim wilayah teritorial.

Penegakan hukum yang tegas akan memberikan efek jera bagi ormas paramiliter. Diperlukan kolaborasi semua pihak dan pendekatan yang komprehensif sekaligus berkelanjutan untuk mengatasi problem terkait ormas paramiliter ini.

Tidak kalah pentingnya adalah peran para tokoh agama, lembaga keagamaan, dsn masyarakat pada umumnya untuk ikut andil merangkul kelompok yang selama ini termarjinalkan. Kaum muda urban kelas bawah tidak boleh dihakimi apalagi didiskriminasi.

Alih-alih dirangkul dan difasilitasi untuk mengembangkan diri. Penerimaan sosial oleh masyarakat akan menjadikan mereka memiliki kepercayaan diri dan merasa menjadi bagian dari masyarakat.

Ke depan, keberadaan ormas paramiliter seperti Banser NU, Kokam Muhammadiyah, Pemuda Pancasila, dan sebagainya harus diarahkan sebagai katalisator pembangunan dan persatuan. Ormas paramiliter harus berperan aktif mensukseskan program pemerintah, menjaga ideologi bangsa, dan ikut serta merawat ketertiban sosial.

Facebook Comments