Ramadan Menanam Moderasi Melunturkan Radikalisme

Ramadan Menanam Moderasi Melunturkan Radikalisme

- in Narasi
390
0
Ramadan Menanam Moderasi Melunturkan Radikalisme

Orang yang memilih dalam hidupnya, menjauhi perilaku radikal/intolerant atas mereka yang berbeda agama. Kalau kita amati, mereka adalah orang yang (menang) melawan hawa-nafsu serta ego dalam beragama. Di sinilah titik-korelatif Ramadan mengajarkan kita tentang sikap moderat dalam beragama.

Saya termasuk orang yang tidak sepakat, dengan sebuah anggapan bahwa orang moderat itu dianggap kualitas imannya yang rendah. Padahal, mereka adalah orang-orang yang disebut oleh Nabi sebagai pahlawan yang menang dalam peperangan berat. Yaitu melawan hawa nafsu dan egoisme diri yang nyata akan menghancurkan diri kita.

Ramadan mengajarkan kita untuk mengendalikan diri. Puasa kita dituntut untuk menahan lapar dan haus. Memaksakan diri untuk tidak berbuat keburukan, menghindari ucapan-ucapan yang menyakiti perasaan orang lain. Serta memperbanyak ibadah amaliah. Hal ini semata kita bisa mengontrol hawa nafsu dan ego diri yang selalu kebablasan menjerumuskan kita ke dalam keburukan.

Mewaspadai Motif Radikalisme di Bulan Suci Ramadan

Ramadan sejatinya tidak hanya berisi tentang kabaikan. Bulan suci Ramadan tampaknya juga tidak terlepas dari motif-motif ideologis kelompok radikal. Mereka memanfaatkan momentum ini untuk mengajak umat melakukan tindakan intolerant atas mereka yang berbeda agama. Merusak Ramadan yang suci menjadi ajang membentuk keangkuhan diri dalam beragama.

Sebagaimana, ada motif-motif ideologi radikal di bulan suci Ramadan yang harus kita ketahui dan perlu kita waspadai. Misalnya, membawa motif “demi kekhusyukan” ibadah Puasa. Lalu, menghalalkan intoleransi di tengah keragaman. Seperti motif di balik penutupan patung Bunda Maria di kulon Progo.

Kalau kita amati, penutupan patung Bunda Maria yang ada di Kulon Progo ini mencoba membenarkan praktik intoleransi. Dengan membawa dalih agar umat Islam khusyuk dalam beribadah di bulan suci Ramadan. Lalu, mengajak umat untuk menutup simbol agama lain dan bahkan mengajak untuk menghancurkannya.

Ini tentu mutlak sebagai bagian dari produk ideologi radikal yang dibungkus dengan motif demi kelancaran ibadah Ramadan umat Islam. Seakan, perilaku yang demikian bukan tindakan yang melecehkan agama lain. Karena membawa motif-motif yang semacam itu.

Selain motif di atas, kita mungkin mengenal istilah “hormati yang puasa”. Sebagaimana, dalih yang demikian sering-kali membenarkan tindakan menutup warung makan milik non-muslim. Melakukan swiping terhadap rumah ibadah agama lain agar tidak melakukan aktivitas yang dianggap mengganggu umat Islam.

Dalih demi “menghormati orang puasa” ini adalah satu motif yang selalu digunakan kelompok radikal. Untuk membenarkan sikap anarkisme, sikap intolerant dan mengekspresikan kebencian atas non-Islam. Dengan melakukan tindakan semena-mena seperti warung makan harus semua tutup tidak boleh ada yang buka.

Bahkan, motif yang semacam itu juga merambat ke dalam sikap intoleransi keagamaan. Seperti tidak membolehkan umat agama lain melakukan aktivitas apa-pun selama ibadah Ramadan umat Islam. Bertindak semaunya dan bersifat diskriminatif atas agama lain. Sebab, ini merupakan satu motif yang dimainkan kelompok radikal dengan memanfaatkan kedok demi bulan suci Ramadan itu.

Ramadan untuk Bersuci diri dari Radikalisme dan Tumbuhkan Sikap Moderatisme

Ramadan adalah ajang bagi kita untuk bersuci diri. Dari segala keburukan, kebencian, kemungkaran dan menjauhi segala ego dan hawa nafsu. Sebab, tidak ada pranata keagamaan yang condong bersifat intolerant apalagi reduksionis atas agama lain.

Ramadan adalah rahmat bagi semua dan seharusnya membawa cahaya bagi orang-orang sekitar. Sebagaimana, moderatisme lahir dari kesadaran beragama yang tumbuh dari penyucian diri di bulan suci Ramadan ini.

Facebook Comments