Dunia maya adalah dunia yang di mana orang-orang dari pelbagai penjuru dunia bisa terhubung seakan tanpa sekat. Melalui media sosial, misalnya, orang-orang bisa saling berkomunikasi, menjalin relasi, atau berbagi informasi dengan sangat cepat, mudah, dan dengan jangkauan yang nyaris tak terbatas. Media sosial kemudian banyak menyimpan manfaat untuk menunjang mobilitas manusia modern yang butuh kecepatan dan kepraktisan.
Namun, karakter media sosial tersebut juga memiliki dampak negatif. Yakni ketika media sosial berada di tangan orang, kelompok, atau oknum tak bertanggungjawab. Di tangan mereka, media sosial dimanfaatkan untuk menebarkan konten-konten provokatif, berita bohong (hoax), kebencian, dan pelbagai hal negatif lainnya. Mereka sadar betul bahwa dengan kecepatannya, kepraktisannya, dan keluasan jangkauannya, media sosial menjadi tepat untuk menebarkan agenda-agenda tertentu, baik itu agenda-agenda politik hingga ideologis seperti paham-paham kekerasan.
Terbukti, kini media sosial semakin banyak memengaruhi opini publik. Bahkan, dalam beberapa kasus, isu yang dihembuskan di media sosial tak jarang mengalahkan informasi media arus utama atau media konvensional. Padahal, konten-konten negatif yang disebarkan di media sosial menjadi sangat berisiko memancing pertikaian. Kita sudah melihat sendiri dalam beberapa tahun terakhir bagaimana media sosial telah menjadi ajang saling menyerang, memojokkan, bahkan menghujat satu sama lain. Bahkan, beberapa konflik, kasus intoleransi, kekerasan, dan pertikaian di masyarakat berawal dari media sosial.
Melihat kondisi tersebut, jelas menjadi penting bagi kita untuk meningkatkan kesadaran menjaga keamanan dan kedamain di ruang maya. Kita tak ingin bertikai dan bahkan terpecah-belah karena hanyut dalam permainan isu yang dihembuskan orang atau kelompok tak bertanggungjawab di media sosial. Kita tak ingin ikatan persaudaraan yang telah lama kita rajut harus melemah karena kurangnya kebijaksanaan dalam menyikapi setiap isu yang dihembuskan di dunia maya.
Melawan
Sebagian orang mungkin memilih diam atau tidak ikut campur dalam pelbagai kemelut di media sosial. Dalam beberapa kondisi, sikap tersebut memang tepat agar terhindar dari lingkaran pertikaian lebih jauh. Namun, bagi orang memiliki pengetahuan atau kompetensi yang cukup terkait isu yang sedang menjadi perbincangan, rasanya menjadi perlu untuk turut menjernihkan persoalan agar pihak yang bertikai tercerahkan. Memang, menyadarkan warganet yang terlanjur termakan emosi dan kebencian karena provokasi bukan perkara mudah. Namun, jika bukan orang-orang yang berpengetahuan, siapa lagi yang bisa menyejukkan suasana?
Hal tersebut memperlihatkan pentingnya kesadaran untuk aktif melakukan penjagaan keamanan, atau dengan bahasa lain: ronda di media sosial. Kita bisa bersikap sesuai kapasistas kita masing-masing. Jika kita tahu suatu berita yang disebarkan seorang teman merupakan hoax, kita bisa mengingatkannya. Tentu, sikap tersebut harus bertolak dari pengetahuan berbekal kroscek yang cukup sebelumnya. Dengan demikian, spirit melakukan penjagaan keamanan di media sosial benar-benar dilandasi pengetahuan.
Sekarang sudah saatnya orang-orang yang memiliki pengetahuan angkat bicara dan mengupayakan keamanan di media sosial. Jangan sampai arus informasi media sosial dipenuhi narasi negatif hanya karena orang-orang yang berpengetahuan tak peduli dengan kondisi tersebut. Sulit memberantas hoax jika kita hanya bergantung pada pengawasan yang dilakukan kepolisian lewat cyber patrol. Warganet harus punya kesadaran untuk berperan aktif melawan penyebaran berita hoax.
Mustofa Bisri, ulama kharismatik dari Rembang, ketika menjadi narasumber Sarasehan Nasional Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia di Semarang 20/4/2017 pernah mengatakan “sing waras ojo ngalah” (yang berakal sehat jangan mengalah) (Detik.com). Hal tersebut dikarenakan pembuat dan penyebar hoax sering merasa paling benar. Ini jelas berbahaya jika orang-orang waras (berpengetahuan dan berakal sehat) malah mengalah, karena berita hoax tersebut akan semakin menyebar dan berdampak buruk di masyarakat.
Pesan ulama yang mendapat penghargaan Yap Thiam Hien tahun 2017 tersebut secara tidak langsung menggambarkan pentingnya kesadaran dari kita semua untuk aktif menjaga keamanan di dunia maya, terutama terkait penyebaran hoax. “Ojo ngalah” (jangan mengalah) terhadap hoax, konten provokatif dan pemecahbelah, artinya ada sikap peduli, bahkan perlawanan. Atau dengan kata lain, kita tak boleh diam saja. Jika melihat ada akun terus-menerus menebarkan kebencian atau media yang memproduksi hoax, kita bisa melaporkannya.
Kerukunan
Melakukan ronda online, baik dari hal paling mendasar seperti sikap hati-hati dalam beraktivitas di media sosial maupun dengan melaporkan akun media atau penyebar konten negatif, tak lain merupakan bagian tak terpisahkan dari upaya merawat kerukunan antar warganet (netizen). Sebab, ketika media sosial dipenuhi berita (hoax), isu-isu provokatif, bahkan bermuatan SARA, maka virus kebencian yang merebak di ruang maya akan memancing pertikaian dan konflik di masyarakat luas. Sebaliknya, jika media sosial dipenuhi orang-orang yang peduli dengan keamanan dan perdamaian, maka risiko terjadinya konflik tersebut akan semakin kecil.
Di samping itu, semangat melawan hoax dan ronda online sudah semestinya dilakukan dengan tetap menjunjung etika, adab, dan sopan santun. Jangan sampai, hujatan kita balas dengan hujatan pula. Segala aktivitas kita di media sosial, sebisa mungkin harus selalu dilandasi kesadaran tentang apa yang pantas dan apa yang tak pantas untuk ditulis atau dibagikan. Jika setiap orang memiliki kesadaran tersebut, media sosial akan menjadi lebih sejuk, lebih damai, sehingga bisa memberi manfaat maksimal bagi kehidupan kita.