Urgensi Regenerasi Penjaga Pancasila

Urgensi Regenerasi Penjaga Pancasila

- in Narasi
2046
0

Pancasila merupakan dasar negara final bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Konsekuensinya Pancasila mesti dijaga, dirawat, dan terus diaktualisasikan dalam seluruh kehidupan bernegara. Pancasila menjadi penjaga utama masuk dan berkembangnya paham anti NKRI.

Seiring perkembangan jaman, eksistensi Pancasila mendapatkan tantangan berupa penggoyangan, baik dari internal maupun eksternal. Upaya pelemahan hingga peniadaan Pancasila selalu muncul termasuk dari anak bangsa. Kondisi ini merupakan tantangan terberat dan dilematis.Sedangkan ancaman dari luar muncul sebagai efek globalisasi dan transnasionalisasi berbagai institusi dan ideologi. Fenomena ini tidak bisa dihindari mengingat dinamika teknologi dan informasi yang menembus batas-batas geografi.

Tantangan internal dan eksternal lebih sering hadir dalam kombinasi yang kompleks. Identifikasi awal sangat susah namun penting guna antisipasi dan pencegahan dini. Generasi muda menjadi sasaran empuk pengembangan ideologi anti Pancasila. Untuk itu, upaya penjagaan Pancasila mau tidak mau mesti mengandalkan kepada transformasi dan regenerasi.

Masa depan bangsa dan eksistensi Pancasila di masa mendatang tergantung pada generasi muda kini. Klasifikasi generasi kekinian mengenal ada tiga pembagian, yaitu Generasi X (1965-1976), Generasi Y (1977-1997), dan Generasi Z (1998-sekarang) (Tapscott, 2009). Generasi Z ini dikenal pula sebagai generasi milineal.

Kuantitas generasi milineal menjadi peluang yang menjanjikan seiring dengan hadirnya fenomena bonus demografi. Proyeksi penduduk Indonesia 2010-2035 menguatkan bahwa bonus demografi akan berlanjut, jendela peluang melebar, dan angka ketergantungan 47 per 100 pekerja. Lembaga Demografi FEUI (2014) memprediksikan bonus demografi masih tetap berpotensi membuka peluang pemanfaatan. Kunci pemanfaatannya tergantung pada kemampuan transformasi dan akselerasi terhadap partisipasi generasi ini.

Generasi milineal disamping rasional, cepat memutuskan dan berorientasi hasil juga dicirikan dengan pilihan artifisial dan pola pikir “setengah matang”. Konsekunsinya, pihak yang ingin menggaet mesti memahami karakter dan bagaimana merespons komunikasi politik generasi ini (Heryanto, 2016).

Ideologisasi Pancasila mesti dikuatkan sejak pendidikan usia dini. Ranah formal melalui pendidikan sekolah. Sedangkan ranah non formal dapat melalui PAUD, TPA, pondok pesantren, karang taruna, hingga komunitas remaja atau pemuda lainnya. Semua lini mesti dimasuki agenda ideologisasi dan transformasi nilai Pancasila.

Proses ini mesti lakukan melalui metode yang kreatif dan inovatis sesuai karakter generasi sekarang. Generasi sekarang melek digital dan teknologi informasi. Data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) dan Pusat Kajian Komunikasi Universitas Indonesia (UI) menyebutkan bahwa pengguna internet di Indonesia pada tahun 2015 menembus angka 88,1 juta. Dari total jumlah tersebut, 49% di antaranya dikuasai oleh Generasi Y dan Z.

Transformasi nilai Pancasila dapat dikembangkan sinergis dengan agenda-agenda anak muda. Misalnya melalui even musik, olahraga, kompetisi, dan lainnya. Semua aktifitas anak muda penting dioptimalkan untuk disisipi dan disusupi.

Duta Pancasila atau para pegiat yang melakukan transformasi juga mesti disukai oleh anak muda. Di tingkat nasional dapat merekrut artis, atlet, atau idola anak muda lainnya dengan tetap mengutamakan kualitasnya.

Pendekatan lain adalah melalui media sosial atau layanan virtual lainnya. Aplikasi khusus yang ramah anak muda dapat dikembangkan. Grup diskusi dan komunikasi virtual juga penting dioptimalkan.

Generasi muda juga penting dibekali informasi dan kemampuan memetakan ideologi atau paham-paham yang masuk dan berkembang di Indonesia. Wawasan global penting dibuka. Sejarah nasional juga urgen untuk dikuatkan bukan semata dihafalkan.

Ideologisasi dan transformasi Pancasila penting sinergis dengan aspek lain dan mestinya masuk ke semua aspek tersebut. Pancasila bisa jadi tidak khusus hanya menjadi satu kurikulum, tetapi menyatu dalam semua kurikulum.

Fasilitasi pemerintah dibutuhkan dalam agenda regenerasi penjaga Pancasila ini. Pelatihan-pelatihan dapat digencarkan bekerja sama dengan organisasi dan komunitas kepemudaan serta lembaga pendidikan. Pemerintah juga dapat menggandeng swasta untuk mengalokasikan CSR-nya guna program ini.

Pancasila mesti benar-benar menyatu dalam karakter generasi muda yang akan meenjadi penjaga utama Pancasila. Pemahaman terhadap Pancasila mesti utuh dan menyeluruh, tidak hanya formalitas semata. Pembuktiannya ada pada peri kehidupan sehari-hari. Implikasi positif yang dapat menjadi kriteria evaluasi keberhasilan antara lain penurunan angka tawuran, penyalahgunaan narkoba, kriminalitas oleh pemuda, pelaku terorisme dan radikalisme oleh generasi muda dan lainnya.

Facebook Comments