Dalam Islam, konsep ummah bukanlah sekadar kelompok yang eksklusif berdasarkan keimanan, tetapi memiliki cakupan yang luas, mencerminkan kesatuan umat manusia secara universal. Al-Qur’an mengajarkan bahwa keberadaan ummah memiliki fungsi untuk mencegah sekterianisme, perpecahan, dan politisasi perbedaan yang sering kali memecah belah komunitas.
Dalam pengertian ini, ummah bukan hanya persaudaraan dalam agama Islam, tetapi juga mencakup persaudaraan kemanusiaan yang melintasi batas-batas agama, budaya, dan etnis. Al-Qur’an menjelaskan bahwa manusia pada dasarnya adalah satu kesatuan (ummah wahidah). Ayat berikut menggarisbawahi kesatuan ini:
“Manusia itu adalah umat yang satu. Maka Allah mengutus para nabi sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka kitab yang benar untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan…” (QS. Al-Baqarah: 213)
Allah menciptakan manusia sebagai satu komunitas besar. Namun, karena perbedaan pandangan dan perselisihan, Allah mengutus para nabi untuk membimbing mereka kembali kepada kebenaran. Konsep ini mengajarkan bahwa seluruh manusia berasal dari satu sumber yang sama dan memiliki tujuan yang sama, yaitu berbuat baik dan hidup dalam harmoni.
Persaudaraan keumatan dalam konteks ini bukan hanya soal agama, tetapi juga persaudaraan kemanusiaan. Islam memandang bahwa setiap manusia memiliki hak yang sama untuk hidup, dihormati, dan dilindungi, tanpa memandang latar belakang keyakinan atau etnis mereka.
Islam juga memperluas konsep ummah dengan mencakup makhluk hidup selain manusia. Hal ini tercermin dalam ayat berikut: “Dan tidak ada seekor binatang melata pun di bumi, dan tidak pula burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan mereka adalah umat seperti kamu…” (QS. Al-An’am: 38)
Hewan dan makhluk hidup lainnya juga termasuk dalam ummah. Mereka adalah ciptaan Allah yang memiliki hak untuk dilindungi dan dihormati. Konsep ini menegaskan bahwa Islam tidak hanya memandang manusia sebagai makhluk yang memiliki tanggung jawab moral, tetapi juga memerintahkan manusia untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan memperlakukan makhluk lain dengan kasih sayang.
Keberagaman dalam Ummah: Jalan untuk Berbuat Kebaikan
Islam mengakui keberagaman sebagai bagian dari kehendak Allah. Keberagaman ini bukan alasan untuk perpecahan, tetapi sebagai sarana untuk saling belajar dan berlomba-lomba dalam kebaikan. Hal ini ditegaskan dalam ayat berikut:
“Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat saja, tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu. Maka berlomba-lombalah berbuat kebaikan…” (QS. Al-Maidah: 48)
Dalam ayat ini, Allah menjelaskan bahwa keberagaman aturan dan jalan hidup di antara berbagai umat adalah bagian dari ujian. Ujian ini menuntut manusia untuk tidak memaksakan kehendak atau merasa lebih superior, tetapi untuk berlomba dalam kebaikan. Dengan memahami ini, konsep ummah menjadi landasan untuk membangun harmoni di tengah perbedaan.
Di sisi lain, Al-Qur’an juga secara khusus merujuk ummah kepada umat Islam sebagai komunitas yang memiliki tugas moral dan spiritual yang besar: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran: 110)
Ayat ini menekankan bahwa umat Islam memiliki tanggung jawab untuk menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Namun, tugas ini bukan untuk kepentingan kelompok sendiri, melainkan untuk kebaikan umat manusia secara keseluruhan. Konsep ini menempatkan umat Islam sebagai penjaga moral dan pelopor perdamaian di tengah masyarakat global yang beragam.
Konsep Ummah dalam Piagam Madinah : Penangkal Sekterianisme
Pemahaman ummah yang universal juga terlihat dalam Piagam Madinah, dokumen penting yang disusun oleh Nabi Muhammad SAW untuk mengatur kehidupan masyarakat Madinah yang beragam. Dalam piagam ini, istilah ummah tidak hanya mencakup kaum Muslim, tetapi juga komunitas Yahudi dan suku-suku lain yang tinggal di Madinah. Semua kelompok ini dianggap sebagai bagian dari satu ummah yang hidup di bawah satu perjanjian bersama.
Konsep ummah dalam Piagam Madinah menunjukkan bahwa Islam mengakomodasi perbedaan etnis, budaya, dan agama dalam satu kerangka keadilan dan kesetaraan. Pendekatan ini relevan untuk mencegah sekterianisme dan perpecahan, terutama di masyarakat yang plural.
Sekterianisme sering muncul ketika perbedaan dijadikan alasan untuk mempolitisasi identitas kelompok. Konsep ummahdalam Islam mengajarkan bahwa perbedaan adalah rahmat yang seharusnya memperkaya kehidupan manusia, bukan menjadi sumber konflik. Dengan mengakui bahwa setiap umat memiliki jalannya masing-masing, Islam memberikan dasar untuk menghormati keberagaman tanpa kehilangan identitas sebagai manusia yang satu.
Konsep ummah dalam Islam adalah gagasan yang inklusif dan universal. Al-Qur’an mengajarkan bahwa manusia adalah satu kesatuan (ummah wahidah), meskipun memiliki perbedaan dalam agama, budaya, dan tradisi. Persaudaraan keumatan bukan hanya tentang ikatan dalam Islam, tetapi juga tentang persaudaraan kemanusiaan yang meliputi seluruh ciptaan Allah, termasuk hewan.
Keberagaman sebagai ujian dan peluang untuk berbuat kebaikan, Islam menawarkan visi ummah yang mampu mencegah sekterianisme dan perpecahan. Pendekatan ini tercermin dalam Piagam Madinah, yang mengakomodasi perbedaan tanpa kehilangan prinsip keadilan dan kesetaraan.
Oleh karena itu, konsep ummah tidak hanya relevan bagi umat Islam, tetapi juga memberikan pelajaran penting bagi seluruh umat manusia tentang bagaimana hidup dalam harmoni di tengah perbedaan. Dengan menjadikan ummah sebagai fondasi, manusia dapat membangun dunia yang lebih damai, adil, dan penuh kasih sayang.