Gus Najih : Perlu Kampanye Alternatif Mengimbangi Narasi Khilafah yang Dikemas dengan Pop Culture

Gus Najih : Perlu Kampanye Alternatif Mengimbangi Narasi Khilafah yang Dikemas dengan Pop Culture

- in Narasi
46
0
Gus Najih : Perlu Kampanye Alternatif Mengimbangi Narasi Khilafah yang Dikemas dengan Pop Culture

Gerakan “khilafah” ini harus menjadi perhatian serius bagi semua kalangan. Tren penurunan serangan teror terbuka 2023 harusnya tidak melalaikan bangsa bahwa organisasi terlarang itu rupanya hanya “berganti baju” dengan tetap membawa substansi propaganda yang sama. Karena itu, kontra narasi perlu dilakukan secara terukur dan masif untuk mengantisipasi “metamorfosis” ini.

Untuk membedah hal ini, Pusat Media Damai (PMD) mewawancarai M. Najih Arromadloni, Pengurus Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (LAKPESDAM) PBNU

Reza: Data Indonesia Knowledge Hub (I-KHub) BNPT tahun 2023 menunjukkan bahwa perempuan, anak, dan remaja menjadi kelompok terbanyak untuk target radikalisasi daring maupun luring, sehingga menjadikannya sebagai kelompok rentan radikalisasi. Data tersebut juga diperkuat dengan hasil penelitian tahun 2016–2023 oleh Setara Institute.

Apakah Anda setuju dengan temuan ini, bahwa perempuan, anak, dan remaja Indonesia masih dipandang rentan target radikalisasi?

Gus Najih: Iya, yang pertama saya setuju bahwa perempuan, anak dan remaja itu adalah kelompok yang rentan sebagai target radikalisasi. Tentu ada banyak faktor yang melatarbelakangi hal ini, diantaranya mereka adalah kelompok yang aktif di media sosial. Lebih banyak daripada laki-laki dewasa yang mempunyai pekerjaan dan seterusnya.

Kemudian yang kedua, mereka adalah kelompok yang masih dalam proses pencarian terhadap hal-hal yang mungkin dianggap sebagai prinsip atau jadi jati diri mereka. Kemudian yang ketiga, tentu mereka punya sumber daya yang lebih, artinya anak-anak muda, remaja ini identik dengan anak-anak yang mempunyai waktu luang lebih banyak.

Kemudian juga mempunyai kemampuan menggunakan teknologi informasi lebih piawai, lebih cakep dibandingkan dengan laki-laki tua atau laki-laki dewasa. Sehingga ini perlu perhatian khusus terhadap mereka.

Reza: Apakah substansi penegakan khilafah bisa menarik generasi muda dengan kemasan seperti talkshow interaktif, stand-up comedy, hingga konser musik?

Gus Najih: Ya, hari ini yang nomor dua, memang kita lihat bahwa kampanye khilafah, kampanye radikalisme ini banyak dikemas dengan dikemas dan dibungkus melalui kegiatan-kegiatan yang pop ya, pop culture termasuk dengan komedi, kemudian film animasi, kemudian cara-cara pengajian yang gaul ya, dan lain sebagainya.

Nah ini yang kadang-kadang kelompok moderat belum bisa mengimbangi, dan justru karena itu kelompok-kelompok moderat juga harus masuk ke dalam segmen yang sama, cara-cara tentu tidak boleh hanya menggunakan cara-cara yang tradisional, cara-cara yang konvensional, tapi juga harus masuk ke dalam segmen-segmen yang memang menjadi kegemaran anak-anak muda.

Dan menarik masyarakat sehingga tidak monolog tapi menjadi menarik, karena kebenaran saja tidak cukup, soal apa yang disampaikan itu adalah kebenaran itu saja tidak cukup, tapi juga tentang bagaimana cara menyampaikannya.

Reza: Jika saat ini narasi penegakan khilafah mulai naik ke permukaan lagi karena dibungkus dengan kemasan yang lebih menarik, siapa yang punya andil paling besar dalam memberikan kontra narasinya?

Gus Najih: Yang ketiga, saya kira menjadi kewajiban semua pihak untuk melakukan kontra narasi, termasuk juga para akademisi, para pelajar agama, para tokoh agama, untuk menjelaskan kepada masyarakat bahwa kampanye khilafah itu adalah kampanye politik, bukan kampanye agama, karena di dalam agama sendiri, perintah mendirikan khilafah itu sebenarnya tidak ada.

Dan yang tertulis di dalam kitabnya para ulama terdahulu tentang terminologi khilafah itu sudah terwakili atau sudah direpresentasikan dalam model pemerintah yang ada pada hari ini. Tugas berikutnya adalah selain kontra narasi, tentu yang menjadi hal yang penting menurut saya dan ini harus dicatat betul adalah bahwa sekarang yang dibutuhkan adalah kinerja aparat penegak hukum.

Tertulis di dalam aturan negara bahwa setiap organisasi yang sudah dilarang oleh pemerintah, termasuk HTI, itu mestinya adalah terlarang atau dilarang, begitu organisasinya dilarang maka penggunaan simbol-simbol, penggunaan atribut organisasinya juga dilarang. Tetapi kita bisa melihat bahwa faktanya Ismail Yusanto masih menggunakan titel sebagai jubir HTI, padahal HTI itu sudah dilarang, sama seperti orang hari ini menggunakan jubir PKI, itu bisa ditangkap seharusnya.

Dalam acara Metamorfoshow kemarin di TMII, itu juga kita bisa melihat bahwa bendera HTI masih digunakan. Laporan atau laporan kepolisian LP itu juga sudah pernah beberapa kali dibuat oleh mantan HTI, didampingi oleh kuasa hukumnya di tahun 2020. Sekarang pertanyaannya tinggal apakah aparat penegak hukum itu mau bekerja atau tidak.

Selama aparat penegak hukum tidak mau bekerja itu akan menjadi susah, karena kontra narasi saja itu tidak cukup. Selain aparat penegak hukum itu juga kominfo tentu saja, untuk men-takedown konten-konten yang jelas-jelas mengagitasi perlawanan terhadap negara.

HTI memang sudah dibubarkan, tapi channel-channel YouTube mereka, akun-akun media sosial mereka masih terus aktif memprovokasi masyarakat, mengagitasi masyarakat untuk melakukan kegiatan-kegiatan kekerasan, melakukan kegiatan-kegiatan yang melawan hukum.

Jadi saya kira selain kontra narasi itu menjadi tanggung jawab semua, pemerintah juga harus melakukan langkah tentu saja dari aparat penegak hukum dalam alini kepolisian dan juga kominfo untuk menantratifkan konten-konten HTI.

Reza: Mengapa narasi kebangkitan khilafah menjadi menarik untuk generasi muda? Apakah para remaja yang mengikuti narasi radikal semacam ini karena mencari aktualisasi diri, ataukah ada hal lain yang mereka dapatkan?

Gus Najih: Konten Khilafah itu menjadi menarik bagi anak muda, karena memang isinya adalah buaian, hal-hal yang bersifat utopis, yang sangat sulit dicapai, hal-hal yang bersifat khayalan. Kebanyakan yang disampaikan terkait dengan narasi kebangkitan khilafah itu kebanyakan adalah khayalan. Misalnya narasinya bahwa segala hal yang berkaitan dengan khilafah itu semuanya ideal, padahal tidak begitu.

Pada masa kekhilafahan itu juga banyak sejarah berdarah darah, banyak kejahatan, banyak noda kelam dalam sejarah perpolitikan kita di masa lalu. Sehingga sebenarnya khilafah sendiri itu sama seperti sistem yang lain, ada kelebihan dan ada juga kekurangannya. Dan itu khilafah itu sekali lagi produk politik, bukan produk agama, bukan ajaran agama.

Apalagi ketika narasi khilafah itu sampai kepada anak-anak muda yang frustasi melihat keadaan, mereka biasanya akan dengan cepat terbawa narasi tersebut. Padahal narasi khilafah itu kebanyakan adalah pembodohan dan pemalsuan data sejarah. Seperti misalnya mereka bikin film Jaringan Khilafah di Nusantara (JKDN) itu sudah dibantah oleh para ahli sejarah bahwa isinya adalah kebanyakan pemalsuan data sejarah dan isinya adalah kebohongan.

Reza: Apa harapan Anda terhadap generasi muda Indonesia dalam menghadapi narasi kebangkitan khilafah yang dikemas dengan kegiatan anak muda?

Gus Najih: Saya mengharapkan generasi muda Indonesia ke depan yang cerdas, generasi muda Indonesia yang kritis, generasi muda Indonesia yang membaca. Sehingga tidak mudah tertipu oleh narasi-narasi kebohongan-kebohongan oleh para penghasut, oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab.

Meskipun itu dengan membawa narasi khilafah. Jadi kalau generasi muda kita cerdas, generasi muda kita mau membaca, membaca sejarah, mau kritis, melihat keadaan, saya kira akan lebih kebal mempunyai ketahanan informasi dan kemudian berpikir untuk bagaimana membangun Indonesia ke depan. Bukan berfikir bagaimana menghancurkan Indonesia, kemudian menggadaikannya kepada sistem khilafah yang belum jelas, yang nyata-nyata juga punya nyata-nyata bahwa sama-sama tidak sempurna.

Sekarang sistem yang ada yang sudah menjadi kesepakatan inilah yang harus kita jaga. Kalau ada orang yang memaksakan ingin mendirikan khilafah di negara kita, tentu ikan ini akan membawa kehancuran yang sangat besar dan keterlibat kegangguan keamanan dan tentu saja adalah fenomena yang mungkin sangat berdarah-darah karena bisa menimbulkan pertumpahan darah antara masyarakat kita sendiri.

Jadi generasi muda kita ke depan adalah yang berfikir bagaimana membangun Indonesia yang sudah stabil, yang sudah aman, di negara ini kita juga mendapatkan kenikmatan yang luar biasa terkait dengan keamanan, kesejahteraan, dan seterusnya. Kalau ada hal-hal yang kurang itu ibarat kita punya rumah, jendelanya pecah, atau pintunya rusak, itu yang kita perbaiki, bukan rumahnya yang kita rubuhkan. Terima kasih.

Facebook Comments