Belakangan ini, hidup kita terus terteror oleh kekhawatiran terhadap fenomena berita bohong atau biasa disebut dengan hoax. Tidak jelas kapan persisnya fenomena ini mulai dialami, namun banyak pihak yang menyatakan bahwa hal tersebut mulai banyak terjadi di Indonesia sejak jatuhnya pemerintahan Soeharto. Jatuhnya rezim tersebut menandai babak baru kehidupan bernegara dengan munculnya pemerintahan baru. Hal ini nampaknya terkonfirmasi setelah banyaknya aktor baru bermunculan dengan memanfaatkan momen tersebut. Munculnya para aktor baru di banyak lini kehidupan tidak lantas menjadikan kita bebas menikmati demokrasi sebagai keniscayaan. Sebab banyak pihak yang kemudian menunggangi hal ini untuk meraih keuntungan secara pragmatis. Kebebasan berekspresi dan berpendapat dijadikan senjata oleh pihak tersebut untuk bisa bebas beropini dan mengeluarkan informasi. Tidak adanya sebuah sistem yang terpadu yang bisa diandalkan guna menyaring informasi yang beredar, mengakibatkan banyaknya masyarakat yang dibuat kebingungan oleh peredaran semua informasi secara masif tersebut.
Korban dari Hoax telah menyasar siapa saja. Bahkan telah banyak orang muda menjadi korban informasi semacam ini. Hal ini terjadi karena cepatnya dunia digital menjangkau masyarakat. Dari survei yang dilakukan oleh Asosiasi Pengguna Jasa Internet Indonesia (APJII) per-2016, kecepatan penyampaian informasi merupakan hal yang disukai oleh para pengguna internet terutama kaum muda yang berusia 10 hingga 39 tahun. Umumnya, kelompok usia ini menggunakan internet untuk tujuan saling bersosialisasi dan sekedar mengetahui perkembangan informasi. Di sinilah munculnya persoalan. Tidak adanya filter terpadu yang mampu menyaring setiap informasi yang dipublikasikan dan telah beredar membuat semua pihak gampang untuk mengaksesnya. Segala bentuk hoax, ujaran kebencian hingga kekerasan sangat mudah untuk diperoleh. Tentunya, hal ini menjadikan kekhawatiran yang ada semakin memperoleh peneguhannya. Sebab, pihak yang diharapkan dapat menjadi motor penggerak perubahan ke arah yang lebih baik malah tengah “asyik menikmati” hoax yang ada. Beberapa di antaranya bahkan sampai menunjukkan sikap nyata karena stimulus informasi hoax yang telah dikonsumsinya. Bila hal ini terus didiamkan, maka bukan mustahil keutuhan kita sebagai bangsa yang berdaulat pun pasti terancam.
Identifikasi Hoax
Melihat ancaman yang sangat dekat dengan kehidupan kita sebagai masyarakat yang majemuk, maka sangat penting dan mendesak untuk mencarikan jalan keluar persoalan ini. Pentingnya mencari solusi juga harus ditunjang dengan men-segerakan pengidentifikasian persoalan. Persoalan yang dimaksud di sini adalah bagaimanakah cara sederhana kita dalam mengidentifikasi wujud dari hoax itu?
Hoax yang beredar, wujudnya cukup beragam. Dalam tulisan ini akan coba diuraikan secara singkat dua macam hoax yang umumnya beredar dan kerap dikonsumsi, terutama oleh orang muda. Yang pertama adalah hoax dengan Kecenderungan menampilkan kesamaan identitas. Hal ini menjadi semacam politik identitas yang ditampilkan oleh agen penyebar hoax untuk memperoleh pasarnya. Beberapa hoax terkadang disajikan melalui saluran yang mendompleng adanya kesamaan identitas terutama identitas agama. Agama dijadikan sarana guna mendapatkan pasar di masyarakat. Contoh yang pertama untuk wujud hoax semacam ini adalah dengan menampilkan pesan melalui kata kata atau pun gambar yang memiliki kemiripan dengan identitas agama tertentu. Selanjutnya si penyebar pun mengajak pihak konsumen untuk meyukai, memberikan komentar berupa pernyataan amin hingga terus menyebarkan pesan tersebut. Hal ini dijadikan alat beberapa pihak yang tidak bertanggung jawab untuk meraup keuntungan. Contoh yang kedua bahkan lebih ekstrim. Dengan pemunculan perasaan teraniaya, sejumlah penyebar hoax bahkan mengajak para konsumennya bukan lagi untuk menunjukkan aksi dalam dunia maya melainkan mewujudkannya dalam kenyataan. Tidak jarang bahkan bermuara pada sikap anarkis.
Kecenderungan gaya hoax yang kedua adalah dengan pemunculan informasi yang berbau konspirasi. Hal ini menjadi lebih menarik pasca orde baru berganti menjadi menjadi orde reformasi. Setelah sekian lama masyarakat kita terkungkung oleh adanya koridor pemberitaan yang salurannya dikontrol kuat oleh pemerintah, kita seolah sangat haus akan informasi mengenai hal yang terjadi di belakang layar. Informasi yang sepenuhnya adalah asumsi atau bahkan informasi yang tidak jelas asal usulnya terutama mengenai pemerintah yang berkuasa menjadi hal yang digemari untuk dikonsumsi oleh khalayak ramai. Publik seolah beramai ramai mengaminkan gagasan yang pernah dikemukakan oleh Jerry D. Gray, mengenai pentingnya mengetahui apa yang ada dibalik pemberitaan dibandingkan reportase yang disajikan oleh media.
Setelah mengetahui dua bentuk umum dari hoax seperti tertulis di atas, maka sudah saatnya kita mulai sebuah hal baru dengan menolak menjadi konsumen hal hal tersebut. Mari menjadi kaum muda yang cerdas dalam ber-media dan bersikap.