Revitalisasi Fiqh Minoritas

Revitalisasi Fiqh Minoritas

- in Pustaka
7557
0

Dalam doktrin standar hukum Islam, seorang Muslim dilarang memilih seorang pemimpin non-Muslim. Dalam situasi itulah Thaha Jabir mengemas berbagai pemikrian kontemporernya dalam bentuk tulisan, beberapa diantaranya adalah Nazharat Ta’sisiyat fi Fiqh al-Aqalliyât dan Towards A Fiqh For Minorities: Some Basic Reflections, (UK: International Institute of Islamic Thought, Richmond, 2003).

Sementara Yusuf al-Qardlawi mendirikan European Council for Fatwa and Research (ECFR, Majelis Eropa untuk Fatwa dan Penelitian) di London pada tahun 1997 dengan tujuan utamanya ialah untuk memberikan layanan hukum Islam pada mayarakat minoritas Muslim di Eropa. Untuk itulah ia menulis buku khusus berjudul Fiqh al-Aqalliyat al-Muslimat, Hayat al-Muslimin Wasat al-Mujtama’at al-Ukhra (Umat Islam di tengah Masyarakat Lain), (Beirut: Dar al-Syuruq, 2001), sebuah buku dimana al-Qardlawi memberikan aturan-aturan umum dan ketentuan hukum dalam fikih minoritas.

Sejak saat itu, tema fiqh aqalliyât menjadi bahasan dan perhatian banyak kalangan. Hal ini muncul seiring dengan pertumbuhan kaum Muslim di Eropa dan negara-negara Barat lainnya yang cukup signifikan. M. Ali Kettani misalnya, secara khusus menulis buku tentang minoritas Muslim di dunia, mulai dari asal-usul istilah minoritas tersebut, penyebabnya dan juga jumlahnya. Kettani memotret minoritas Muslim di Eropa, Uni Soviet, Cina, India, Afrika, Amerika, Pasifik, dan Asia bagian lainnya. Baginya, minoritas Muslim didefinisikan sebagai “bagian penduduk yang berbeda karena anggota-anggotanya beragama Islam dan seringkali diperlakukan berbeda karena jumlahnya yang sedikit dibanding keseluruhan penduduk”.

Dr. Ahmad Imam Mawardi, MA, mencoba mengemas dialektika tersebut melalui sebuah buku yang merupakan hasil penelitiannya. Dr. Mawardi ingin mempertegas fungsionalisasi fiqh minoritas secara praktis dengan menggunakan konsep pendekatan yang lebih membumi, khusunya dalam konteks Indonesia. Apalagi Indonesia dikenal sebagai negara mayoritas muslim yang mempunyai sikap toleran terhadap kelompok-kelompok lain sehingga kajian fiqh minoritas yang berasal dari para ilmuwan Indonesia diharapkan mampu memberikan kontribusi yang signifikan bagi minoritas muslim di berbagai negara. Tentu hal ini bukan tidak mempunyai dasar, karena warga negara Indonesia nyatanya juga banyak yang bertebaran di berbagai negara, baik sebagai tenaga kerja maupun pelajar. Tentu para muslim ini ingin menjalankan agamanya dengan mudah meski mereka harus berjibaku dengan ruwetnya suasana hidup beragama di negara-negara mayoritas non-muslim.

Dalam penelitian yang merupakan hasil disertasinya ini, Mawardi berusaha untuk secara khusus menjawab persoalan-persoalan berikut; pertama, bagaimana format fiqh al-aqalliyat serta apa dasar dan landasan metodologisnya yang membuatnya mempunyai bentuk yang berbeda dari fiqh pada umumnya? Kedua, bagaimana posisi dan peran maqashid al-syari’ah dalam merekonsiderasi pemberlakuan hukum Islam bagi masyarakat minoritas muslim? Ketiga, bagaimana tata kerja maqashid al-syari’ah ketika dijadikan dasar perumusan fiqh al-aqalliyat?

Facebook Comments