Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat mengakibatkan banjir informasi. Terlebih, seiring kepopuleran media sosial, bermacam informasi semakin cepat diproduksi dan cepat menyebar serta mudah menjadi viral. Kita sekarang tak lagi sibuk mencari informasi, namun sibuk memilah dan memilih informasi. Sebab, di tengah banjir informasi tersebut, banyak muncul berita palsu (hoax) dan konten-konten negatif yang tak sekadar diragukan validitas sumbernya, namun juga tak jarang cenderung menebarkan kebencian, bahkan mengarahkan pada kekerasan atau radikalisme.
Seiring kemunculan pelbagai media provokatif yang menebarkan konten-konten negatif, semakin banyak pula warganet terhanyut dalam gelombang perselisihan, pertikaian, dan saling hujat. Orang-orang gampang terprovokasi, saling melemparkan hujatan, sehingga mengancam keamanan dan ikatan persaudaraan.
Menyikapi hal tersebut, Polri telah membentuk tim cyber untuk melakukan cyber patrol. Cyber patrol berarti melakukan patroli di dunia maya, memonitoring atau pemantauan aktivitas warganet di media sosial. Potensi-potensi provokasi dideteksi sedini mungkin agar tak meluas dan menciptakan kegaduhan. Upaya yang dilakukan Polri tersebut tak bisa dilepaskan dari upaya untuk menghindari dan meminimalisir pelbagai kejahatan di dunia maya yang bisa mengancam keamanan dan kedamaian bersama.
Namun begitu, akan sulit menyerahkan urusan tersebut sepenuhnya pada kepolisian. Dalam arti, upaya menciptakan keamanan dan kedamaian di dunia maya butuh kerjasama dan kekompakan dari semua pihak, termasuk peran serta dan kesadaran masyarakat luas. Warganet atau masyarakat dunia maya, diharapkan bisa berkontribusi menciptakan keamanan, atau paling tidak ikut meminimalisir pelbagai potensi kejahatan dan ancaman keamanan di dunia maya.
Kesadaran setiap individu untuk turut menjaga dan mengamankan media sosial lewat akun masing-masing akan memberi dampak yang signifikan bagi kesuksesan misi tersebut. Sebab, untuk menjaga keamanan suatu lingkungan, diperlukan sistem yang kuat. Begitu juga lingkungan media sosial.
Jika kepolisian mengupayakannya dengan melakukan cyber patrol, mulai dari mengawasi, mendeteksi, sampai menindak pelbagai tindak kejahatan di media sosial lewat aparat keamanan, maka kita sebagai warganet bisa mengupayakannya dengan bersama-sama menciptakan keamanan dan kedamaian dalam melakukan pelbagai aktivitas di media sosial. Dengan sinergi dan kerjasama yang baik antara pihak keamanan dan warganet, tentu akan tercipta suatu sistem keamanan yang kuat.
Menjaga 24 Jam
Satu gagasan yang menarik terkait upaya menciptakan keamanan dan keadamain di media sosial adalah dengan melakukan siskamling di media sosial. Bayangan kita tentang istilah “siskamling” mungkin langsung tertuju pada sekelompok orang atau warga yang berjaga di gardu ronda pada malam hari hingga pagi hari untuk menjaga keamanan lingkungan. Memang, siskamling adalah sistem keamanan lingkungan, yang salah satunya dilakukan dengan melakukan ronda pada malam hari. Dan dari sini, kita bisa mendapatkan inspirasi untuk membangun sistem keamanan lingkungan di dunia maya atau media sosial.
Menurut penulis, ada beberapa poin yang penting diperhatikan terkait hal tersebut. Pertama, pentingnya menjaga keamanan dan kedamaian setiap saat. Orang-orang berjaga di pos ronda pada malam hari untuk memastikan lingkungan aman dari penjahat, pelaku kriminal, maupun bencana, meski warga sedang beristirahat. Artinya, gagasan melakukan ronda malam adalah untuk bisa menciptakan keamanan lingkungan selama 24 jam penuh. Ketika warga sedang istirahat, keamanan harus tetap dijaga. Terlebih biasanya tindak kejahatan dilakukan malam hati. Oleh karena itu, warga kemudian bergantian melakukan ronda malam.
Spirit menjaga keamanan selama 24 jam ini juga bisa dijadikan gambaran dalam melakukan penjagaan di media sosial. Bahwa ancaman terhadap keamanan bisa datang kapan saja. Terlebih, jika kita berbicara media sosial, penyebaran konten-konten negatif, provokatif, atau bahkan radikal tidak kenal waktu. Media sosial tak mengenal istilah istirahat. Untuk itulah, semangat melakukan penjagaan 24 jam di media sosial bisa dilakukan dengan terus berhati-hati dan menjaga kewaspadaan dalam beraktivitas di media sosial kapan saja. Memang, tidak mungkin kita seorang diri melakukannya, namun dengan kesadaran dan kekompakan setiap individu, bukan mustahil tercipta gerakan bersama yang berpengaruh signifikan dalam upaya menjaga keamanan dan kedamaian di media sosial.
Kedua, fungsi deteksi dini. Orang-orang melakukan ronda malam untuk bisa mengantisipasi atau menggagalkan tindakan kejahatan. Seorang maling sudah keburu terpergok dan ditangkap warga yang sedang ronda malam sebelum maling tersebut melancarkan aksinya. Bencana banjir tak sampai mengakibatkan kerugian atau kerusakan lebih besar atau bahkan korban jiwa karena sudah ada peringatan dini melalui ketukan kentongan dari gardu ronda, misalnya. Begitu juga di media sosial, semangat menghindari terjadinya pertikaian dan kegaduhan bisa diantisipasi sejak dini. Misalnya dengan melaporkan akun atau konten provokatif pada pihak berwajib atau Kominfo, sehingga tidak mengakibatkan keresahan dan kegaduhan di media sosial secara lebih luas.
Jika penjagaan yang dilakukan saat ronda malam adalah untuk mendeteksi atau memantau kemungkinan adanya pelaku kejahatan, maka di media sosial yang kita deteksi adalah penyebaran konten provokatif, potensi atau kemungkinan terjadinya ketegangan atau saling hujat di kalangan warganet, atau menyebarnya paham kekerasan atau radikalisme. Dengan selalu waspada dan berjaga-jaga terhadap pelbagai potensi bahaya tersebut, dengan kata lain kita telah mengupayakan terciptanya keamanan dan kedamaian dari media sosial.