Indonesia kembali berhasil mencatatkan pencapaian penting sepanjang tahun 2024 dengan mempertahankan status zero terrorism attack sejak keberhasilan yang sama pada tahun 2023. Hal ini menjadi bukti nyata dari kerja keras pemerintah, aparat keamanan, dan masyarakat dalam melawan ancaman terorisme. Dengan tidak adanya serangan terorisme di tanah air selama dua tahun berturut-turut, Indonesia berhasil menunjukkan bahwa upaya pencegahan dan penindakan terhadap ancaman terorisme dapat berjalan secara efektif.
Namun, meski capaian ini patut diapresiasi, perjalanan Indonesia dalam memerangi terorisme masih jauh dari selesai. Gerakan terorisme, meskipun tidak terlihat secara kasat mata, masih tetap aktif dan terus berkembang, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri), sepanjang tahun 2024, ada 196 terduga teroris yang ditangkap di berbagai wilayah di Indonesia. Jumlah ini menunjukkan bahwa meskipun tidak ada serangan yang berhasil dilakukan, aktivitas kelompok-kelompok terorisme masih tetap berlangsung di bawah permukaan.
Kelompok-kelompok ini terus merekrut anggota baru, menyusun rencana, dan mencari cara untuk menyebarkan ideologi radikal mereka kepada generasi muda padahal khususnya. Fakta ini menjadi pengingat bahwa ancaman terorisme belum sepenuhnya hilang. Sebaliknya, ia hanya bertransformasi ke bentuk yang lebih sulit dideteksi dan dicegah.
Lebih-lebih pasca kemenangan kelompok Hay’at Tahrir al-Sham (HTS) di Suriah yang berhasil menggulingkan rezim Bashar al-Assad. Di mana keberhasilan keberhasilan HTS ini tidak hanya mengguncang peta politik Timur Tengah tetapi juga berpotensi memberikan inspirasi bagi kelompok-kelompok terorisme di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Narasi kemenangan HTS ini dapat digunakan sebagai propaganda untuk memperkuat semangat kelompok radikal di Tanah Air, yang selama ini sering menjadikan konflik di Timur Tengah sebagai sumber legitimasi ideologi dan motivasi aksi radikal mereka.
Banyaknya terduga teroris yang ditangkap oleh Densus 88 sepanjang 2024 mencerminkan bahwa sel-sel terorisme masih aktif dan terus merekrut anggota baru. Pola rekrutmen yang mereka gunakan semakin canggih, memanfaatkan teknologi untuk menjangkau audiens yang lebih luas dan menciptakan jaringan yang sulit dilacak.
Media sosial dan platform digital lainnya menjadi alat yang efektif bagi kelompok teror untuk menyebarkan paham mereka kepada masyarakat Indonesia, terutama generasi muda yang rentan terhadap manipulasi ideologi dan propaganda radikal.
Karena itu, ke depan, perjuangan melawan terorisme akan menjadi semakin kompleks dengan munculnya teknologi baru yang memberikan keuntungan taktis bagi kelompok teror. Penggunaan drone, cyber attack, dan kecerdasan buatan oleh kelompok radikal menjadi ancaman baru yang perlu diantisipasi. Oleh karena itu, Indonesia perlu terus berinvestasi dalam pengembangan teknologi dan sumber daya manusia untuk memastikan bahwa negara ini selalu selangkah lebih maju dalam melawan ancaman terorisme yang terus berkembang pesat.
Di satu sisi, keberhasilan Indonesia mempertahankan status zero terrorism attack selama dua tahun berturut-turut adalah prestasi yang patut dibanggakan. Namun, ini bukanlah akhir dari perang melawan terorisme. Aktivitas kelompok teroris yang terus berlangsung, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, menunjukkan bahwa ancaman ini masih sangat nyata.
Dengan dinamika global seperti kemenangan HTS di Suriah yang berpotensi memberikan inspirasi bagi kelompok radikal di Indonesia, pemerintah dan masyarakat harus tetap waspada dan bekerja sama untuk menghadapi tantangan dan ancaman terorisme.
Perang melawan terorisme adalah perjuangan jangka panjang yang membutuhkan komitmen, inovasi, dan kolaborasi di semua lini. Hanya dengan demikian, Indonesia dapat memastikan bahwa masa depan yang damai dan aman bagi seluruh rakyatnya tetap terjaga.