Paruh ketiga Ramadhan adalah fase ‘pembebasan dari api Neraka (‘itqun minannaar)’, demikian kata Nabi. Di fase itu pula Nabi disebut makin menggiatkan amal ibadah, baik berupa peribadatan yang langsung berhubungan dengan Tuhan maupun peribadatan sosial seperti sedekah. Salah seorang istri Nabi, Siti Aisyah, bercerita di sepuluh malam terakhir Ramadhan inilah Nabi disebut ‘mengencangkan ikat pinggang’, menghidupkan malam, dan mengajak keluarganya beribadah.
Satu di antara malam-malam Ramadhan terdapat malam paling istimewa, Alquran menyebutnya sebagai malam kemuliaan (lalilatul qadr), the night of glory. Keistimewaan berkah dan ganjaran kebaikan yang ada di malam ini disebut lebih baik dari seribu bulan atau sekitar 83 tahun lebih. Selain diyakini sebagai malam peringatan turunnya Alquran pertama kali, lailatul qadr adalah malam ketetapan segala urusan manusia.
Di malam itu para malaikat turun bergerombolan dan bertubi-tubi membawa ketetapan, kebaikan, dan kemurahan Tuhan bagi bumi dan isinya. Hubungan malaikat sebagai representasi makhluk gaib dan penduduk bumi sebagai realitas nyata menunjukkan keterbukaan selubung hijab antar dua dunia, ‘alam syahadah dan ‘alam gaib. Dampak dari penyatuan alam realitas dan gaib diyakini sebagai malam perkabulan doa, cita, dan harapan. Karena di malam ini cita dan harapan segera ditetapkan menjadi nyata.
Inilah malam yang diburu orang-orang beriman. Mereka yang mendapat anugerah kemuliaannya akan dianugerahi kemampuan beradaptasi dan kesamaan frekuensi dengan dua realitas alam, alam Ketuhanan (bagian dari alam gaib) dan alam kemanusiaan (realitas). Itu artinya, manusia yang sanggup mencapai frekuensi yang sama dengan frekuensi Ketuhanan akan memiliki tingkah laku yang sejalan dengan kehendak Tuhan. Dia akan dibimbing kekuatan ilahiah untuk selalu berbuat bajik dimanapun berada.
Ciri utama turunnya kemuliaan dan anugerah di malam ini adalah rasa damai semalam suntuk. Di malam ini para malaikat yang sebelumnya disebut mengemban amanat ketetapan Tuhan, juga menebar kedamaian bagi para hamba pilihan. Kedamaian yang ditebar para malaikat di seantero jagat raya berlaku panjang hingga terbitnya sang fajar. Salaamun hiya hattaa mathla’il fajr, demikian Alquran menjelaskan.
Salaam atau kedamaian menjadi kata kunci penting dan aktual dalam rentetan ayat surat Al Qadr. Pencapaian manusia pada frekuensi yang sama dengan frekuensi Ketuhanan, kemulian ganjaran yang lebih baik dari seribu bulan, dan jaminan pembebasan dari api Neraka terikat dalam satu bingkai bernama Salaam (kedamaian). Atau dengan logika lain, salaam atau rasa damai yang berbuah tindakan kedamaian akan mengantarkan manusia pada maqam kesamaan frekuensi Ketuhanan, ganjaran seribu bulan, dan selamat dari Neraka.
Betapa pentingnya kedamaian menjadi visi kolektif umat Islam dan manusia, hingga istilah ini diangkat Tuhan dalam sejumlah topik keagamaan sehari-hari. Sebut saja misalnya penggunaan kalimat sapa yang diajarkan Nabi, ‘assalaamu ‘alaikum’, damai untuk kalian! Bahkan agama Islam itu sendiri berasal dari kata ‘salaam’. Dengan demikian, siapapun yang melakukan tindakan melenceng dari konsep ‘salaam’, maka ia telah keluar dari jalur agama dan visi kolektif umat.
Semangat malam kemulian (lailatul qadr) yang penuh salaam (kedamaian) semestinya tak hanya mampir di masjid-masjid. Ia pun tak boleh hanya datang di waktu-waktu tertentu saja. Ia harus menjelma dalam aksi tindakan dan pikiran sehari-hari. Semangat ini harus sanggup dihadirkan menembus ruang dan waktu, kapanpun dan dimanapun salaam harus jadi dasar tindakan. Karena di atas prinsip kedamaian inilah visi besar keagamaan Islam dibangun.
Demikian pula di dunia cyber, semangat lailatul qadr yang penuh salaam harus mampir ke sana. Dunia cyber kini makin memprihatinkan. Dia berjalan dan tumbuh besar secara sendiri. Perkembangan di dunia ini ‘terjun bebas’ tak terbendung. Konten-konten negatif, baik itu pornografi maupun propaganda kekerasan –termasuk kekerasan atas nama agama dan dakwah menyesaki kisi-kisi dunia internet, bahkan hingga sisi tersempitnya.
Tak berlebihan jika sebagai pengguna internet aktif, saya dan mungkin juga anda semua berharap penuh agar kiranya Tuhan menganugerahkan lailatul qadr yang penuh salaam itu mampir sejenak ke internet kita. Tentu saja kehadiran lailatul qadr di internet perlu dipancing dengan konten-konten positif yang ditebar para penggunanya. Semakin banyak konten positif dan salaam (damai) ditebar, maka makin cepat pula keberkahan Tuhan datang menghampiri para user dunia maya. Dengan demikian, berkat penebaran salaam itulah kiranya Tuhan segera memberi jaminan pembebasan dari api neraka untuk kita semua. Amin!