Mengenalkan 5 Vaksin BNPT untuk Menguatkan Imunitas Kebangsaan

Mengenalkan 5 Vaksin BNPT untuk Menguatkan Imunitas Kebangsaan

- in Analisa
739
0
Mengenalkan 5 Vaksin BNPT untuk Menguatkan Imunitas Kebangsaan

Perlunya Memahami Terorisme

Terorisme sebagai aksi kekerasan atau ancaman kekerasan yang menggangu keamanan dan stabilitas negara hanyalah sebuah metode dan sarana, bukan tujuan. Kelompok teroris mempunyai agenda dan tujuan politik karena hakikatnya mereka adalah gerakan yang memiliki motif ideologi, politik dan gangguan keamanan.

Penanggulangan terorisme tidak cukup dengan pendekatan keamanan semata yang hanya fokus pada tindakan aksi terorisme. Mengamputasi jaringan, aktor dan sel gerakan teroris menjadi penting. Namun, mencegah akar dan faktor yang mendorong lahirnya gerakan dan aksi terorisme menjadi hal utama.

Memahami terorisme tentu tidak sesederhana sekedar aksi kejahatan atau tindak kriminal biasa. Adanya akar ideologi dan faktor pendorong yang melahirkan aksi terorisme menuntut pemahaman yang menyeluruh dalam menanggulangi terorisme. Tidak sekedar persoalan faktor kesejateraan atau tingkat pendidikan, karena nyatanya banyak pelaku yang memiliki taraf kehidupan yang berkecukupan dengan tingkat pendidikan yang tinggi.

Badan Nasional Penggulangan Terorisme (BNPT) mempunyai fungsi untuk mencegah aksi terorisme dengan mengurai akar dan faktor pendorong lahirnya aksi terorisme. Sebagai sebuah aksi kekerasan, terorisme adalah buah dari pemikiran dan pandangan. Dorongan seseorang untuk melakukan kekerasan karena ada legitimasi ideologi yang membenarkan tindakan tersebut.

Terorisme bukan tujuan, tetapi sekedar sarana mencapai tujuan. Panggung teatrikal kekerasan melalui lakon terorisme ditujukan untuk menarik atensi publik terhadap cita-cita, harapan dan tujuan kelompok terorisme. Tujuan politik ini disakralisasi dengan cara meradikalisasi pemahaman dan pandangan yang membentuk cara pandang yang menyeluruh dalam melihat realitas. Itulah yang kemudian disebut sebagai ideologi terorisme.

Virus Ideologi Terorisme

Sebagai sebuah ideologi, terorisme dipahami tidak sekedar aksi tetapi pandangan, gerakan dan organisasi yang mendorong tindakan kekerasan. Satu paket dalam menanggulangi terorisme adalah mereduksi/menetralisir ideologi, mengamputasi aksi gerakan pencegahan dini dan memetakan organisasi atau aktor.

Karena itulah, ada beberapa hal yang perlu dipahami dari terorisme sebagai virus ideologi yang merubah cara pandang masyarakat.

Pertama, terorisme bukan sekedar kekerasan atau ancaman fisik yang menganggu keamanan masyarakat, tetapi lebih dari itu terorisme merupakan virus ideologi yang menyerang cara pandang masyarakat yang tidak kenal batas usia, profesi dan strata sosial. Tidak ada satu pun yang imun dari potensi terpapar paham ini.

Kedua, terorisme tidak identik dengan agama, suku, ras dan etnik tertentu, tetapi terorisme adalah perbuatan yang menyimpang dari oknum yang dalam kelompok sosial tertentu, bukan mewakili kelompok tersebut dan tidak bisa digeneralisir. Mereka kelompok yang berlindung dengan kedok agama dengan menebar virus kebencian dan permusuhan.

Ketiga, terorisme bukan hanya ancaman terhadap pemerintah dan negara, tetapi ancaman bersama yang harus menjadi common enemy seluruh komponen bangsa.

Vaksinasi Ideologi Menangkal Terorisme

Dengan melihat karakter terorisme di atas, BNPT menawarkan 5 Vaksin untuk membentengi masyarakat agar tidak mudah terpengaruh dan terpapar virus ideologi radikal terorisme.

1. Transformasi Wawasan Kebangsaan
Krisis nasionalisme dan semangat kebangsaan merupakan kondisi yang menyebabkan seseorang mudah terpapar virus radikalisme. Generasi muda yang lemah dalam aspek wawasan kebangsaan akan mudah terpengaruh dengan cita-cita, idealisme dan impian perubahan yang digaungkan oleh kelompok radikal terorisme.

Persoalan utamanya adalah wawasan kebangsaan hanya menjadi pengajaran formal dan tidak mewujud dalam nilai, pemikiran dan perilaku. Karena itulah, transformasi wawasan kebangsaan dimaksudnya sebagai strategi, metode dan cara menyampaikan wawasan kebangsaan dalam bentuk yang lebih dinamis sesuai dengan kebutuhan zaman saat ini. Wawasan kebangsaan bukan sekedar menjadi pembelajaran menjemukan, tetapi harus ditransformasikan dalam bentuk yang beragam dengan subtansi dan nilai yang sama.

Di sinilah pentingnya transformasi kebangsaan secara masif dengan beragam bentuk baik lisan, tulisan, multi media dan media lainnya untuk menjangkau publik yang lebih luas. Generasi saat ini harus diingatkan kembali tentang sejarah kebangsaan yang dibentuk oleh imajinasi-kolektif tentang persamaan nasib dan sejarah. Simpul persatuan kebangsaan ini dibangun berdasarkan satu persepsi tentang sejarah masa lalu dan harapan di masa mendatang. Karena itulah, sejarah menjadi penting dalam lapisan terdalam dalam membentuk karakter dan identitas berbangsa. Jika generasi muda saat ini sudah lupa akan sejarah kebangsaannya, bersiaplah bangsa ini kehilangan satu generasi emas dalam tonggak kepemimpinan nasional.

2. Revitalisasi Nilai-nilai Pancasila
Pancasila sebagai ideologi negara dan falsafah hidup bangsa Indonesia bukan prasasti mati, tetapi sebagai nilai-nilai yang hidup di tengah masyarakat Indonesia. Pancasila tidak hanya menjadi sumber hukum yang melahirkan cita hukum dan dasar sistem hukum bagi bangsa Indonesia, ia merupakan paradigma kehidupan berbangsa dalam menghadapi berbagai persoalan kebangsaan. Pancasila sebagai suatu nilai yang hidup dalam masyarakat yang harus dihayati dan diamalkan secara komprehensif bukan parsial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Persoalan utamanya bukan para nilai dari sila-sila Pancasila yang tidak relevan dalam kehidupan berbangsa saat ini. Namun, terdapat krisis pemahaman dan pengamalan Pancasila sehingga ideologi trans nasional dalam wujud ekstrem kiri dan kanan mudah menggoyahkan dan memberikan seolah solusi dan alternatif bagi kehidupan berbangsa. Propaganda ideologi trans nasional semakin kencang dengan membidik seolah kegagalan Pancasila. Selain itu, Pancasila selalu didudukan secara diametral dengan pandangan keagamaan yang seolah selalu bersebrangan.

Karena itulah, revitalisasi Pancasila dimaksudkan untuk menghidupkan kembali nilai dan sila di tengah masyarakat. Revitalisasi berarti menjadikan Pancasila sebagai bagian dari sejarah, kebudayaan dan kemasyarakatan bangsa Indonesia yang inheren sebagai nilai-nilai luhur yang tidak bisa dipisahkan. Dalam perkembangan zaman yang terus berubah dan tantangan ideologi tran nasional yang tidak kunjung padam, Pancasila harus menjadi elan vital sebagai nilai-nilai luhur dalam membentengi masyarakat. Cara menjadikan Pancasila sebagai benteng adalah dengan memahami secara utuh, menghayati menyeluruh, dan mengamalkan dengan patuh.

Revitalisasi nilai Pancasila sebagai vaksin kebangsaan harus terus ditanamkan hingga mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sejak usia dini. Pola serangan dan infiltrasi virus ideologi ini sudah tidak mengenal batas usia. Pada level Pendidikan dini pun infiltrasi virus radikalisme ini mulai ditanamkan di sekolah dalam bentuk pengajaran yang membentuk karakter yang mengarah pandangan yang intoleran. Vaksinasi ideologi Pancasila sudah seharusnya mampu menjangkau peserta didik hingga tingkat Pendidikan usia dini dengan metode pendidikan yang perlu diadaptasi sesuai umur mereka.

3. Transformasi Moderasi beragama
Moderasi beragama adalah cara pandang yang berada di tengah titik ekstrem. Sikap di tengah bukan kegamangan, tetapi sebuah pilihan mempertegas diri agar tidak jatuh dalam kutub dua sisi ekstrem. Sebagai sebuah cara pandang dalam beragama, moderasi beragama bukan ajaran agama, tetapi cara dan pendekatan dalam memahami dan mempraktekan agama. Berlebihan adalah sikap buruk, termasuk dalam beragama. Tuhan tidak menghendaki umatnya untuk bersikap ekstrem sekalipun dalam praktek ritual peribadatan. Tuhan menghendaki kemudahan dan tidak menghendaki kesusahan.

Moderasi beragama dalam konteks sosial dan bernegara merupakan sebuah cara pandang untuk melihat keragaman dan kebhinekaan sebagai sunnatullah atau design ilahi yang mendorong manusia untuk saling mengenal, menghargai dan menghormati. Moderasi beragama tidak mempersoalkan perbedaan agama, suku, ras, etnik dan golongan dalam wilayah negara, tetapi menjadikan perbedaan sebagai modal untuk persatuan sebagai perintah agama. Sebaliknya umat beragama yang berperilaku ekstrem dalam bernegara dengan mengabaikan perbedaan dan menonjolkan identitas primordial yang dianggap paling benar adalah menyalahi hukum kebhinekaan yang ditetapkan oleh Tuhan.

Moderasi beragama dalam konteks bernegara juga tidak mempertengkan antara ajaran agama dan aturan negara karena kedua unsur tersebut saling melengkapi dalam mewujudkan tujuan kemashlahatan. Agama adalah tiang penyanggah negara melalui prinsip-prinsip ajaran Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah dan keadilan. Tidak ada pertentangan antara agama dengan prinsip bernegara, dalam konteks Indonesia Pancasila. Rumusan Pancasila adalah sebuah intisari yang diperas dari ajaran agama dan nilai luhur bangsa.

Moderasi beragama dalam konteks bernegara juga ditunjukkan dengan sikap adaptif dan akomodatif dalam memelihara kearifan, adat istiadat dan kebudayaan. Beragama bukan berarti membinasakan kebudayaan dan tradisi, tetapi merawat dan memelihara tradisi sebagai tempat dan sarana kebajikan agama. Karakter moderasi tidak merusak, tetapi memelihara di mana pun agama itu berada. Kebudayaan, kearifan dan tradisi merupakan sarana penting yang dijadikan media untuk menyampaikan kebaikan agama dengan cara hikmah.

Moderasi beragama adalah vaksin untuk menangkal virus radikalisme dan terorisme yang sering memanipulasi dan mendistorsi agama untuk kepentingan politik sekterian dan kelompok. Karena itulah, ciri moderasi dalam beragama mengedepankan keseimbangan antara teks (nash) dan tujuan (maqasyid) sehingga tidak menjadikan orang beragam menjadi buta realitas dan tekstual. Ciri lainnya dalam moderasi beragama adalah sikap adil dan toleran dalam hidup berdampingan dengan perbedaan. Umat beragama harus mengedepankan dialog dan musyawarah dalam menghadapi perbedaan sehingga memunculkan sikap kerjasama dan kolaborasi. Dan ciri terakhir dari moderasi beragama adalah menjauhi perilaku kasar dan kekerasan. Moderasi beragama menjaga keseimbangan, kerukunan dan harmoni dengan menghadirkan agama sebagai rahmat bagi semesta.

4. Transformasi akar kebudayaan bangsa
Vaskinasi keempat dalam membentengi masyarakat dari pengaruh paham radikal terorisme adalah transformasi akar kebudayaan bangsa dan kearifan lokal. Kelompok radikal terorisme memiliki karakter yang membenci kebudayaan, tradisi dan kearifan lokal dengan membenturkan nilai agama dengan tradisi yang ada. Melakukan pemurnian dan purifikasi keagamaan diarahkan dengan cara menggerus kebudayaan, kesenian dan tradisi lokal masyarakat yang terbukati menjadi daya kohesi sosial di tingkat masyarakat. Serbuan ajaran yang membenturkan nilai agama dan tradisi lokal mulai mengejutkan masyarakat dalam sudut pro dan kontra. Dengan adanya perselisihan terhadap kearifan lokal tersebut, narasi kelompok radikal terorisme untuk membelah ikatan persaudaraan dalam tradisi dan adat istiadat sudah berhasil dilakukan.

Ketika pertahanan pengetahuan lokal sudah tergerus masyarakat akan mudah dimasuki dengan pengetahuan dan doktrin yang memecahbelah. Persatuan dan kerukunan di akar rumput selama ini justru dibentuk oleh tradisi dan budaya lokal. Karena itulah, para penyebar Islam di Nusantara sangat mengetahui karakter pengikat kebudayaan masyarakat. Mereka tidak ingin membenturkan antara budaya dan agama, tetapi menjadikan agama sebagai penguat fondasi ajaran dan nilai agama. Penguatan keagamaan melalui kebudayaan inilah yang terbukti menjadikan Nusantara sebagai penduduk mayoritas muslim di dunia. Inilah yang harus menjadi vaksinasi masyarakat agar tidak mudah terbelah dengan cara membenturkan antara agama dan kebudayaan.

Bangsa ini harus mengambil pelajaran dari negeri penuh konflik yang ditunggangi kelompok oposisi-radikal, separatis/terorisme dan kekuatan asing, pra kondisi hancurnya negara diawali dengan perang saudara di negeri tersebut. Masyarakat tidak mempunyai lokalitas yang bisa menjadi pengikat sehingga dibelah dengan pemikiran yang sektarian. Karena itulah, merevitalisasi dan meremajakan kearifan lokal dalam konteks masyarakat yang sudah berubah mutlak diperlukan. Kearifan lokal masyarakat nusantara merupakan salah satu modal terbaik yang harus dijaga dalam membentengi serbuan ideologi radikal baik domestik maupun trans-nasional.

5. Transformasi Pembangunan Kesejahteraan
Tidak bisa dipungkiri aspek kesejahteraan memberikan andil penting dalam perubahan cara pandang dan pemikiran masyarakat. Terorisme memang memiliki akar dari ideologi dan pemikiran, namun aspek kesejateraan juga memainkan peran sebagai faktor pendorong lahirnya aksi kekerasan. Karena itulah, sebagai bagian dari pendekatan lunak (soft approach) penanggulangan terorisme juga dilakukan dengan kebijakan dan program berbasis kesejahteraan khususnya kepada obyek narapidana terorisme, mantan narapida dan keluarga beserta jaringannya. Aspek kesejateraan juga diarahkan pada para korban aksi terorisme.

Aspek kesejahteraan dalam penanggulangan terorisme dilakukan secara kolaboratif dengan melibatkan kementerian, lembaga dan masyarakat khususnya dari dunia usaha. BNPT telah membangun dan menjalankan konsep Kawasan Terpadu Nusantara (KTN) sebagai wilayah khusus pengembangan kesejahteraan mitra deradikalisasi BNPT, korban aksi terorisme dan masyarakat. Tidak hanya pada aspek peningkatan ekonomi, KTN mendorong adanya kolaborasi dan silaturrahmi antar pelaku terorisme, korban terorisme dan masyarakat sebagai jalan rekonsiliasi dan cara meminimalisir potensi ancaman terorisme.

Facebook Comments