Harus diakui, saat ini Bumi Nusantara sedang diguncang oleh tindakan oknum-oknum yang ingin mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi suatu agama, dalam hal ini oknum yang mengatasnamakan Islam sebagai dasar gerakan mereka.
Mulai dari gagasan khilafah, NKRI Bersyariah, Perda Syariah, hingga tidankan peledakan bom di berbagai daerah di Indonesia atas nama “jihad” hingga menjadi pemberitaan di berbagai media massa.
Kejadian-kejadian tersebut tentu saja meresahkan masyarakat yang menginginkan kehidupan yang aman, tentram, tanpa adanya rasa was-was akibat tindakan oknum yang anarkis, tidak manusiawi, dan cenderung destruktif.
Meningkatnya kasus radikalisme saat ini tak lepas dari lemahnya sikap pemerintah dalam mengatasi tumbuhnya kelompok atau perseorangan yang menyimpang dari komitmen NKRI.
Meningkatnya radikalisme dalam agama di Indonesia menjadi fenomena sekaligus bukti nyata yang tidak bisa begitu saja diabaikan ataupun dihilangkan. Bangsa Indonesia harus menyadari bahwa paham anti pancasila saat ini ada dan berkembang pesat di masyarakat.
Rumah Bersama
Intoleransi sebagai benih awal dari radikalisme tentu harus segera diredam. Kita perlu kembali kepada falsafah hidup kita, yakni kita adalah sama-sama anak bangsa tinggal dalam rumah yang sama.
Gus Dur mengibaratkan negara itu seperti rumah besar nan megah. Rumah itu memiliki kama-kamar yang banyak, ruang tamu, dan halaman rumah yang luas.
Baca Juga :Menghadirkan Silaturahmi, Membangun Toleransi
Kamar-kamar yang banyak itu adalah ruang privat bagi setiap penghuni rumah. Kamar itu adalah simbolisasi dari agama, suku, etnis, dan segala macam primordialisme masing-masing penghuni rumah.
Di dalam kamar (ruang privat), setiap orang bisa bebas mengekspresikan pendapatnya, mengatakan kamilah agama yang paling benar, kamilah suku yang paling rajin, dan segala macamnya. Sebab itu adalah ruang privat bagi individu dan kelompok masing-masing.
Ketika di kamar, setiap penghuni bebas mengatur tata ruang kamarnya, mau bertindak kayak apa pun boleh, menonton sambil angkat kaki, mau menyetel TV sesuai dengan seleranya, semua bebas sesuai dengan kamauannya.
Akan tetapi kebebasan itu mempunyai batasannya ketika kita berada di ruang tamu dan halaman rumah. Sebab kedua ruang ini adalah simbol dari ruang publik. Tempat bertemunya bermacam latar belakang dari kamar-kamar yang berbeda.
Di ruang tamu, kita harus berusaha memahami penghuni kamar lain, bersikap toleran, dan akomodatif. Sebab ruang itu adalah ruang bersama. Tempat di mana segala macam bentuk primordialisme harus ditanggalkan.
Di ruang tamu kita tak bisa lagi pentantang-petenteng, bersikap seenaknya dewe, dan tak mau memahami penghuni lain, kebebasan kita dibatasi dengan kebebasan orang lain, adalah prinsip utama dalam membangun hubungan di ruang tamu dan halaman rumah.
Basis Pancasila
Dalam pergaulan di ruang publik kita perlu berpegang kepada Pancasila. Pancasila sebagai ideologi berarti suatu pemikiran yang memuat pandangan dasar dan cita-cita mengenai sejarah masyarakat dan negara Indonesia yang bersumber dari kebudayaan Indonesia.
Pancasila adalah titik temu bersama. Ia memaut nilai-nilai yang diterima oleh semua. Pancasila adalah pandangan hidup atau falsafah hidup anak bangsa dalam berbangsa dan bernegara.
Pancasila sebagai pijakan bersama mulai dilupakan sebagian besar masyarakat Indonesia, mulai diangkat lagi ke permukaan. Sebagai masyarakat majemuk, bangsa Indonesia telah disatukan oleh Bhineka Tunggal Ika, bukan oleh satu agama saja.
Bangsa ini mulai memperbincangkan kembali kesadaran untuk memahami dan mengamalkan nilai Pancasila. Masyarakat seperti tercerahkan bahwa selama ini Pancasila telah mati, merapuhkan NKRI dan membuka celah bagi mereka yang ingin bertindak makar.
Pancasila harus kembali menjadi philosophische grondsag, falsafah dan pandangan hidup bangsa seperti yang dicita-citakan oleh Ir. Soekarno.
Dalam hal ini, usaha untuk meneguhkan Pancasila tidak bisa lagi hanya dilakukan secara seporadis, sendiri-sendiri, melainkan harus secara bersama. Semua ikut ambil bagian. Dengan kerja kolektif, dimungkinkan radikalisme bisa tertangkal.
Segenap warga negara Indonesia wajib menjadikan Pancasila sebagai pandangan hidup kesehariannya. Tak boleh lagi ada perdebatan mengenai hukum Pancasila dalam suatu agama, karena pada hakikatnya Pancasila tidak bertentangan dengan agama manapun.
Intoleransi dan segala turunannya berkembang, akibat pembenaran tanpa mengakui eksistensi agama yang lain. Kelompok radikal mengklaim agama dan kelompoknya yang paling benar. Kesadaran pluralisme beragama perlu dikembangkan lagi, agar tidak tercipta kebencian dan permusuhan antar umat beragama.
Di sinilah peran Pancasila amat dibutuhkan di mana pola pikir umat beragama tidak boleh melihat sesuatu dengan sudut pandang agamanya saja, namun juga harus lewat sudut pandang kebangsaan, dengan kata lain harus terlebih dahulu memahami nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.