Aktualisasi Pancasila di Tengah Belenggu Hegemoni Global

Aktualisasi Pancasila di Tengah Belenggu Hegemoni Global

- in Narasi
1477
1
Aktualisasi Pancasila di Tengah Belenggu Hegemoni Global

Sukarno pernah berujar bahwa Pancasila sebagai philosofische gronslag atau weltanschauung, yaitu Pancasila sebagai fundamen, filsafat, pikiran, jiwa, dan hasrat yang menyatu dalam kemerdekaan Indonesia. Tanpa Pancasila, kemerdekaan sebagai “jembatan emas” yang dikiaskan Sukarno tidak akan dapat menuju pada pencapaian tujuan pembangunan nasional.

Lebih lanjut, Moh. Mahfud MD dalam Kongres Pancasila 30 Mei 2009 di Yogyakarta, yakni tanpa adanya Pancasila kita kehilangan hakikat dan identitas sebagai satu bangsa. Tanpa keberadaannya pula, kita hanya menjadi imitasi atau bahkan sekadar alat bagi bangsa lain. Karenanya, kita percaya bahwa Pancasila adalah ideologi pemersatu bangsa Indonesia yang wajib kita yakini.

Konsepsi Pancasila yang terdiri dari believe in good, nationality, humanity, democracy, dan social justice juga pernah didengungkan Presiden Soekarno di US Congress 1956. Para partisipan yang hadir di kongres ini pun menyambut positif dengan riuh gemuruh tepuk tangan. Inilah salah satu bukti bahwa Pancasila telah diakui oleh dunia karena sarat dengan nilai-nilai mulia yang universal.

Pancasila merupakan pedoman pokok, ideologi, fundamen, filsafat, pikiran, dan hasrat yang menyatu dalam jiwa bangsa Indonesia. Namun, yang menjadi problem saat ini ialah nilai-nilai luhur Pancasila belum diinternalisasikan secara totalitas (kaffah). Pancasila, saat ini mulai terabaikan, tidak lagi dijadikan sebagai panglima dalam kehidupan bernegara. Praktik korupsi, radikalisme, dan berbagai tindak kekerasan, serta konflik SARA ialah segelintir contoh perilaku bangsa yang keluar dari koridor Pancasila.

Pancasila sebagai dasar filsafat negara, pandangan hidup, serta idiologi bangsa dan negara dicetuskan oleh founding father tentunya tidak hanya sebatas retorika saja. Banyak pesan moral yang terselip dalam Pancasila ini. Disamping itu, gaungnya juga jangan sampai hanya diperbincangkan pada saat moment hari lahirnya saja atau hari kesaktiannya saja. Melainkan, kita sebagai bangsa pewaris Pancasila harus senantiasa menjaga nafasnya sampai kapanpun.

Tentu kita sadar bahwa berbagai persoalan yang dihadapi negeri ini sebagai imbas bangsa ini masih belum mengamalkan nilai-nilai Pancasila secara totalitas. Konsepsi Pancasila yang sedemikian ideal tidak diikuti dengan upaya kongrit di level praktis. Akibatnya, praktik korupsi tumbuh subur dan mentradisi di negeri ini. Belum lagi problem-problem lain terkait ekonomi, politik, hukum, dan sosial budaya yang dari hari ke hari semakin bertambah.

Menanggapi hal tersebut sudah saatnya bangsa ini sadar akan pentingnya pengamalan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Harapannya hal ini dapat menjadi solusi untuk menyelesaikan berbagai persoalan dan benteng persatuan bangsa. Langkah strategis juga perlu dilakukan untuk menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan nyata. Pancasila harus menjadi paradigma pembangunan baik di bidang politik, ekonomi, maupun hukum.

Pancasila sebagai paradigma pengembangan politik terutama ditekankan pada proses reformasi yang mendasarkan bahwa moralitas sebagaimana tertuang dalam sila-sila Pancasila. Politik harus bersih serta taat etika serta hukum. Praktik-praktik politik kotor yang menghalalkan segala cara dengan fitnah, provokasi, money politic, dan adu domba harus segera dihentikan. Mengingat sebentar lagi pada 2018 kita akan menghelat pesta demokrasi Pilkada dan juga Pilpres 2019. Semoga spirit Pancasila terus digelorakan dengan Pilkada dan Pilpres yang demokratis dan bersih bebas dari politik uang dan kampanye hitam.

Adapun paradigma di bidang ekonomi harus dikembangankan atas dasar moralitas kemanusian dan Ketuhanan. Misalnya saja ekonomi kerakyatan yang telah dikembangkan Mubyanto, yaitu ekonomi humanistik yang mendasarkan pada tujuan demi kesejahteraan rakyat secara luas. Artinya, aspek kesejahteraan rakyat yang menjadi landasan untuk diutamakan.

Pancasila juga harus diterapkan sebagai paradigma dalam reformasi hukum. Produk hukum yang dirasa semakin jauh dari nilai-nilai kemanusiaan, kerakyatan, dan keadilan harus segera direformasi. Namun demikian reformasi ini hendaknya dilakukan dengan hati-hati, harus memiliki dasar, landasan serta sumber yang jelas, yaitu Pancasila. Sehingga harapannya dengan dilakukan ini semua nafas Pancasila dapat terjaga.

Secara ringkas cara mengimplementasikan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara terbagi menjadi dua. Pertama, implementasi objektif yakni melaksanakan Pancasila ini dalam setiap aspek penyelenggaraan negara baik eksekutif, yudikatif, maupun legislatif serta dalam hubungan kehidupan dengan negara lain. Seluruh kehidupan Pancasila, asas politik, dan kedaulatan rakyat serta tujuan negara harus berdasarkan nilai spiritualitas Pancasila.

Kedua, implementasi subjektif yakni Pancasila dilaksanakan dalam nafas kehidupan setiap warga negaraIndonesia tanpa terkecuali baik itu kehidupan pribadi, keluarga maupun bermasyarakat dan bernegara. Implementasi ini sangat ditentukan oleh kesadaran, ketaatan, dan kesiapan masing-masing individu di dalam mengamalkannya. Karenanya, Pancasila harus dipahami, diresapi, dan dihayatisebagai nilai-nilai moral yang ada dalam masyarakat.

Facebook Comments