Merawat Persaudaran dengan Melawan Hoax

Merawat Persaudaran dengan Melawan Hoax

- in Narasi
1255
1
Merawat Persaudaran dengan Melawan Hoax

Kebebasan informasi merupakan kunci demokrasi yang baik. Dengan kebebasan informasi setiap masyarakat mendapatkan informasi. Bila kebebasan informasi tidak terpenuh, maka kebebasan seseorang mendapatkan akses yang baik akan berkurang. Oleh sebab itu, kebebasan informasi harus dibangun dan dijaga agar setiap individu mendapatkan akses informasi yang layak.

Era sosial media, kebebasan informasi sangat terbuka bebas, setiap informasi dapat dinikmati semua kalangan tanpa terkecuali. Bahkan kebebasan informasi ini, setiap individu tidak lagi menjadi konsumen informasi, tetapi juga produsen informasi. Dengan kebebasan informasi menjadi baik tatkala setiap individu paham menggunakan sosial media yang baik dan benar.

Di tangan orang yang jahat, kebebasan informasi digunakan untuk menyebarkan informasi bohong atau hoax, demi kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Kini informasi atau berita yang dianggap benar tidak lagi mudah ditemukan. Survey Mastel (2017) mengungkapkan bahwa dari 1.146 responden, 44,3% diantaranya menerima berita hoax setiap hari dan 17,2% menerima lebih dari satu kali dalam sehari. Bahkan media arus utama yang diandalkan sebagai media yang dapat dipercaya terkadang ikut terkontaminasi penyebaran hoax. Media arus utama juga menjadi saluran penyebaran informasi/berita hoax, masing-masing sebesar 1,20% (radio), 5% (media cetak) dan 8,70% (televisi).

Tidak saja oleh media arus utama, kini hoax sangat banyak beredar di masyarakat melalui media online. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mastel (2017) menyebutkan bahwa saluran yang banyak digunakan dalam penyebaran hoax adalah situs web, sebesar 34,90%, aplikasi chatting (Whatsapp, Line, Telegram) sebesar 62,80%, dan melalui media sosial (Facebook, Twitter, Instagram, dan Path) yang merupakan media terbanyak digunakan yaitu mencapai 92,40%. Sementara itu, data yang dipaparkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika menyebut ada sebanyak 800 ribu situs di Indonesia yang terindikasi sebagai penyebar hoax dan ujaran kebencian (Pratama, 2016).

Baca juga :Lawan Hoaks dengan Verifikasi Informasi

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa hoax paling banyak menyebar melalui media sosial. Satu sisi media sosial dapat meningkatkan hubungan pertemanan yang lebih erat, wadah bisnis online, dan lain sebagainya. Sisi lainnya media sosial sering menjadi pemicu beragam masalah seperti maraknya penyebaran hoax, ujaran kebencian, hasutan, caci maki, adu domba dan lainnnya yang bisa mengakibatkan perpecahan bangsa. Media sosial sendiri menurut Van Dijk (2013) adalah platform media yang memfokuskan pada eksistensi pengguna yang memfasilitasi mereka dalam beraktivitas maupun berkolaborasi. Karena itu, media sosial dapat dilihat sebagai medium (fasilitator) online yang menguatkan hubungan antar pengguna sekaligus sebagai sebuah ikatan sosial.

Kebaikan dengan hadirnya media sosial bila tidak dirawat dengan baik, tidak hanya menimbulkan komunikasi antar masyarakat, tetapi perseteruan bahkan perpecahan persaudaran yang sudah dibangun ini. Seperti hoax yang terjadi di tiga desa, masing-masing Desa Parean Girang, Bulak, dan Ilir, Kecamatan Kandanghaur, menyerang Desa Curug, Kecamatan Kandanghaur. Ketiga desa penyerang memang bertetangga dengan Desa Curug. Kejadian ini terjadi lantaran masyarakat tiga desa terprovokasi kabar bohong (hoax) di media sosial, ratusan warga dari tiga desa menyerang sebuah desa di Kabupaten Indramayu, 10 Januari 2017.

Demi mencegah hal-hal yang tidak diinginkan dengan kehadiran hoax, kita harus membangun kehidupan dengan kebebasan informasi tanpa hoax. Oleh sebab itu, hoax harus kita lawan bersama agar hoax tidak menyebar bahkan beranak pinak dalam sendi-sendi kehidupan yang suatu saat bisa membunuh rasa persaudaraan kita.

Pertama peran pemerintah yang harus tegas kepada mereka yang menyabarkan dan memproduksi hoax. Ketegasan ini dilihat dari penegakan hukum yang tidak memandang derajat atau jabatan seseorang. Seperti kasus “container yang berisi surat suara yang terjoblos” maka pemerintah harus menangkap kepada mereka memproduksi dan menyabarkan.

Selain pemerintah, juga peran masyarakat juga sangat diperlukan demi menangkal hoax agar tidak menyebar luas. Masyarakat dituntut untuk lebih cerdas memilih serta memilah informasi yang baik dan tepat guna. Masyarakat harus “sering dan saring”, di mana suatu informasi tidak ditelan secara mentah-mentah yang didapat. Setiap informasi harus disaring mengenai kebenaran dan dampaknya umum, dan jangan sungkan untuk sering mengenai suatu informasi kepada orang terdekat. Dengan sering-saring, maka kita tidak mudah menyebarkan berita hoax tersebut.

Yang terakhirnya adalah peran kita sebut, ketika melihat terjadinya sebuah berita bohong, maka kita bisa melaporkan kepihak berwajib atau sosial media yang menaungi. Dari pemerintah sudah menyediakan kontak personal untuk pengaduan dan pihak produksi aplikasi udah menyediakan fitur untuk mengadu mengenai berita yang tidak benar.

Kemampuan mencari sumber informasi yang bisa dipertanggungjawabkan, menjadi krusial di tengah percepatan teknologi digital saat ini. Kata kuncinya adalah kembali kepada pendidikan berkualitas, kurikulum yang tepat di sekolah sekolah serta edukasi menyeluruh yang harus dilakukan oleh segenap komponen bangsa untuk Indonesia yang lebih baik.

Facebook Comments