Merdeka dari Radikalisme

Merdeka dari Radikalisme

- in Narasi
698
0
Merdeka dari Radikalisme

“Dengan bergulirnya waktu, maka sampailah usia kemerdekaan Indonesia ke angka 75 tahun. 25 tahun ke depan pada 2045, usia itu akan menyentuh angka 100 tahun Indonesia merdeka. Pertanyaan krusialnya adalah: apakah gerak sejarah kita sekarang semakin mendekati tujuan Proklamasi Kemerdekaan berupa tegaknya keadilan bagi semua tanpa kecuali atau malah semakin menjauh? Jika jawabannya positif, maka jalan yang kita tempuh selama ini sudah benar dan lurus. Sebaliknya, jika jawabannya negatif, maka berarti telah berlaku penyimpangan yang wajib segera diluruskan. Jika tidak, maka kita semua adalah pengkhianat.”

(Ahmad Syafii Maarif)

Ungkapan dan pertanyaan Buya Syafii Maarif di atas menjadi PR bersama sekaligus warningbagi seluruh komponen anak bangsa. Kita tak boleh lelah untuk selalu menjaga, mengisi dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sepanjang sejarah republik ini, berbagai rongrongan seolah datang silih berganti.

Dewasa ini, gerakan radikalisme marak tampil di hadapan publik yang bertujuan mengusik kemerdekaan Indonesia. Radikalisme diartikan sebagai paham atau aliran yang radikal dalam politik atau paham yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan. Sederhananya, paham radikal adalah sikap ekstrem dalam aliran politik. Prof. Mahfud MD menyebut radikalisme adalah setiap upaya membongkar sistem yang sudah mapan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan cara kekerasan.

Jadi, radikalisme adalah suatu ideologi (ide atau gagasan) dan paham yang ingin melakukan perubahan pada sistem sosial dan politik dengan menggunakan cara-cara kekerasan atau ekstrem. Inti dari tindakan radikalisme adalah sikap dan tindakan seseorang atau kelompok tertentu yang menggunakan cara-cara kekerasan dalam mengusung perubahan yang diinginkan. Kelompok radikal umumnya menginginkan perubahan tersebut dalam tempo sesingkat-singkatnya dan secara drastis serta bertentangan dengan sistem sosial yang berlaku.

Baca Juga : Dekonstruksi Beragama Dan Siap siaga Menjaga Kemerdekaan Bangsa

Motif politik menjari faktor tumbuh suburnya radikalisme karena adanya pemikiran sebagian masyarakat bahwa seorang pemimpin negara hanya berpihak pada pihak tertentu, mengakibatkan munculnya sejumlah masyarakat yang terlihat ingin menegakkan keadilan. Kelompok-kelompok tersebut bisa dari kelompok sosial, agama, maupun politik. Alih-alih menegakkan keadilan, kelompok-kelompok ini seringkali justru memperparah keadaan.

Menurut ilmuwan politik dari Irlandia, Louis Mary Richardson, munculnya orang-orang radikal lantaran tiga hal. Pertama,orang-orang yang kecewa. Kekecewaan bisa dimilik dan dirasakan oleh siapapun tanpa pandang bulu karena sumber kekecewaan itu tidaklah tunggal. Kedua,kelompok bisa memfasilitasi dan mengorganisir orang-orang kecewa. Ketiga,ideologi yang membenarkan aksi terorisme.

Tiga faktor itu saling berinteraksi dan membentuk ingredient terrorism. Celakanya, faktor lain yang menyebabkan munculnya radikalisme ialah faktor pemikiran yang mencatut ajaran agama. Radikalisme dapat berkembang karena adanya pemikiran bahwa segala sesuatunya harus dikembalikan ke agama meskipun dengan cara yang kaku dan menggunakan kekerasan.

Radikalisme adalah paham kekerasan dan destruktif. Sifatnya berupa pemaksaan kehendak dan keinginan. Penegasan ini penting karena radikalisme masih salah dipahami oleh sebagian masyarakat. Ketika penegasan ini telah menjadi pemahaman kolektif, niscaya seluruh komponen bangsa wajib melakukan upaya-upaya pencegahan agar gerakan radikalisme tidak tumbuh subur di masa-masa mendatang, terlebih di usia ke 75 Kemerdekaan Indonesia ini.

Mesti disadari, gerakan radikalisme merupakan ancaman serius bagi kedaulatan negara dan keamanan masyarakat. Paham ini berusaha merangsek ke tengah-tengah masyarakat untuk mendapatkan dukungan lalu membentuk kelompok yang kemudian melahirkan suatu gerakan kolektif. Sehingga, tak berlebihan kiranya masyarakat turut serta melakukan bela negara.

Totalitas kemampuan masyarakat mewujudkan bela negara bisa berhasil bila individu dan kelompok optimal dalam menjalankan kewajibannya di tengah-tengah kehidupan serta bersama-sama menciptakan dan memelihara situasi aman, tenteram dan sejahtera. Pemahaman dan kepedulian agamawan dan tokoh masyarakat akan arti penting bela negara menjadi amat urgen demi keamanan dan ketertiban lingkungan sekitar. Jika pemahaman tersebut bisa berjalan baik niscaya masyarakat akan mampu mengeliminir radikalisme negatif seperti kekerasan. Sebab, orang-orang radikal bisa muncul dalam skala paling kecil dan besar sampai pada masalah radikalisme yang berujung aksi terorisme. Walhasil, seluruh warga negara memiliki kewajiban untuk melakukan bela negara sesuai dengan peran masing-masing dalam rangka menangkal radikalisme. Bagaimanapun, bela negara sebenarnya memiliki spektrum yang sangat luas di berbagai bidang kehidupan mulai dari politik, ekonomi, sosial, budaya dan agama. Dirgahayu Republik Indonesia ke 75 Tahun. Bangkit dan Jaya Selalu.

Facebook Comments