Pemuda Sebagai Agen Kontra Propaganda

Pemuda Sebagai Agen Kontra Propaganda

- in Narasi
1649
0

Tanggal 28 Oktober ini, untuk kesekian kalinya kaum muda memperingati Hari Sumpah Pemuda. 88 tahun silam, para pemuda dari berbagai latar kelompok se-nusantara mengikrarkan pengakuan dan tekad nasionalisme dalam sebuah sumpah. Tiga buah sumpah fenomenal inilah yang dikenal sebagai Sumpah Pemuda.

“Sumpah Pemuda” menjadi keputusan Kongres Pemuda Kedua yang diselenggarakan dua hari, 27-28 Oktober 1928 di Batavia (Jakarta). Isinya pertama,
Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia. Kedoea, Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia. Ketiga, Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia. Sumpah Pemuda adalah satu tonggak utama dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia. Ikrar ini dianggap sebagai kristalisasi semangat untuk menegaskan cita-cita berdirinya negara Indonesia (Wikipedia, 2016).

Seiring perkembangan zaman beragam tantangan dihadapi pemuda. Selain itu beragam potensi juga berpeluang digali dari sosok pemuda. Salah satunya terkait perkembangan radikalisme dan terorisme. Pemuda dengan darah segarnya memiliki dua posisi potensial sekaligus. Yaitu sebagai target pengembangan dan propaganda sekaligus sebagai agen pelawan dan kontra propaganda.

Target pengembangan dan propaganda radikalisme dan terorisme mulai mengarah kepada remaja dan pemuda. Terakhir kasus Tangerang membuktikan. Seorang remaja inisial SA (22 tahun) nekat menyerang dan melukai 3 aparat kepolisian di Tanggerang.

Media terbesar yang memiliki pengaruh dalam propaganda terorisme dan radikalisme, baik pra maupun pasca adalah melalui dunia maya atau internet. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) merilis hasil survei yang baru saja diterbitkan bulan ini.

Merujuk pada survei tersebut, diketahui jumlah pengguna internet di Indonesia sudah mencapai 132,7 juta. Sementara populasi penduduk Indonesia saat ini 256,2 juta orang. Jumlah pengguna internet di Indonesia sepanjang tahun 2016 naik sebesar 88 juta atau 40 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Remaja dan pemuda saatnya dididik sejak dini mengenai literasi virtual. Kecerdasan yang dimiliki tidak sekadar secara teknis namun yang paling penting adalah menyaring dan mengelola konten yang tersedia dan berkembang liar di dunia maya.

Pemuda mesti terus disadarkan dan dikuatkan akan fungsi utamanya. Pertama, generasi muda adalah cadangan keras (iron stock). Cadangan untuk meneruskan estafet kepemimpinan bangsa. Sifat keras tercermin dengan idealisme tinggi dan energi besar. Kedua, generasi muda sebagaiagent of change(agen perubahan). Pemuda akan tampil memperjuangkan perubahan menuju perbaikan. Ketiga, generasi muda sebagai sang penyeru kebenaran. Kebenaran salah satunya terwujud dalam perilaku peduli.

Trend keterlibatan pemuda dalam berbagai ranah menunjukkan kecenderungan meningkat. Misalnya dalam politisi, eksekutif, perusahaan, akademisi, wirausahawan, dan lainnya. Hal ini patut diapresiasi dan mesti terus ditingkatkan melalui komitmen kaderisasi. Petuah bijak mengajarkan bahwa “Pemimpin yang baik adalah yang mampu membantu memecahkan kesulitan mereka yang dipimpin serta mempersiapkan calon atau kader pemimpin yang nanti akan menggantikannya”.

Propaganda pra, saat, dan pasca-kasus radikalisme dan terorisme sebagian besar menggunakan pendekatan teologis atau agama. Untuk itu benteng sekaligus senjata perlawanan juga mesti dilakukan dengan pendekatan serupa. Segala argumen propaganda mesti dipatahkan dan disebarkan ke publik guna meyakinkan serta menguatkan pemahaman.

Penguatan teologis penting dihadirkan sejak dini, mulai dari keluarga, sekolah, dan sosial kemasyarakatan. Orang tua mesti melek teknologi sekaligus perkembangan paham yang mengkhawatirkan. Hal ini penting guna mengawasi setiap gerak dan perubahan anak menjelang atau saat remaja.

Sekolah juga demikian, ruang penguatan teologis mesti dibuka dengan kecermatan. Kegiatan dan organisasi siswa seperti mentoring dan OSIS pada dasarnya positif dan patut didukung melalui pengawasan dan bimbingan berbasis kurikulum yang jelas. Demikian pula di lingkungan kemasyarakatan. Pengembangan TPA dan aktifitas remaja masjid layak didukung melalui strategi tersebut. Koordinasi dan sinergi dapat dioptimalkan melalui kerjasama dengan ormas resmi yang ada seperti MUI, NU, Muhammadiyah, Badko TPA, BKPRMI, IKADI, DMI, dan lainnya.

Tantangan kepemudaan juga akan hadir melalui bonus demografi. Hal ini sesuai proyeksi UN World Population Prospects (2002). Bonus Demografi artinya rasio ketergantungan usia non produktif (0-14 tahun dan 65 tahun ke atas) pada usia produktif (15-64 tahun) semakin kecil.

Proyeksi penduduk Indonesia 2010-2035 menguatkan bahwa bonus demografi akan berlanjut, jendela peluang melebar, dan angka ketergantungan 47 per 100 pekerja. Lembaga Demografi FEUI (2014) memprediksikan bonus demografi masih tetap berpotensi membuka peluang pemanfaatan. Salah satunya optimalisasi sebagai agen kontra propaganda radikalisme dan terorisme.

Pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan. Revitalisasi kualitas pemuda mesti diprioritaskan dan dilakukan melalui berbagai aspek baik pendidikan, profesionalisme, kewirausahaan, moralitas, dan lainnya. Setiap sektor dan institusi penting memberikan ruang gerak dan peran lebih bagi pemuda diimbangi dengan bimbingan dan pengawasan.

Facebook Comments