Hoax soal Corona Sama Bahayanya dengan Corona Itu Sendiri

Hoax soal Corona Sama Bahayanya dengan Corona Itu Sendiri

- in Narasi
1840
1
Hoax soal Corona Sama Bahayanya dengan Corona Itu Sendiri

Selain menghadapi coronavirus disease (Covid-19), satu musuh yang juga sedang kita hadapi bersama adalah merebaknya hoaks atau kabar bohong seputar virus Covid-19. Covid-19 menulari ratusan ribu orang di berbagai negara, hingga ribuan orang meninggal dunia. Tapi beredarnya berita hoaks juga tak kalah berbahaya dengan virus itu sendiri. Hoaks bisa menciptakan kepanikan, kecemasan, dan ketakutan di tengah masyarakat, sehingga bisa memperkeruh keadaan.

Sejak Covid-19 merebak di Indonesia, sejak saat itu berita-berita hoaks bermunculan menyertainya. Selain disuguhi kabar perkembangan jumlah kasus Covid-19, tak jarang kita juga menemukan kabar-kabar lain yang mengejutkan dan menakutkan. Ratusan hoaks saat ini beredar menciptakan keresahan. Hingga Rabu (1/4/2020), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bahkan sudah menemukan 405hoakssoalvirus corona. Sedangkan Polri sampai saat ini telah menangkap 51 tersangka penyebar hoaks terkait corona (detik.com, 31/3/2020).

Hoaks soal corona bisa sangat membahayakan. Sebab, bisa menimbulkan kepanikan dan ketakutan di tengah masyarakat. Padahal, di tengah kondisi saat ini, masyarakat harusnya tetap tenang sembari tetap waspada. Jumlah orang positif Covid-19 yang terus bertambah setiap hari saja sudah membuat kita was-was. Hal ini masih ditambah kemunculkan kabar-kabar simpang siur, juga hoaks yang menyebarkan informasi sesat, sehingga menyebarkan kekhawatiran di tengah masyarakat.

Selain menghadapi wabah Covid-19, di saat bersamaan kita juga harus menghadapi merebaknya wabah hoax penyebar kepanikan, ketakutan, hingga informasi sesat. Misalnya, hoaks soal menangkal Covid-19 dengan meminum bahan-bahan tertentu. Kemudian, berbagai stigmatisasi negatif terhadap pasien Covid-19, hingga terhadap petugas medis yang menangani. Ada juga hoaks terkait 59 jemaat gereja yang tewas karena meminum cairan disinfektan dengan merk tertentu. Setelah ditelusuri, foto di artikel tersebut ternyata diambil pada tahun 2016 lalu, yakni terkait pengobatan pasien terjangkit virus ebola di salah satu gereja Kristen di Afrika.

Baca Juga : Media distancing dan literasi keluarga; Meredam kepanikan di tengah infodemik corona

Selain kepanikan, ada juga hoaks yang menyebarkan kebencian terhadap tokoh atau pihak-pihak tertentu. Misalnya, hoaks tentang Gubernur DKI Jakarta mencuri 161 jenazah terinfeksi Covid-19. Tak sekadar kepanikan, ketakutan, dan kebencian, hoaks juga bisa membahayakan nyawa. Di Iran, 300 orang dikabarkan meninggal dan 1.000 orang kondisinya kritis karena termakan hoaks di media sosial bahwa metanol bisa menyembuhkan penyakit akibat Covid-19 (detikHealth, 30/3/2020).

Panik dan cemas menurunkan imun tubuh

Contoh-contoh tersebut menggambarkan betapa hoaks bisa sama berbahayanya dengan virus itu sendiri. Artinya, betapa saat ini kita sedang diuji untuk lebih teliti dan bijak dalam mengkonsumsi informasi. Ini penting agar kita tak terjerumus termakan hoaks yang berakibat negatif, baik bagi diri sendiri maupun bagi kehidupan bersama.

Kekhawatiran, kepanikan, dan ketakutan akibat hoaks sering membuat kita saling menuduh dan mancaci. Bahkan, seperti kasus di Iran tersebut, hoaks bisa menjerumuskan banyak orang melakukan hal-hal membahayakan, sampai jatuh korban jiwa. Di samping itu, di tengah situasi merebaknya wabah Covid-19 ini, kita tahu bahwa kekhawatiran, kecemasan, dan kepanikan justru berakibat kontraproduktif dalam upaya mencegah penularan virus. Sebab, panik dan cemas justru melemahkan kekebalan kita terhadap virus.

Seperti diungkapkan Psikolog Wiene Deri dari Himpunan Psikolog Indonesia (HPI), bahwa kepanikan, cemas, dan stres dapat menyebabkan daya tahan tubuh menurun sehingga rentan terhadap penyakit, termasuk terinveksi virus Covid-19 (tirto.id, 19/3/2020).

Jaga jarak fisik, jaga jarak terhadap hoaks

Melihat keadaan tersebut, maka penting bagi kita semua untuk lebih berhati-hati dan semakin waspada. Di samping waspada terhadap penularan Covid-19, di saat bersamaan kita juga mesti waspada terhadap penyebaran hoaks dan berbagai bentuk disinformasi terkait pandemi ini. Sebab, keduanya kini sama berbahayanya. Di satu sisi, kita mesti menjaga jarak fisik (Physical Distancing) demi memutus mata rantai penularan virus. Di sisi lain, kita juga harus menjaga jarak terhadap hoaks atau berhati-hati dengan kabar-kabar palsu demi menjaga ketenangan dan kedamaian di masyarakat.

Di era digital dan media sosial di mana informasi beredar sangat cepat dan masif sekarang, kecerdasan dan ketelitian memilah informasi adalah kunci. Guna mengurangi kekhawatiran di tengah wabah Covid-19, seorang psikiater dari Centre for Psychological Wellnes di Singapura, Dr Lim Boon Leng, menyarankan agar kita bisa mengendalikan jenis dan jumlah berita yang disimak. Sebab, ia melihat banyak laporan di media sosial yang menyesatkan atau tak berdasar. Maka, penting untuk menjaga pikiran agar tak membayangkan situasi-situasi buruk. Sebab, di masa krisis saat ini, emosi cenderung lebih mudah berkuasa ketimbang otak rasional (Media Indonesia, 4/3/2020).

Di samping waspada dan menjaga jarak dari hoaks dan informasi negatif, kita juga mesti bergerak bersama untuk tetap menguatkan solidaritas, kepedulian, serta terus menyalakan optimisme dan harapan dengan menyebarkan informasi-informasi positif di tengah masyarakat. Informasi-informasi positif yang menciptakan ketenangan, optimisme, dan harapan sembari tetap menjaga kewaspadaan harus terus kita sebarkan. Keterangan dari pemerintah, himbauan dari otoritas kesehatan, dan pihak-pihak yang berwenang mesti kita jadikan pegangan utama ketimbang informasi-informasi tak jelas yang berseliweran di linimasa.

Facebook Comments