Pendidikan Anak: Jika yang Masuk Kekerasan, Maka yang Keluar Kekerasan

Pendidikan Anak: Jika yang Masuk Kekerasan, Maka yang Keluar Kekerasan

- in Narasi
1866
0
Pendidikan Anak: Jika yang Masuk Kekerasan, Maka yang Keluar Kekerasan

“Anak ibarat kertas putih, tinggal orang tualah nantinya yang akan memberikan warna.”

Tentunya kalimat tersebut sudah familiar di telinga kita, dan bahkan sudah menjadi suatu pegangan untuk membentuk karakter anak itu sendiri. Artinya, terserah bagaimana orang tua, keluarga, lingkungan, dan guru yang akan mewarnai hidupnya. Entah dijadikan baik atau buruk, hitam atau putih, benar atau salah, toleransi atau intoleransi, dan seterusnya. Intinya, anak akan menjadi sesuai dengan apa yang dituliskan di kertas putih itu, atau sesuai dengan apa yang diajarkan.

Rasa ingin tahu terhadap segala hal yang ada pada anak, menjadikan ia semangat untuk belajar. Lantaran itu, dalam mendidik anak tidak boleh dianggap enteng dan remeh. Sebab, pendidikan apapun yang diberikan kepada anak, itu akan sangat mempengaruhi cara berpikirnya maupun tingkah lakunya. Terlebih, anak belajar dengan cara melihat, memperhatikan, dan menirukan. Karenanya, orang tua dan guru sudah seharusnya wajib memberikan contoh dan perilaku yang baik kepada anak-anak dan murid-muridnya, terutama dalam hal menghormati perbedaan.

Anak yang baik, pintar, cerdas, amanah, dermawan, dan toleran, tentu tak akan terwujud begitu saja tanpa adanya usaha yang maksimal dari orang tua dan guru yang telah mendidiknya. Serta ingatlah, bahwa anak yang lahir pasti dalam keadaan fitrah, suci dan bersih. Ibarat kertas putih tadi, ia siap menerima tulisan dan warna apapun. Oleh sebabnya, jika ingin anak menjadi baik, sopan, dermawan, dan sebagainya, maka orang tua tidak boleh alpa untuk memberikan pelajaran dan contoh yang baik pula.

Mendidik anak merupakan suatu seni kehidupan yang sangat unik dan menarik, serta mempunyai tantangan tersendiri. Sebab, setiap anak mempunyai karakter, keinginan, dan cita-cita yang berbeda-beda. Lalu, bagaimana kalau si anak berulah? Misal, salah satunya adalah melakukan sesuatu yang membuat rumah kotor. Nah, pada saat kenakalan demi kenakalan itu terjadi, tentu akan memunculkan pertanyaan “mau diapakan anak ini?” Haruskah dibiarkan saja, cukup diberikan pengertian, dimarahi, atau bahkan harus dipukul?

Dari pertanyaan tersebut, sebagai orang tua maupun pendidik, tentu harus bijaksana dan wawasan berpikirnya harus digunakan dengan baik. Sebab, hal itu sangat menentukan timbal balik yang akan dilakukan oleh si anak. Sehingga, tak jarang karakter anak mirip dengan orang tuanya. Kalau orang tuanya pemarah, keras, sering berbicara dan berperilaku kasar, maka anaknya akan dipastikan demikian. Pun sebaliknya, ketika orang tuanya baik, sopan, dan mudah untuk tersenyum, dipastikan anaknya demikian pula. Ingatlah, bahwa karakter anak tidak akan jauh berbeda dengan orang tuanya, dan biasanya anak akan menjiplak karakter orang tuanya.

Jadi, sebagai orang tua maupun pendidik harus selalu berhati-hati dalam bersikap. Sebab, anak merupakan aset masa depan keluarga dan bangsa. Karenanya, asuhlah anak dengan penuh rasa cinta. Jangan biarkan anak mencicipi kekerasan, terlebih sampai mengajari kekerasan itu sendiri. Sebab, kekerasan selalu membawa pelakunya pada jurang kehancuran. Awasilah tingkah lakunya, bahkan cara berpikirnya. Jangan biarkan anak mempunyai pemahaman-pemahaman yang menjurus pada kekerasan.

Kalau Anda pernah melihat seorang anak yang menyakiti anak lain, mengganggu orang, dan menggunakan kata-kata buruk sekaligus tidak sopan kepada orang lain, maka dipastikan orang tuanya telah lalai dalam mendidiknya. Sayangnya, kadang hal itu dianggap wajar dan tidak ditindaklanjuti, bahkan beranggapan akan berhenti dengan sendirinya setelah dewasa. Dengan demikian, secara tidak langsung, mereka turut berperan dalam membentuk kelakuan buruk anaknya itu. Dan, tentu mereka telah melakukan perbuatan yang nantinya akan merugikan anak mereka sendiri.

Karenanya, sebelum hal itu terjadi pada anak atau adik Anda, maka jangan sekali-kali membiarkan tanpa memberi saran dan masukan yang baik, tanpa harus memarahinya. Koreksilah setiap kesalahan anak dengan bijak. Ajarilah rasa toleransi dan cara menghargai perbedaan, karena mereka akan tumbuh dewasa yang nantinya akan semakin banyak berinteraksi dengan orang lain.

Ingatlah, bahwa orang tua merupakan figur pendidik utama dalam keluarga. Jadi, berilah anak contoh nyata tentang kebaikan, kedermawanan, dan ketoleransian. Jadilah orang tua yang ditaati, disegani, dan diteladani oleh anak-anaknya tanpa ada unsur paksaan yang terus membawa pada kebaikan maupun perdamaian.

Facebook Comments