Islam Nusantara: Pelestari Dakwah Ala Wali Songo

Islam Nusantara: Pelestari Dakwah Ala Wali Songo

- in Narasi
529
0
Islam Nusantara: Pelestari Dakwah Ala Wali Songo

Istilah Islam Nusantara tentu bukan suatu hal yang baru. Islam Nusantara sebenarnya sudah dikenal dan dipopulerkan sejak zaman Wali Songo. Kelihatan asing bagi Muslim milenial karena 5 tahun terakhir ini Islam Nusantara selalu dikampanyekan oleh Nahdlatul Ulama (NU). NU sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia berusaha menjaga budaya warisan leluhur. NU dalam pelestarian budaya leluhur berusaha menyisipi nilai-nilai Islam didalamnya. Hal ini penting supaya rakyat ini tidak lupa dengan budaya leluhur yang memiliki nilai kebaikan.

Islam Nusantara ketika dipromosikan oleh NU pada tahun 2015 tentu banyak yang menentang. Baik yang pro dan penentang Islam Nusantara punya alasan masing-masing. Konsep Islam Nusantara merujuk perspektif Pribumisasi Islam yang selalu dikampanyekan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Jadi konsep Islam Nusantara bisa dikatakan sinonim dari Pribumisasi Islam. Menurut Gus Dur Pribumisasi Islam itu sebagai metode atau cara yang digunakan untuk membaca keislaman, kebudayaan, fiqih, adat, aplikasi nash, tasawuf, hingga seni.

Islam Nusantara jangan dipahami sebagai konsep yang berupaya melokalisasi Islam. Hal ini bisa dirunut dari cara dakwah Wali Songo yang tidak mempersoalkan agama dan budaya. Wali Songo memandang bahwa tradisi dan budaya yang telah mengakar dibumi Nusantara menjadi potensi untuk ditanamkan nilai-nilai Islam. Mengingat sebelum Islam masuk ke Nusantara rakyatnya mayoritas beragama Hindu dan Buddha. Tradisi yang ada di Nusantara justru oleh Wali Songo dijadikan instrumen penyebaran Islam. Tradisi disini bukan hanya yang mencangkup ritual-ritual agama, tetapi juga seni, adat dan sistem kepercayaan yang dianut para leluhur Indonesia.

Sejarah ada yang mencatat bahwa masuknya Islam di Nusantara dibawa langsung dari Jazirah Arab sebelum abad ke-9 Masehi. Versi lain bahwa yang membawa Islam ke Nusantara adalah para pedagang dan Ulama Sufi dari Gujarat dikisaran abad 12 atau 13. Hal ini menunjukkan bahwa Islam masuk di Nusantara sejak zaman kerajaan Singasari dan Majapahit. Berkat kecerdikan cara dakwah Wali Songo pada abad 16 rakyat Nusantara mayoritas Muslim.

Metode dakwah Wali Songo dalam dakwah dengan cara akulturasi agama dan budaya. Cara akulturasi efektif karena tidak menghilangkan tradisi leluhur Nusantara. Akulturasi tentu beda dengan asimilasi. Akulturasi dapat dikatakan sebagai penyatuan beberapa unsur, namun karakter masing-masing unsur tersebut masih ada. Berbeda dengan asimilasi yang bearti satu sama lain melebur sehingga karakter masing-masing hilang. Terbukti hingga saat ini Nusantara sebagai umat muslimnya terbesar, tetapi kekayaan budaya masih lestari.

Baca Juga :Menebarkan Perdamaian Dalam Bingkai Persatuan

Sangat disayangkan kalau Islam sampai menghilangkan budaya baik bangsa ini. Nusantara yang membentang dari Pulau Sumatera hingga Pulau Papua yang terdiri dari 17 ribu pulau dan 700 suku Islam harus menjaga pelestariannya. Dalam perspektif kenusantaraan, Islam Nusantara adalah perwujudan Islam melalui budaya lokal, yakni tradisi dan budaya yang berkembang di Indonesia. Beberapa tradisi, seperti menghormati otoritas Kiai, menghormati tokoh-tokoh Islam seperti Wali Songo, ziarah kubur, tahlilan, maulid nabi termasuk perayaan sekaten

Kampanye Islam Nusantara oleh NU yang mengemparkan dan kontraversi itu mulai dibahas di seminar nasional. Seminar nasional pra Muktamar ke-33 NU di Makasar, pada Rabu, 22 April 2015. Seminar ini sebagai tindak lanjut dari pembahasan tema Muktamar NU ke-33 yang digelar di Jombang pada Agustus 2015. Tema tersebut adalah “Meneguhkan Islam Nusantara untuk Peradaban Indonesia dan Dunia”. Pada seminar diawali dengan pertanyaan, “Apa sebenarnya yang dimaksud dengan Islam Nusantara?,” tentu berlanjut pada pertanyaan turunannya.

Kemudian konsep Islam Nusantara berlanjut dibahas pada Muktamar NU ke-33 di Jombang. Sejak inilah NU memperkenalkan Islam Nusantara dan penafsirannya. Menurut NU Islam Nusantara atau model Islam Indonesia adalah suatu wujud empiris Islam yang dikembangkan di Nusantara setidaknya sejak abad ke-16, sebagai hasil interaksi, kontektualisasi, indigenisasi, interpretasi dan vernakularisasi terhadap ajaran dan nilai-nilai Islam yang universal, yang sesuai dengan realitas sosio-kultural Indonesia.

Upaya Pribumisasi Islam atau Islam Nusantara untuk mewujudkan harmoni antara budaya dan agama. Sebab NU tahu betul bahwa tidak semua tradisi atau budaya itu bertentangan dengan Islam. Ketika ada tradisi yang mengakar dimasyarakat sejak zaman Wali Songo sebisanya disisipi nilai-nilai Islam, hal ini yang dilestarikan oleh NU. Walaupun banyak mempertentangkan NU akan berusaha sekuatnya menerapkan konsep Islam Nusantara.

Islam Nusantara atau Pribumisasi Islam jangan dipahami sebagai sekte atau aliran baru dalam Islam. NU memandang Islam Nusantara sebagai konsep pendekatan agama dan budaya. Sebab prinsip yang dianut NU yaitu, “al-Muhafadzah ala al-Qadhimi al-Shalih wa al-Akhdzu bi al-Jadidi al-Ashlah (melestarikan nilai-nilai lama yang baik dan mengambil nilai-nilai baru yang lebih baik)”.

Sikap-sikap kemasyarakatan NU menjunjung prinsip tawazun (seimbang), tasamuh (toleran), tawasuth (mengambil jalan tengah), i’tidal (adil) dan amar ma’ruf nahi munkar (mengerjakan yang baik, menjahui yang buruk) dengan cara baik. Prinsip kemasyarakat NU ini dikaji dari Qur’an, Hadist, Ijma, Qiyas dan Ijtihad para Ulama serta Kiai.

Masyarakat Indonesia tidak usah panik dengan istilah Islam Nusantara. Islam Nusantara dalam ibadah mahdhah sama seperti Islam di negara-negara lain. Membaca syahadat, sholat, puasa, zakat dan haji dalam konsep Islam Nusantara masih sama dengan Islam sejak Nabi Muhammad. Dalam hal akidah Islam Nusantara rujukannya masih Nabi Muhammad. Sebab Islam Nusantara bukan suatu aliran atau sekte.

Facebook Comments