“Yassiru wa la tu’assiru, bassyiru wa la tunaffiru, permudahlah jangan persulit, berilah kabar gembira, jangan membuat orang lari”Itulah kalimat perdana yang ditulis oleh Dr. KH. Malik Madany, M.A, waktu itu masih khatib ‘am PBNU dalam mata kuliah Tafsir Ahkam di UIN Sunan Kalijaga tahun 2014 silam.
Ini bukan hanya prinsip beragama, lanjut beliau, tetapi ini adalah prinsip kehidupan dan kemanusiaan. Dalam kondisi apapun kita tidak boleh memprovokasi yang membuat orang lari, takut, dan cemas. Kita harus bisa membuat manusia bergembira, senang, dan damai.
Dalam konteks format pemberitaan tentang Corona, kaidah ini sangat pas. Berilah kabar gembira dan jangan memprovokasi dan buat orang lari karena ketakutan. Kabar gembira membuat manusia menjadi optimis dan termotivasi. Sebaliknya provokasi membuat manusia lari, drop, pasif, dan tidak bersemangat.
Informasi positif, konten edukatif, serta jurnalisme empati harus dijadikan standar bersama. Kondisi psikologis tidak kalah pentingnya diperhatikan dalam konteks menanggulangi virus berbahaya ini. Kadang, fisik yang kuat bisa saja lemah dan jatuh akibat kondisi psikologis yang menurun.
Para pakar sudah menyatakan, bahwa provokasi dan pemberitaan yang berlebihan bisa membuat manusia masuk ke dalam lingkaran ketakutan yang akibatnya imunitas tubuh lemah dan mudah diserang oleh pandemi ini.
Informasi negatif, hoax, dan segala macam provokasi lainnya, berdampak pada pada psikologis masyarakat yang menimbulkan rasa gelisah, hingga susah tidur dan sulit mengendalikan emosi, sampai suka marah-marah di rumah.
Baca Juga : Melawan Corona Sejak dalam Pikiran! #janganmudik
Kini saatnya kita meninggalkan provokasi dan format pemberitaan yang menakut-nakuti, membuat kepanikan dan kecemasan publik. Kita perlu beralih ke informasi positif, menyebar kabar gembira bahwa pandemi ini bisa kita lawan, dan manusia akan menang.
Hoax, provokasi, rumor yang tak jelas, dan segala macam informasi negatif perlu kita buang jauh-jauh. Ini bukan berarti menutup-nutupi fakta Corona di lapangan, tetapi data dan fakta itu jangan sampai didramatisir untuk tujuan like, comment, dan share, yang tujuan akhirnya adalah rating dan keuntungan sesaat.
Jika memberi kabar gembira dengan informasi positif adalah kerja keluar, maka manyaring informasi adalah kerja ke dalam. Keduanya harus dilakukan. Kadang boleh jadi kita sudah membuat kabar gembira dan informasi positif, tetapi orang lain masih memproduksi informasi negatif. Dalam hal ini penyaringan infomasi perlu dilakukan.
Media distancing dengan menjaga jarak dengan media adalah salah satu cara terbaik. Kita harus selektif dalam menyikapi informasi. Dengan cara ini kita bisa berfikir dan bertindak positif. Menjaga pikiran tetap positif, salah satu caranya adalah menyaring informasi yang diterima tentang COVID-19.
salah satu caranya dengan mendengarkan nasehat dan arahan dari pemerintah sebagai sumber terpercaya sehingga terhindar dari kabar-kabar bohong yang berseliwiran. Kita dengarkan nasehat dari pemerintah, jauhi hoaksyang jumlah miliaran, dan melaksanakan arahan yang bisa kita pegang dari sumber otoritatif.
Masyarakat perlu mengikuti aplikasi kesehatan yang disediakan oleh ‘start up’ seperti Halodoc dan sebagainya. Sebab, seluruh ‘start up’ telemedis tersebut telah bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan dan BNPB untuk membantu masyarakat mendapatkan informasi yang akurat tentang COVID-19.
Kita jangan mudah percaya dengan informasi yang berseliweran di media sosial dan group-group WhattsApp yang tak jelas sumbernya. Kini saatnya kita isi group-group WA dan media sosialnya dengan konten-konten yang menggembirakan. Untuk itu bukan hanya kabar positif Corona saja yang kita baca dan kita bagikan, tetapi harus juga disertai dengan informasi positif berupa konten edukasi tentang pencegahan dan penyebaran virus serta informasi bahwa orang yang sembuh dari corona jauh lebih banyak ketimbang yang meninggal.