Menjadi Indonesia, Menjadi Manusia Pancasila

Menjadi Indonesia, Menjadi Manusia Pancasila

- in Narasi
2216
2
Menjadi Indonesia, Menjadi Manusia Pancasila

Sukarno pernah berujar bahwa Pancasila sebagai philosofische gronslag atau weltanschauung, yaitu Pancasila sebagai fundamen, filsafat, pikiran, jiwa, dan hasrat yang menyatu dalam kemerdekaan Indonesia. Kemerdekaan sebagai “jembatan emas” yang dikiaskan Sukarno tak akan dapat terwujud tanpa adanya pengamalan lima sila, Pancasila.

Moh. Mahfud MD dalam Kongres Pancasila 30 Mei 2009 di Yogyakarta juga pernah berujar bahwa tanpa adanya Pancasila, kita kehilangan hakikat dan identitas sebagai satu bangsa. Tanpa keberadaannya pula, kita hanya menjadi imitasi atau bahkan sekadar alat bagi bangsa lain. Karenanya, kita percaya bahwa Pancasila adalah ideologi bangsa Indonesia yang wajib kita yakini.

Namun, saat ini banyak indikasi bahwa usaha mengaktualisasikan Pancasila secara nyata, tampaknya masih jauh panggang dari api. Penerimaan ideologi yang masif di tingkat pengetahuan, tidak diikuti dengan langkah kongrit di level tindakan. Pancasila masih terkesan surplus ucapan, tetapi minus tindakan. Karenanya, Pancasila haruslah diaktualisasikan dalam kehidupan berbangsa. Karena menjadi Indonesia, ialah menjadi manusia Pancasila.

Drijakara menyebutkan bahwa ada tiga kategori perwujudan Pancasila yang didasarkan pada hubungan dan fungsi Pancasila bagi kehidupan manusia yaitu tematis, imperatif, dan operatif. Kategori tematis, Pancasila merupakan objek yang memiliki rumusan konsep dan ide-ide yang dapat dipikirkan dan dipahami. Adapun kategori imperatif Pancasila dapat dijadikan sebagai dasar norma dalam kehidupan termasuk norma hukum. Sementara kategori operatif, terwujud di dalam prinsip atau norma asasi yang menjadi asas bagi tindakan manusia.

Baca Juga : Ayo Bangun Orde Pancasila !

Berdasarkan perwujudan itu, Pancasila direalisasikan dalam kehidupan praksis yang dapat diamalkan dan diusahakan oleh semua warga negara yang meyakininya. Meminjam bahasa Notonagoro bahwa sifat ini dikenal dengan subjektifikasi objektif, dimana Pancasila sangat mungkin dilaksanakan dalam kehidupan bersama. Tentunya, dengan pemahaman yang matang akan hakikat Pancasila sebagai inti ajarannya, sehingga meminimalisir penyimpangan ajaran luhur pancasila (Wahana, 1993: 99).

Upaya menyebarluaskan pemahaman tentang hakikat Pancasila dengan segala fungsi dan kedudukannya, secara real dapat diimplementasikan dengan memasukkan sebagai bahan pembelajaran dari semua tingkatan, mulai tingkat rendah hingga tinggi. Namun, hal yang terpenting ialah tahap internalisasi dari Pancasila itu sendiri. Mata pelajaran (mapel) seperti Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) tidak hanya dipelajari saja, tetapi diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari berbangsa dan bernegara termasuk pada pergaulan di dunia maya.

Jadi, Pancasila wajib menjadi pelajaran yang perlu diinternalisasikan serta diaktualisasikan ke peserta didik mulai dari PAUD sampai dengan Perguruan Tinggi (PT). Tentunya, dengan metode dan cara serta level yang berbeda. Misalnya, pada tingkatan PAUD pembelajaran dapat dimulai dari mengenal simbol pancasila dan ke-Indonesiaan. Pada jenjang selanjutnya, pemahaman ditingkatkan secara berkala dan kontinyu serta dikemas semenarik mungkin. Seperti tingkatan PT, akan sangat dimungkinkan Pancasila diterapkan sebagai media mengkritisasi roda kebijakan yang menggelinding. Tentunya dengan diskursus yang baik dan benar, bertanggung jawab serta masih dalam koridor hakikat Pancasila sebagai pedoman pokoknya.

Selain pendidikan formal, pembelajaran Pancasila dilakukan di berbagai pendidikan non-formal, lembaga, dan semua lapisan masyarakat. Hal ini dapat dilakukan melalui penataran ataupun seminar yang dilaksanakan secara rutin dan kontinyu. Tujuannya, ialah agar pemahaman masyarakat di semua lapisan dapat menyeluruh dan tidak keluar dari koridornya. Edukasi Pancasila inilah yang semestinya gencar dilakukan, kalau menghendaki Pancasila benar-benar dijiwai oleh setiap individu berbangsa Indonesia dari berbagai lapisan.

Berbagai pembelajaran tersebut tentu akan memunculkan pemahaman Pancasila oleh seluruh lapisan masyarakat. Setiap warga negara mempunyai keterpahaman yang seragam serta dapat merasakan dan menghayati nilai-nilai luhur Pancasila yang pada akhirnya mampu mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Begitu juga, setiap permasalahan yang terjadi dan konflik yang muncul dapat terselesaikan dengan baik karena dalam diri setiap warga negara telah tertanam dengan mendarah daging nilai-nilai luhur Pancasila. Oleh karenanya, Pancasila harus diamalkan secara real dalam kehidupan sehari-hari, agar kita menjadi manusia Pancasila yang paripurna, menjadi Indonesia seutuhnya. Untuk mampu mengamalkan Pancasila, negara sebagai pemegang otoritas tertinggi wajib menyediakan wadah dan melindungi masyarakat agar terlindungi serta terjamin keamananya ketika mengejawantahkan Pancasila. Namun, yang jelas dari semua itu, perlu dibudayakan bahwa Pancasila jangan dimaknai secara artikulatif, hiruk pikuk simbolis, tanpa adanya aktulisasi di berbagai sendi kehidupan berbangsa. Pancasila harus senantiasa dialirkan disetiap detak denyut nadi bangsa. Karena itulah hakikat manusia Pancasila sesungguhnya.

Facebook Comments