Minggu, 20 April, 2025
Informasi Damai
Faktual

Faktual

Islamofobia Berawal dari Maraknya Politik Identitas

Pada tahun ini, tepatnya 15 Maret Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menetapkan tanggal tersebut sebagai Hari Internasional untuk MemerangIslamophobia (The Internasional Day to Combat Islamophobia). Ketetapan PBB tersebut dilandasi atas dasar masih banyaknya muslim yang menjadi korban diskriminasi, persekusi hingga pelecehan atas nama agama, khususnya di dunia Barat dan negara minoritas Muslim. Ketidaktahuan dan stigma negatif terhadap Islam memunculkan islamofobia dalam bentuk pikiran hingga tindakan. Umumnya, Islamofobia muncul di negara-negara Barat yang kurang memahami Islam secara utuh. Mereka mengetahui Islam dari perilaku oknum umat Islam yang mengatasnamakan Islam dalam setiap tindakan kekerasan. Lekat sekali pada akhirnya Islam seolah mendukung terorisme akibat media Barat yang memframing Islam sebagai penyebab utama. Keberadaan oknum-onum muslim yang bertindak mengatasnamakan Islam dengan tindakan kekerasan seolah menjadi cara Barat melihat ajaran Islam dan umat Islam secara keseluruhan. Karena itulah, harus dipahami bahwa islamofobia muncul karena ketidaktahuan dan kurangnya berbaur antar lintas agama. Ada perasaan curiga dan dendam memunculkan ketakutan dan kebencian terhadap Islam. Di beberapa negara, upaya menghapus islamofobia dilakukan dengan silaturrahmi dan kerjasama lintas agama untuk mematahkan persepsi dan prasangka salah tentang Islam. Di Indonesia tentu berbeda dengan negara Barat yang masyarakatnya kurang banyak mengenal Islam. Indonesia negara muslim terbesar di mana muslim menguasai ruang dan fasilitas publik di berbagai daerah. Dari area oflline penyiaran hingga dunia maya, orang mengenal dan berinteraksi dengan Islam. Justru kadang ada umat non muslim yang sudah terbiasa mengucapkan : assalamualaikum, masyallah, astghfirullah karena Islam sudah menjadi identitas inheren dalam masyarakat Indonesia. Namun, bukan berarti Indonesia tidak berpotensi tumbuh Islamofobia. Islamofobia muncul karena prasangka ketidaktahuan dan saling memahami di dalam perbedaan. Selain itu, upaya mengeneralisir pelaku dan oknum kriminal berdasarkan agama. Itulah akar islamofobia belajar dari negeri Barat. Jika masyarakat Indonesia justru mengeraskan sikap intoleran dikhawatirkan ada jarak antara muslim dan non muslim yang menghambat saling mengenal dan menghormati. Gerakan Anti Islamofobia di Indonesia sejatinya harus diarahkan pada gerakan untuk menanamkan toleransi dan saling mengenali (tasamuh dan taaruf). Tentu gerakan anti islamofobia bukan untuk memunculkan peneguhan identitas yang ekslusif apalagi dipolitisasi hanya untuk kepentingan kelompok sesaat. Gerakan Anti Islamofobia jangan justru menjadi gerakan yang justru menakutkan karena akan terkesan ekslusif. Gerakan melawan Islamofobia adalah gerakan santun untuk membuktikan Islam yang sebenarnya. Bukan gerakan yang hanya pandai menyalah-nyalahkan kondisi yang sudah harmoni seperti di Indonesia. Gerakan anti Islamofobia harus diarahkan kepada dua hal. Pertama, diarahkan kepada umat Islam untuk mengajak memamerkan Islam yang sebenarnya penuh kesantunan yang jauh dari stigma Barat tentang kekerasan. Kedua, diarahkan kepada non muslim untuk meyakinkan Islam adalah agama yang bersahabat bukan agama yang merusak. Gerakan anti Islamofobia harus bermula dari mengurangi politik identitas yang kerap menjual agama. Itulah esensi gerakan Anti Islamofobia yang harus digalakkan. Jangan sampai gerakan ini hanya ditunggangi oleh kepentingan politik yang hanya menjadikan isu islamofobia sebagai dagangan politik menarik simpati umat. Semakin politik identitas dijual semakin memperlebar potensi islamofobia.
Faktual
Pada tahun ini, tepatnya 15 Maret Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menetapkan tanggal tersebut sebagai Hari Internasional untuk MemerangIslamophobia (The Internasional Day to Combat Islamophobia). Ketetapan PBB tersebut dilandasi atas dasar masih banyaknya muslim yang menjadi korban diskriminasi, persekusi hingga pelecehan atas nama agama, khususnya di dunia Barat dan negara minoritas ...
Read more 0

Pribumisasi Pancasila Di Tengah Pandemi

Pribumisasi Pancasila Di Tengah Pandemi
Faktual
Peringatan hari lahirnya Pancasila setiap tanggal 1 Juni tahun ini bertepatan dengan adanya musibah pandemi. Sebagai lambang dan sekaligus dasar negara, Pancasila memiliki peran penting dan strategis dalam membangun dan merawat bangsa Indonesia. Tidak mudah menyatukan negara bangsa dengan rakyatnya yang memiliki bermacam-macam suku, agama, bahasa dan budaya. Namun dengan ...
Read more 0

Menertibkan Media Penyebar Infomasi Negatif

Menertibkan Media Penyebar Infomasi Negatif
Faktual
Pemberitaan di seputar virus Corona (Covid 19) sering kali membuat masyarakat ketakutan. Ini tidak lain, konten berita yang menyebar sering menakut-nakuti, berisi hoax, rumor, bahkan kadang terkesan tidak bisa dibedakan mana fakta, mana opini. Informasi mengenai Corona kebanyakan adalah informasi negatif. Media tak ubahnya sarana mencari rating yang tidak mempertimbangkan ...
Read more 4

Meredakan Kepanikan Publik dengan Media Distancing

Meredakan Kepanikan Publik dengan Media Distancing
Faktual
Salah satu cara terbaik mencegah virus Corona adalah dengan mencegah kepanikan. Menjaga kepanikan tentu tidak cukup bersifat pribadi, tetapi harus dengan kolektif. Kepanikan publik bisa dihilangkan jika semua lapisan, semua aspek, dan semua informasi saling menguatkan. Bila salah satu aspek saja absen, maka akan sulit terbangun kepanikan publik itu. Salah ...
Read more 0

Stop Kabar (Membuat Panik) di WhatsApp!

Stop Kabar (Membuat Panik) di WhatsApp!
Faktual
Tak dapat dimungkiri, status pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) perlu mendapat perhatian serius dari seluruh warga dunia. Namun demikian, media distancing degan maksud membatasi penyebaran informasi negatif dan tidak produktif juga perlu ditingkatkan. Jika tidak, “panik” justru menjadi masalah ikutan yang cukup serius di kalangan masyarakat. WhatsApp (WA) merupakan ...
Read more 1

Media Distancing dan Stop Mempromosikan Kedustaan “Ustadz” Abal-abal

Media Distancing dan Stop Mempromosikan Kedustaan “Ustadz” Abal-abal
Faktual
Pandemi corona sedang ganas-ganasnya melanda dunia, termasuk Indonesia. Di Indonesia, sejak diumumkan pada 2 Maret lalu oleh Presiden Jokowi bahwa terdapat dua WNI yang dinyatakan positif Covid-19, hingga kini—belum genap satu bulan—jumlah warga yang positif terpapar corona terus meningkat tajam. Saat ini sudah lebih dari satu ribu orang yang positif ...
Read more 0

Distraksi Media Sosial dan Efek Infodemik Corona

Distraksi Media Sosial dan Efek Infodemik Corona
Faktual
Segala jenis temuan manusia, mulai dari ilmu pengetahuan dan teknologi pastilah memiliki dua sisi yang saling berlawanan. Tidak terkecuali, media sosial yang dianggap sebagai penemuan paling penting dalam sejarah manusia modern. Kemunculan media sosial menyuguhkan berbagai kemudahan bagi manusia. Medsos mampu memangkas jarak antarindividu yang sebelumnya menjadi penghalang interaksi dan ...
Read more 3

Mulutmu Harimaumu itu Ketika Sebar Berita Negatif

Mulutmu Harimaumu itu Ketika Sebar Berita Negatif
Faktual
Ungkapan “Jangan takut corona, tapi takulah pada Allah” yang kemudian dipropaganda oleh sejumlah media, baik tertulis maupun video daring, adalah contoh dari peribahasa “Mulutmu Harimaumu”. Artinya, segala perkataan yang terlanjur dikeluarkan oleh seseorang, apabila tidak dipikirkan dahulu akan dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. “Jangan takut corona, tapi takulah ...
Read more 1

WNI eks ISIS: Menjawab Dilema Keamanan dan Kemanusian

WNI eks ISIS: Menjawab Dilema Keamanan dan Kemanusian
Faktual
Sepekan terakhir, publik diramaikan oleh kontroversi terkaitwacana pemulangan mantan anggota ISIS (Islamic State of Iraq and Syiria) asal Indonesia. Terdapat setidaknya 600 orang yang saat ini berada di kamp pengungsian Suriah. Sebagian ialah perempuan dan anak-anak. Mereka berharap pemerintah Indonesia memulangkan mereka setelah ISIS mengalami kekalahan. Keputusan apakah mantan ISIS ...
Read more 1

Merayakan Keragaman dan Perbedaan dalam Bingkai Bhineka Tuggal Ika

Merayakan Keragaman dan Perbedaan dalam Bingkai Bhineka Tuggal Ika
Faktual Narasi
Keragaman adalah fitrah. Manusia sudah diciptakan berbeda sejak dari sono-nya: bersuku-suku, beragam bahasa, budaya, tradisi, etnis, dan agama. Ini adalah hukum universal; kapan dan di mana pun akan berlaku. Dengan begitu, orang yang tidak mengakuai keragaman, sama dengan menafikan kodrat kemanusian. Spirit inilah yang dilihat oleh para pendiri bangsa, bahwa ...
Read more 1