Sabtu, 27 April, 2024
Informasi Damai
BNPT

BNPT

Pancasila: Pondasi Spirit Piagam Madinah di Indonesia

Meski Pancasila hingga kini secara de facto dan de jure masih diakui sebagai dasar negara yang sah, tapi masih saja ada pihak-pihakyang menggugatnya. Terutama sekelompok orang yang mengaku beragama Islam yang suka mengkafir-kafirkan dan menyalahkan. Menganggap Pancasila dan Islam adalah dua hal yang berbeda secara diametral. Tak hanya itu, ia juga menganggap Pancasila, NKRI dan demokrasi adalah thaghuut yang tidak layak dianut. Padahal, jika kita mau menyelami sejarah Nusantara secara lebih jauh, antara Islam dan Pancasila sebenarnya sudah menyepakati kata ‘kompromi’. Lalu, masih bijakkah kita menghadapkan secara vis a vis antara Pancasila dan Agama? Secara substansi, Pancasila adalah nilai-nilai filosofis, sementara Islam adalah way of life yang mela­hirkan tata hukum se­luruh aspek kehidupan manusia. Pancasila secara subyektif hanya diberlakukan di Indonesia, sementara Islam adalah rahmat bagi alam semesta. Pancasila adalah kreatifitas intelektual manusia yang nisbi, sementara Islam adalah dinul haq dari Allah swt, pencipta alam semesta. Islam diturunkan Allah untuk menjadi rahmat bagi manusia dan seluruh alam semesta, sementara Pancasila -meminjam istilah Salahuddin Wahid-masih terjadi kesenjangan antara cita dan fakta. Membandingkan Islam dan Pancasila ibarat membandingkan volume air laut dengan volume setetes air. Islam dan Pancasila dari berbagai perspektif bukanlah dua hal yang bisa dibandingkan. Namun bukan berarti Pancasila salah, tidak ada yang salah dengan Pancasila. Sebagai seorang muslim, meski Islam belum diterapkan secara kaffah dalam sebuah negara, namun tertancap keyakinan kuat bahwa Islam akan menjadi solusi atas segara permasalahan manusia. Berbeda dengan pancasila, meski telah 72 tahun diterapkan di negeri ini, masih menyisakan kesenjangan antara cita dan realita yang hampir tak berujung. Sebagai contoh, kita sering melihat kaum beragama yang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara mendiskrimasi saudara sebangsanya, hanya karena berbeda. Tentu ini menjadi fenomena pahit yang tidak mencerminkan laku Pancasilais dalam diri masyarakat Indonesia. Pondasi Utuh Pancasila adalah seperangkat filosofi hidup (set of philosophy) yang sifatnya terbuka. Setiap orang dengan mudah bisa mengatakan bahwa dirinya adalah seorang pancasialis berdasarkan tafsiran masing-masing secara subyektif. Bahkan setiap orang juga bisa menilai orang lain tidak pancasilais dengan tafsiran yang subyektif pula. Di negeri ini agama yang jelas-jelas memiliki ‘tuhan banyak’ pun tetap bisa menyebut agamanya pancasilais (Ahmad Sastra, 2016). Maka begitu juga, mengatakan bahwa Islam itu Pancasilais adalah tidak sepenuhnya benar. Sebaliknya, mengatakan bahwa Islam tidak Pancasilais juga menjadi kekeliruan yang besar. Dalam kondisi ini, kita perlu memahami bahwa nilai-nilai yang termaktub dalam Islam dan nilai-nilai yang tercantum dalam Pancasila adalah saling bertemu tanpa tudung aling-aling sedikitpun. Jadi, sebenarnya, Islam dan Pancasila adalah pondasi kokoh mewujudkan harmoni kehidupan berbangsa, bernegara, dan beragama. Lihat saja Piagam Madinah yang pernah dibuat oleh Nabi Muhammad ketika hijrah ke Yatsrib, ia adalah bentuk nilai-nilai yang sama dengan Pancasila yang dilaksanakan di bumi Timur Tengah. Dengan demikian, Islam dan Pancasila merupakan pondasi utuh mewujudkan spirit Piagam Madinah di Indonesia. Pasalnya, di dalamnya tidak ada hasrat untuk menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain, bahkan bagi umat Islam sendiri. Sabagaimana Piagam Madinah, Pancasila juga menghendaki adanya penaungan hak dan kewajiban dalam masyarakat plural sehingga tidak terjadi tindakan pecah-belah. Piagam Madinah membuka mata kita untuk dapat melihat dan belajar bahwa spirit Islam menghendaki sebuah asas kebebasan beragama, kerukunan, keadilan, perdamaian, musyawarah, persamaan hak dan kewajiban. Begitu juga dengan Pancasila, yang merupakan terobosan filosofis, ideologis, dan historis sebagai ideologi pemersatu bangsa yang dilahirkan melalui proses negosiasi serta partisipasi yang diikuti perwakilan komunitas suku, agama, ras dan antargolongan yang ada di Indonesia, sebagai sebuah landasan kehidupan sosial politik Indonesia yang plural dan modern. (Rachman, 2006). Karena itu, Piagam Madinah maupun Pancasila bukan didesain untuk menonjolkan satu golongan saja, misalnya, dengan mencantumkan “syariat Islam” secara eksplisit,—akan tetapi dibuat dan dirancang sebagai sebuah cita-cita dan semangat bersama untuk mewujudkan kehidupan ber-Bhineka Tunggal Ika: Berbeda-beda tetapi tetap satu jua, dengan berpedoman pada prinsip demokrasi atau syura; musyawarah untuk mufakat. Pada titik inilah kita perlu bersama-sama merenungkan kembali bahwa spirit Piagam Madinah dan Pancasila ialah sebagai platform bangsa yang pluralistik. Bahkan setiap sila dalam Pancasila merupakan obyektifikasi—dalam istilah Kuntowijoyo dari nilai-nilai universal dalam setiap agama dan kepercayaan. Walaupun berbeda-beda dari segi syariat dan aqidah, ada nilai-nilai yang diyakini bersama sebagai nilai-nilai luhur. (Kuntowijoyo, 1997). Nilai-nilai bersama itu menurut Nurcholish Madjid, dalam al-Qur’an disebut dengan kalimatin sawa. Pancasila adalah kalimatin sawa—common ground. (Madjid, 1991). Dari itu, marilah sebagai warga pemeluk agama Islam agar sama-sama menjunjung tinggi Pancasila dan mengubur segala hasrat membenturkan Islam dan Pancasila. Sebab, keduanya tidaklah saling bertentangan. Justru saling menguatkan. Sebab, keduanya merupakan entitas yang harus tetap ada dalam diri umat Islam di Indonesia sebagai pondasi kokoh mewujudkan spirit Piagam Madinah yang pernah digaungkan Rasulullah berabad-abad lalu. Wallahu a’lam bish-shawaab.
Narasi
Meski Pancasila hingga kini secara de facto dan de jure masih diakui sebagai dasar negara yang sah, tapi masih saja ada pihak-pihakyang menggugatnya. Terutama sekelompok orang yang mengaku beragama Islam yang suka mengkafir-kafirkan dan menyalahkan. Menganggap Pancasila dan Islam adalah dua hal yang berbeda secara diametral. Tak hanya itu, ia juga menganggap Pancasila, NKRI dan demokrasi adalah thaghuut yang tidak layak dianut. Padahal, jika kita mau menyelami sejarah Nusantara secara ...
Read more 0

Memahami Demokrasi Secara Kritis

Narasi
Minggu ini kembali kita diingatkan serta didorongkan agar berpartisipasi sebagai warga negara yang kebetulan daerahnya melaksanakan pesta demokrasi untuk turut serta mengambil peran dalam perhelatan tersebut. Caranya adalah dengan ikut menentukan pilihan kepala daerah di dalam bilik suara. Dalam ruang demokrasi, hal inilah yang mesti dilakukan sebagai manifestasi dari keinginan menyalurkan aspirasi masyarakat. Meski demikian kita mesti mengakui bahwa dalam sistem ini sebenarnya terdapat kelemahan. Salah satunya adalah potensial memunculkan ...
Read more 0

Integrasi Agama dan Budaya

Integrasi Agama dan Budaya
Narasi
Konon, agama Islam bisa diterima oleh masyarakat Nusantara lantaran para da’i-nya merupakan orang-orang pilihan. Mereka adalah orang-orang pandai yang sehingga bisa memasukkan nilai-nilai ajaran agama Islam ke masyarakat Nusantara. Bahwa hanya orang-orang pilihanlah yang mampu berdakwah di bumi Nusantara lantaran budaya Nusantara sudah sangat tinggi. Sehingga, pekerjaan rumah (PR) para da’i di masa itu adalah mengawinkan antara budaya lokal dengan ajaran agama Islam. Dapat di bayangkan manakala saat itu masyarakat ...
Read more 0

Ulama Bijak, NKRI Tegak

Narasi
Di tengah masyarakat Indonesia yang multikurtural, peran ulama sebagai pengayom dan pemersatu umat menjadi tak tergantikan. Dalam arti, di samping menjalankan peran sebagai pendakwah, pembina, dan pembimbing umat Islam untuk selalu di jalan agama, ulama juga berperan sebagai teladan dan pengayom masyarakat agar selalu hidup rukun dan harmonis dengan saudara sebangsa. Sebab, pada dasarnya, ajaran untuk hidup rukun dan damai dengan sesama manusia adalah bagian dari ajaran Islam itu sendiri. ...
Read more 2

Resolusi Kaum Muda Lawan Radikalisme

Narasi
“Jangan mewarisi abu Sumpah Pemuda, tapi warisilah api Sumpah Pemuda. Kalau sekedar mewarisi abu, Saudara-saudara akan puas dengan Indonesia yang sekarang sudah satu bahasa, satu bangsa, dan satu tanah air. Tapi ini bukan tujuan akhir,” (Bung Karno) Kutipan pidato Bung Karno di atas menegaskan pada kita semua sebagai generasi muda untuk menjadikan momentum sumpah pemuda itu sebagai titik tolak kemajuan peradaban bangsa. Dengan cara terus meningkatkan kapasitas untuk mengisi kemerdekaan ...
Read more 0

Tebarkan Narasi Perdamaian, Jaga Kebhinekaan

Narasi
Perdamaian bangsa Indonesia akan tercipta ketika setiap individu atau kelompok dalam masyarakat memiliki kesadaran akan pentingnya menghargai perbedaan. Sebab, sejak awal masyarakat Indonesia memang plural, majemuk, terdiri dari pelbagai latar belakang suku, ras, dan agama. Jika kesadaran untuk menghargai perbedaan itu kuat, maka perdamaian akan semakin terasa. Sebaliknya, jika kesadaran itu terkikis dan banyak orang berlaku intoleran, memaksakan kehendaknya sendiri, maka perdamaian akan sulit tercipta. Kemunculan kelompok radikal yang terus ...
Read more 0

Perbedaan Yes, Perpecahan No!

Narasi
Sebagaimana yang telah menjadi pengetahuan umum bahwa Indonesia adalah Negara yang unik. Salah satu keunikannya adalah komposisi masyarakatnya yang majemuk atau plural. Kondisi semacam ini tidak menyebabkan Indonesia setiap hari perang saudara karena banyaknya perbedaan. Justru, perbedaan dapat dijadikan sebagai kekuatan. Dalam perjalanannya, perbedaan tidak selalu menjadi kekuatan. Artinya, batu sandungan selalu ada. Batu sandungan itu ada kalanya muncul seperti primordialisme, etnosentrisme dan menganggap kebenaran tunggal. Poin terakhir inilah yang ...
Read more 0

7 Tahun BNPT: Indonesia Damai dalam Bingkai Kebhinekaan

Editorial
Tahun 2002 Indonesia melalui Pulau Dewata, Bali dikejutkan dengan satu peristiwa besar yang tidak pernah dialami sebelumnya. Bom Bali I tidak hanya menyebabkan kerugian fisik dan material, tetapi juga telah mengejutkan bangsa ini akan ancaman besar keamanan dan kedaulatan. Tragedi ini juga memberikan kejutan besar bagi penanganan terorisme yang tidak pernah ditangani dalam aspek penegakan hukum. Sebenarnya fenomena terorisme bukan hal baru dalam pengalaman sejarah bangsa ini. Teror bahkan telah ...
Read more 0

Mengenang Alm. KH. Hasyim Muzadi dan Ketegasannya Melawan Terorisme

Tokoh
Hari ini duka mendalam melanda bangsa Indonesia, salah seorang ulama terbaik negeri ini telah dipanggil untuk ‘pulang’ oleh sang maha kuasa. Kepulangan KH. Hasyim Muzadi memang dirasa terlalu cepat, terutama karena sikap dan ilmunya masih sangat dibutuhkan negeri ini. Sebagai salah seorang ulama besar, Kyai kelahiran Tuban, Jawa Timur ini memiliki banyak kontribusi penting terhadap masyarakat, salah satunya dalam hal pencegahan terorisme. Dalam sebuah kesempatan di Jakarta pada akhir 2016 ...
Read more 0

Mewujudkan Wajah Islam tanpa Radikalisme

Narasi
Di era globalisasi yang serba terbuka dan bebas ini, banyak bermunculan kelompok-kelompok radikal. Dikatakan radikal karena para pengikutnya bertindak yang dalam ukuran normal tergolong kasar, dimana hal tersebut ditunjukkan dengan menghancurkan segala hal yang dianggap tidak sesuai dengan norma dan ajaran agama Islam. Di sisi lain,munculnya gerakan radikalisme Islam di Indonesia dipicu oleh persoalan domestik.Dalam lingkup domestik, berbagai macam kemelut telah terjadi yang dimulai dari pembantaian kiai berkedok dukun santet, ...
Read more 0